Reklamasi Ilegal di Sekitar Pulau Bokor

Komisaris PT Power Land Dituntut 18 Bulan Penjara di PN Batam
Oleh : Irwan Hirzal
Rabu | 15-02-2017 | 10:45 WIB
terdakwa-reklamasi01.gif

Komisaris PT Power Land, Afuan saat mendengar pembacaan tuntutan pidana di PN Batam. (Foto: Gokli/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Afuan, terdakwa yang didakwa turut serta melakukan pengrusakan lingkungan di sekitar Pulau Bokor, lokasi Tiban Utara dan Tiban Indah, dituntut 18 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (14/2/2017) sore.

Penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Kepri, Susanto Martua, menyatakan terdakwa selaku Komisaris PT Power Land terbukti turut serta melakukan pengrusakan lingkungan dengan cara menyuruh mereklamasi pantai sekitar Pulau Bokor. Padahal, PT Power Land saat itu belum mengantongi dokumen izin lingkungan dari instansi terkait.

Sesuai fakta dan keterangan saksi-saksi di persidangan, unsur pasal 109, jo pasal 36 ayat (1) UU RI nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan terhadap Afuan telah terpenuhi.

"Menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dengan masa percobaan selama 2 tahun dan denda Rp1 miliar, subsider 6 bulan kurungan," ujar jaksa Martua membacakan amar tuntutannya.

Terhadap tuntutan itu, Afuan melalui penasehat hukumnya (PH) Andris dan rekan meminta waktu selama dua pekan untuk mengajukan nota pembelaan atau pledoi. Permintaan itu pun dikabulkan majelis hakim Edward Harris Sinaga, Endi Nurindra Putra dan Egi Novita dengan menunda persidangan selama dua pekan.

"Kami mohon waktu dua minggu untuk mengajukan pledoi yang mulia," ujar Andris.

Sebelumnya, Komisaris PT Power Land, Afuan yang didakwa turut merusak lingkungan dengan cara melakukan reklamasi didudukkan di kursi pesakitan. Ia didampingi penasehat hukum (PH) Andris dan rekan hadir dipersidangan untuk mendengar keterangan saksi pelapor, LSM Ampuh.

Agus Ryanto, Sekjen DPP LSM Ampuh, menerangkan PT Power Land dilaporkan ke Mabes Polri karena melakukan aktivitas rekalamsi pantai tanpa dilengkapi izin, seperti Analisa dampak lingkungan (Amdal) atau UKL/UPL dari instansi terkait.

PT Power Land, kata Agus, diketahui belum memiliki Amdal setelah LSM Ampuh melakukan invetigasi dan konfirmasi ke Bapedal Batam. Fakta-fakta yang mereka kumpulkan dijadikan sebagai dasar melaporkan PT Power Land ke Mabes Polri.

"Lokasi yang direklamasi itu awalnya merupakan hutan mangrove dan daerah tangkapan ikan bagi nelayan. Tetapi dengan dilakukannya rekalamsi, hutan mangrove hilang, biota laut rusak, bukit hijau di dekat lokasi dipotong," jelasnya dihadapan Majelis Hakim Edward Haris Sinaga, Endi Nurindra dan Egi Novita.

Senada, Budiman Sitompul selaku Ketua DPC LSM Ampuh di Batam menerangkan awalnya meraka ke lokasi sekitar bulan Oktober 2012. Saat itu, kata dia, aktivitas reklamasi sedang berlangsung tetapi belum sampai ke Pulau Mentiang.

"Kami berulang kali ke lokasi, mengambil dokumentasi, wawancara pekerja yang melakukan reklamasi, dengan warga. Sekitar bulan November 2013, reklamasi itu sudah mencapai ke Pulau Mentiang, padahal pulau itu penuh dengan mangrove," papar dia.

Terkait keterangan saksi, terdakwa membantah bahwa lokasi yang direklamasi itu merupakan hutan mangrove. Sementara mengenai izin Amdal yang belum dikantongi PT Power Land, kata dia, saat itu dalam proses pengurusan.

"Tidak benar semua lokasi itu dulunya hutan mangrove," ujarnya.

Editor: Gokli