BP Batam Jangan Menjelma Jadi Penghambat Pertumbuhan Ekonomi
Oleh : Roni Ginting
Rabu | 05-10-2016 | 10:07 WIB
Mulia-Rindo3.jpg

Anggota Komisi II DPRD Kota Batam Ir Mulia Rindo Purba. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Lambatnya pelayanan publik di Badan Pengusahaan (BP) Batam saat ini, menjadi sorotan semua pihak. Mandeknya berbagai pelayanan perizinan di BP Batam, bahkan telah berdampak luas pada semua sektor perekonomian, terlebih bidang properti.

Ir Mulia Rindo Purba, anggota Komisi II DPRD Kota Batam, mengatakan, sebenarnya masyarakat dan pengusaha di Batam berharap banyak terhadap kepemimpinan baru di BP Batam, yang tadinya digadang-gadang akan membawa perubahan.

Akan tetapi kenyataan saat ini, pelayanan perizinan di BP Batam yang konon katanya akan dipersingkat, akhirnya terkesan hanya pencitraan belaka dan menjelma jadi penghambat pertumbuhan ekonomi Batam. Hal itu terbukti dari keluhan para pengembang yang kesulitan dalam pengurusan berbagai izin, seperti pecah PL, IPH, Skep/SPJ dan izin lainnya.

"Mandek semua di BP Batam. BP Batam malah jadi penghambat pertumbuhan ekonomi di Batam," kata Rindo kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (4/10/2016).

Politisi Partai Gerindra ini juga menyayangkan kebijakan BP Batam yang menghentikan pembayaran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) hanya dengan alasan rencana kenaikan tarif UWTO.

Pengusaha, katanya, tidak mempermasalahkan jika pemerintah (BP Batam) menaikkan tarif UWTO. Tapi harus ada kepastian. BP Batam jangan membiarkan masyarakat dan pengusaha menunggu dan menunggu ketidakpastian.

"Tarif harus ditinjau kembali, saya setuju karena sudah tidak main lagi harga dulu. Masalahnya masih menunggu, kok lama banget," ujar Rindo.

Rindo menyampaikan, hal yang sangat penting bagi seorang pengusaha adalah kepastian waktu, prosedur, investasi proses juga penting.

"Kalau masalah tarif, tinggal dimasukkan ke biaya produksi. Jangan sampai lama banget karena menyangkut masalah kepastian waktu. Kalau seperti ini, pengusaha akan bimbang untuk berinvestasi di Batam," ungkapnya.

Ditambahkan, BP Batam sebagai perpanjangan tangan dari pusat diminta agar lebih terbuka dan melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait rencana pembangunan dan investasi di Batam, termasuk organisasi pengembang seperti REI dan Notaris.

"BP Batam harus terbuka, di mana masalahnya. Tidak boleh mengabaikan pengembang. Jangan main sendiri karena akibatnya justru menghambat pertumbuhan Batam," pungkasnya.

Mandeknya pelayanan di BP Batam, juga telah dikeluhkan DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam. REI Batam bahkan menilai pimpinan baru BP Batam tidak mampu mengimplementasikan komitmen Presiden Jokowi untuk peningkatan pelayanan dan penghapusan hambatan birokrasi.

Para pengembang di Batam saat ini menjerit akibat pelayanan BP Batam, yang malah tambah karut marut. Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Djaja Roeslim menuturkan, akibat buruknya pelayanan publik di BP Batam, banyak pengembang yang terancam bangkrut.

"Data kami, untuk Pecah PL saja ada 5.198 unit dari 93 perusahaan yang tidak kelar. Sedangkan untuk pengajuan IPH dalam sehari mencapai 100 unit, sebulan bisa 2 ribu unit," kata Djaja.

Hal ini, lanjutnya, menjadi kendala besar yang menyebabkan kerugian bagi Pengembang. Karena dalam proses jual beli bangunan, semua dokumen tersebut mesti diselesaikan. Dan yang lebih parah pengembang yang kredit, jika tidak selesai IPH, maka tidak bisa membuat Akta Jual Beli (AJB) yang artinya tidak bisa melakukan KPR di perbankan.

"Pengembang jual rumah hanya dapat 10 persen. Kalau tidak bisa KPR maka kerugian hingga 90 persen dari penjualan menyangkut," keluh Djaja.

Editor: Yudha