BP Batam Hanya Dapat RP19 Miliar

PT Sinopec Mengaku Bayar UWT Pulau Janda Berhias Rp1 Triliun
Oleh : Hadli
Rabu | 22-02-2017 | 18:26 WIB
Eko-bp-batam3.jpg

Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto (Foto: Hadli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto, mengatakan, sudah banyak pemilik "lahan tidur" yang melakukan pengurusan Uang Wajib Tahunan (UWT). Namun pemasukan anggaran melalui UWT saat ini belum mencukupi dari target yang direncanakan.

"Lumayan banyak yang ngurus UWT, tetapi jauh dari mencukupi," kata Eko di gedung BP Batam, baru-baru ini. Salah satu contoh, kata dia, adalah Pulau Seraya. Pihak PT Sinopec mengaku dulunya membayar UWTO bernilai triliunan rupiah untuk pulau yang kini bernama Janda Berhias. Namun negara hanya mendapatkan Rp19 miliar.

"Dalam rapat bersama Pokja 4 (bidang percepatan-red), dari masukan yang disampaikan Sinopec, mereka bilang sudah membayar UWTO sebesar Rp1 triliun. Kita (BP Batam) hanya mendapat Rp19 miliar saja," kata dia.

Uang senilai Rp1 triliun itu, kata dia lagi, dibayarkan Sinopec kepada orang yang terima UWT untuk Pulau Janda Berhias. (Dibayar oleh pihak yang terima UWT-red).

Namun ketika dipertegas adanya kemungkinan pejabat BP Batam atau calo yang melakukan pengurusan UWT Pulau Janda Berhias tersebut, mendapatkan keuntungan pribadi yang lebih besar dari pada negara? "Lu artikan aja sendiri," jawabnya kepada BATAMTODAY.COM sembari tersenyum penuh makna.

Selain itu, kata Eko, dari 174 pemilik "lahan tidur" yang dipanggil untuk melakukan pengurusan lahannya, yang melakukan pengurusan hanya 134 orang atau korporasi. Sisanya, sampai saat ini tidak pernah memenuhi panggilan.

"Di antaranya 8 lahan dicabut. Selanjutnya ada 2 atau 3 segera dicabut. 7 ikut program. Program tersebut, perusahaan wajib membuat bisnis plan. Sehingga kita tahu lahan itu digunakan untuk meningkatkan perekonomian," kata dia.

Untuk menunjukkan keseriusannya, pemilik lahan harus membayar 1/3 dari nilai UWTO lahannya. "Kalau usulannya disetujui, akan diberikan Penetepan Lahan (PL) yang baru, tapi dialokasikan di tempat yang sama. Supaya tidak mengulangi kesalahan yang dulu, maka kita yang membuat master plan-nya, supaya jelas jalan dan drainasenya di lokasi itu," tutur Eko kembali.

Editor: Udin