Dari Peluncuran Buku 'Revolusi Longkang: Kumpulan Sajak Politik'

Hedonis dan Serakah Karakter Bangsa Lupa
Oleh : Redaksi
Rabu | 30-08-2017 | 17:14 WIB
revolusi_longkang.jpg
Cover buku

Judul: Revolusi Longkang (Kumpulan Sajak Politik)
Penulis: Muchid Albintani
Penerbit: Deepublish, Yogyakarta
Tebal: 90 Halaman + xvii
Kata Pengantar: Mosthamir Thalib

Tahun Terbit: Juni 2017

KARAKTER hedonis atau cinta dunia, cinta materi dan ingin selalu hidup bermewah-mewah tanpa 'berkerja keras' penyebab serakah menjadi sikap mental yang dipratikkan dalam kesehariannya di negeri ini. Realitas ini menyebabkan kita menjadi bangsa lupa.

Terkhusus lupa menjaga harga diri dan lupa menjadi bangsa yang bersykuur. Demikian dijelaskan Muchid Albintani dalam bincang-bincang dengan pers pada peluncuran bukunya yang berjudul 'Revolusi Longkang', Rabu (30/8/2017) di Batam.

Beku yang ditulis oleh dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Riau ini berdasarkan sistematikanya terdapat lima bagian yang menjadi tema utama dengan masing-masing sub-tema terdapat sepuluh sajak. Tema pertama, 'Sajak Revolusi Longkang'.

Tema ini menurut muchid, menyediakan sepuluh sajak yang esensinya merefleksikan suasana kekeliruan cara berpikir anak bangsa ini. Ketiadaan ketauladan prihal kepemimpinan yang dimulai dari Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi sehingga kini, ditambah ketakjelasan keberadaan negara dalam konteks struktur kekuasaan.

Tema kedua, Sajak Haloba. Esensi tema kedua ini, menurut mantan korespenden Majalah Tempo di Malaysia ini, merefleksikan perihal gegap-gempitanya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan atas nama keserakahan.

Istilah lain dari keserakahan menurut Muchid adalah Mental 'Terabasbuna'. Mental ini tak ada kaitannya sama sekali dengan revolusi. Mental Terabasbuna berkaitan dengan karakter yang diendus secara terus-menerus oleh sistem kapital dunia dengan semangat, 'modal sekecil-kecilnya sementara untung sebesar-besarnya'.

Sementara itu, tema ketiga, Sajak Hedonisme. Tema ini merupakan tindak-lanjut dari konsekuensi Mental Terabasbuna yang tak mengenal halal-haram. Yang penting modal kecil untung besar. Modal kertas selembar dengan kekuasaan yang dimiliki terbitlah 'izin-izin illegal' yang penting upetinya [izin berkonsekuensi rente], misalnya.

Sehingga secara keberlanjutan mengkristal menjadi prilaku hedonis [ubud dunia] dengan bermewah-mewah. Pola bermewah-mewah menghasilkan karakter yang konsumeris ini adalah produk dari Mental Terabasbuna. Yang pada akhirnya merefleksikan menjadi bangsa 'kuffur nikmat', enggan bersyukur.

Kemudian, tema keempat, Sajak Azab. Tema ini menurut Muchid, mempersonifikasikan kehancuran dan keruntuhan Indonesia. Sajak ini adalah refleksi dari bangsa yang 'kuffur nikmat', enggan bersyukur. Berlandas pada keengganan bersyukur menyebabkan bala-bencana selalu mengancam di hadapan yang kapan saja dapat menghampiri. Dalam kuffur nikmat ini apapun yang dihasilkan merupakan refleksi dari keseluruhan prilaku bangsanya.

Sedangkan kelima, Sajak Berwudhu. Menurut alumni Universitas Kebangsaan Malaysia, tema ini merefleksikan pengakuan terhadap kekeliruan yang dilakukan. Penyadaran sebagai proses akhir [ending] merupakan sebuah upaya bertaubah. "Ini agar Indonesia beserta bangsanya mendiami negara yang disebut dengan istilah 'negeri peninggalan para wali' menjadi aman, tenteram dan bersyukur," ujarnya.

Menutup perbincangan, mantan Dekan FISIP Umrah ini memaparkan bahwa personifikasi Longkang [parit, drainase, saluran pembungan limbah atau yang sejenisnya] yang terabaikan mempertotonkan kelupaan kita untuk membersihkan diri dengan berwudhu.

Itulah sebabnya, mengapa ketidakpedulian kita sebagai anak bangsa membersihkan Longkang adalah wujud kelengahan kita untuk membersihkan diri dari keserakahan [mudah diiming-iming, disogok dan mengambil yang bukan haknya, pembangunan disamakan dengan materi atau proyek yang ujung-ujungnya fee].

Bermetaporakan [perumpamaan] Longkang, menurut Muchid, kita dikehandaki berpikir cepat, tegas, keras dan sistematis terhadap betapa pentingnya kebersihan Longkang tanpa sampah menjadi indikator keberhasilan pembangunan negeri ini.

Peduli terhadap kebersihan Longkang, dan Longkang berbau wangi membuktikan bahwa yang perlu direvolusi sesungguhnya adalah 'Longkang' dari bau busuk menjadi mewangi. Itulah yang disebut dengan istilah 'Revolusi Longkang'.

"Jadi, Pulau Batam bagaimana dengan Longkangnya? Semoga pemimpin dan masyarakatnya tidak menjadi bangsa yang lupa. Lupa terhadap eksistensinya Longkangnya," pungkas Muchid mengakhiri penjelasannya.

Dardani