Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sempat 'Hilang', Mantan PM Mesir yang Ingin Jadi Capres Muncul di Kairo
Oleh : Redaksi
Senin | 04-12-2017 | 08:38 WIB
manatan-PM-Mesir.jpg Honda-Batam
Mantan perdana menteri Mesir itu pekan lalu menyatakan pencalonan diri untuk pemilihan presiden Mesir 2018 (Sumber foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Kairo - Bakal calon Presiden Mesir, Ahmed Shafik, yang menurut keluarganya sempat hilang, sudah muncul di Ibukota Mesir, Kairo, Minggu (03/12).

Pengacaranya, Dina Adly, sudah mengukuhkan bertemu dengan dia di sebuah hotel di Kairo namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

"Dia menyatakan kesehatannya baik dan dia tidak menjadi subyek dari penyelidikan apapun," tulis Adly di Facebook.

Keluarga Shafik sempat mendesak pihak berwenang Mesir memberi tahu keberadaannya karena tidak mendapat kabar apapun setelah diusir pulang dari Uni Emirat Arab, tempatnya mengungsi selama lima tahun belakangan, Sabtu (02/12).

Sementara seorang bakal calon presiden lainnya, Kolonel Ahmed Konsowa menurut pengacaranya, ditahan. Konsowa menyatakan rencana pencalonan diri sebagai presiden pekan lalu.

Presiden saat ini, Abdul Fatah al-Sisi sudah mengatakan tidak akan mencalonkan diri. Bagaimanapun banyak yang memperkirakan mantan jenderal itu yang menjatuhkan pemerintah sipil pimpinan presiden Mohamed Morsi hasil pemilihan umum 2013 lalu, kelak akan maju lagi.

Keluarga mengatakan bahwa dia dijemput dari rumah pada hari Sabtu dan dipulangkan dengan pesawat pribadi ke Ibukota Mesir, Kairo. Seorang saksi mata mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pihak berwenang membawanya dalam sebuah konvoi dari bandara.

"Kami tidak tahu apapun tentangnya sejak meninggalkan rumah kemarin," kata Maya, putri Shafik, kepada Reuters. "Jika dia dideportasi, mestinya dia sudah di rumah saat ini, tidak menghilang."

Pengacaranya sudah meminta agar pihak berwenang Mesir memberi izin baginya untuk bertemu langsung Shafik.

Pihak berwenang UEA mengukuhkan Shafik sudah meninggalkan negara itu namun tidak memberi rincian lebih lanjut, sementara Kementrian Luar Negeri Mesir menyatakan tidak bertanggung jawab atas kasus tersebut.

Presiden al-Sisi, yang menjalin hubungan erat dengan UEA dan Arab Saudi , dilihat banyak pihak sebagai tokoh pemersatu di Mesir.

Namun pengkritiknya mengatakan dia memenjarakan ratusan pembangkang politik dan mengikis kebebasan yang diraih lewat unjuk rasa massal tahun 2011 yang berhasil menjatuhkan Presiden Hosni Mubarak.

Di bawah al-Sisi, Mesir mengikuti kebijakan Arab Saudi dan UEA serta beberapa negara Teluk lain untuk memutus hubungan dengan Qatar yang dianggap mendukung aksi teroris walau tuduhan itu dibantah keras.

Adapun Shafik yang pernah menjabat Kepala Staf Angkatan Udara Mesir, kalah tipis dalam pemilihan presiden tahun 2012, yang dimenangkan Mohamed Morsi, yang setahun kemudian dikudeta militer.

Sumber: BBC
Editor: Udin