Pejabat BP Batam Hambat Investasi

Pengusaha dan Masyarakat Batam Bisa Ajukan Gugatan Class Action
Oleh : Gokli Nainggolan
Selasa | 11-10-2016 | 10:37 WIB
Batam-BP-besar.jpg

Kantor Badan Pengusahaan Batam. (Foto: Humas BP Batam)

BATAMTODAY.COM, Batam - Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), beberapa hari belakangan ini menjadi tranding topik pemberitaan hampir semua media di Batam, baik cetak, online maupun radio. Bukan karena prestasi, tetapi justru disorot soal layanan perizinan dan rencana menaikkan tarif sewa lahan atau UWTO (Uang Wajib Tahunan Otorita).

Pejabat BP Batam, terdiri dari Kepala, Wakil Kepala dan 5 Deputi yang diangkat dan dilantik Menko Perekonomian Darmin Nasution selaku Ketua Dewan Kawasan (DK) FTZ Batam sekitar enam bulan yang lalu, untuk memajukan perekonomian di Kota Batam. Tujuh pejabat pilahan Menko tersebut diharap lebih baik dari pejabat lama yang diberhentikan paksa sebelum habis masa jabatannya itu.

Apa yang terjadi setelah enam bulan bertengger di BP Batam? Mereka mulai disoal lantaran pertumbuhan ekonomi di Batam makin lesu, tak ada investasi baru yang masuk, malah yang lama ingin hengkang.

Pengusaha di Batam mulai menjerit, khususnya mereka yang bergerak di bidang properti dan shipyard. Para pengusaha itu mengeluh soal pengurusan perizinan yang makin sulit, banyak kendala dan mayoritas mengaku rugi.

Persoalan perizinan belum tuntas, masalah baru kini muncul, soal rencana menaikkan tarif sewa lahan atau UWTO, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 148/PMK.05/2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (KPBPBB). UWTO akan diubah menjadi tarif Layanan Alokasi Lahan (LAL), yang nilainya ditentukan berdasarkan NJOP masing-masing lokasi atau zonanisasi.

Terkait rencana kenaikan tarif UWTO, tak hanya pengusaha, masyarakat juga protes. Kenaikan tarif itu dinilai bakal memperparah kehidupan ekonomi di Batam.

Menyikapi persoalan yang terjadi saat ini di Batam, Danang Gerindrawardana, Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik menyampaikan rasa prihatin, mengingat Batam adalah salah satu ikon pertumbuhan Indonesia dan satu-satunya kawasan khusus berbasis ekonomi FTZ yang survive.

Menurutnya, pejabat BP Batam perlu melakukan perbaikan, khususnya soal pelayanan terhadap investasi. Sebab, pengusaha butuh kepastian hukum dan pelayanan prima.

"Secara makro, saya lihat ada kesan bahwa BP Batam belum menyusun roadmap perubahan seperti apa yang ditargetkan. Ini kontradiktif dan jauh dari kesan konsistensi pemerintah pada waktu melahirkan Batam sebagai wilayah FTZ dengan UU yang lex spesialis. Kekhususan wilayah Batam ini sudah tidak bisa disejajarkan dengan pemikiran otonomi daerah secara konvensional," kata Danang, baru-baru ini di Jakarta.

Danang mengaku sependapat jika pengusaha di Batam melakukan upaya class action atau gugatan kelompok terhadap BP Batam. Hanya saja, Danang berujar, upaya class action harus inisiatif dari para pengusaha.

"Class action itu memungkinkan, karena pengusaha memiliki kepentingan yang sama dan merasa dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum," ujarnya.

Dasar hukum melakukan upaya class action, pasal 46 ayat (1) UU nomor 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Mahkama Agung nomor 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Editor: Dardani