Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisah Relawan Kesehatan Asal Kijang Masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Oleh : Syajarul Rusydy
Sabtu | 11-11-2017 | 16:26 WIB
Veteran-Kijang1.gif Honda-Batam
Sadi Suprayeto, Veteran Bintan di Masa Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. (Foto: Syajarul)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Kijang Kota, Bintan Timur, di tahun 1960 masih diselimuti hutan belukar. Belum ada bangunan beton yang tinggi. Bahkan akses jalan pun belum sepenuhnya dilapisi aspal.

Bagitu sekilas gambaran dari salah satu veteran di Bintan, Sadi Suprayeto saat di kunjungi Bhabinkamtibmas Kijang Kota, Brigadir Teddy Saputra dalam peringatan Hari Pahlawan 10 November 2017.

Suasana malam saat itu masih sangat sunyi, jauh dari suara kendaraan yang melintas. Hanya terdengar nyanyian hewan-hewan yang mencari makan pada malam hari. Bagitu tajam ingatan mantan pejuang yang berangkat dari sukarelawan.

"Kijang ini, dulunya masih kecil. Belum banyak bangunan betonnya, kalau Pasar Beridikari itu masih hutan. Kalau di Tanjungpinang itu, hanya Jalan Merdaka pusat keramaiannya," kata Veteran yang berjuang sebagai tenaga medis kala itu.

Pria yang dinobatkan veteran pada tahun 2014 itu mengatakan bahwa dirinya bukan orang militer, tapi seruan konfrontasi Indonesia dengan Malaysia dari pusat era Presiden RI Soekarno membawanya merasakan suka duka hidup di barak militer.

Dia turut bergabung bersama prajurit Korps Komando (KKO) Angkatan Laut memperkuat posisi RI di perbatasan di masa-masa konfrontasi. Dia bertugas dibagian pelayanan kesehatan bagi prajurit, istilah sekarang adalah sukarelawan.

"Di masa itu polisi sedikit di Kijang, yang banyak di sini adalah tentara AL. Memang waktu itu hanya polisi sama AL yang ada di sini (Kijang)," kata Sadi yang sesekali membenarkan pin yang menempel di bajunya.

Sadi menjadi sukarelawan negara dari tahun 1965 sampai 1967 era konfrontasi dengan Malaysia. Nama sebutan untuk Malaysia waktu itu seingat dia adalah Malaya Indonesia.

"Soekarno sepemahaman saya waktu itu tidak setuju sama istilah Malaysia Malaya Indonesia, khawatir jangan sampai kita digabungkan menjadi satu," ujar Sadi.

Selama masa masa konfrontasi seingat Sadi, jiwa prajurit termasuk sukarelawan adalah selalu siap jiwa dan raga bila diminta untuk agresi atau penyerangan.

"Pokoknya tinggal komando saja, kita semua siap jiwa dan negara buat negara," kata Sadi.

Di masa itu, Kijang kata Sadi tak begitu dikhwatirkan bakal bergejolak kalau perang antar dua negara tetangga pecah. Yang paling dikhwatirkan adalah Tanjunguban masa itu.

"Sebab di sana (Tanjunguban) terdapat pangkalan minyak alias BBM yang besar. Pangkalan itu yang paling dijaga. Karena kalau perang pecah di perbatasan dan mengenai pangkalan minyak, maka Tanjunguban bisa membara seperti bandung lautan api," tutur Sadi.

Kisah perjuangan Sadi ini menjadi bagian cerita perjalanan Bhabinkantibmas mengunjungi para veteran spesial mengenang hari pahlawan 10 November di Kijang Kota.

Teddy mengatakan, berbagai cerita para veteran di masa lalu akan menjadi inspirasi dia dalam bekerja untuk tidak pernah mengenal lelah.

"Para pejuang kita dimasa lalu sudah berjuang segenap jiwa raga mereka. Saat ini, tugas kita adalah menjaga masa lalu itu untuk menata kehidupan lebih baik," timpal Teddy.

Editor: Yudha