FGD Penataan Kewenangan DPD-MPR RI dan UPB di Batam

Mengukur Kinerja Anggota DPD RI
Oleh : Saibansah
Jum'at | 30-09-2016 | 10:03 WIB
ketuapengkajimpr.jpg

Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI dan Rektor Univesitas Putra Batam berfoto bersama sebelum diskusi terarah dimulai. (Foto: Saibansah)

SELAIN menghadirkan 3 pembicara utama, diskusi terarah yang digelar oleh Lembaga Pengkajian MPR RI bekerjasama dengan Universitas Putra Batam (UPB) itu juga menghadirkan 20 orang penanggap. Salah satunya, Wartawan BATAMTODAY.COM yang juga Sekretaris PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Kepri, Saibansah Dardani. Berikut ini tanggapannya.

Bagaimana mengukur kinerja seorang anggota DPD RI? Melalui pertanyaan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali hasil putusan Sidang Umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001 serta tahun 2002. Yaitu, mengubah pasal-pasal UUD 1945 khususnya juga Pasal 2 Ayat (1). Pasal 2 Ayat (1) yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.

Melalui perubahan tersebut keanggotaan MPR yang berasal dari utusan golongan dihapus dan yang berasal dari utusan daerah diubah menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah. Masalahnya, setelah DPD terbentuk dan berkiprah, kelahiranya tidak dilengkapi dengan "jenis kelamin" yang jelas. Laki tidak, perempuan juga enggak. Itulah gambaran mengenai DPD RI saat ini.

Dengan kewenangan yang dibatasi bahka "dikebiri", menempatkan posisi seorang anggota DPD RI bak "pembantu" anggota DPR RI. Hanya saja, sebagai "pembantu" anggota DPD RI saat ini tidak diberi kejelasan apa "yang boleh" dan apa "yang tidak boleh" dikerjakan.

Baca: DPD Hanya Jadi Pajangan Konstitusi, Sampai Kapan?

Tidak semua dari tiga Tupoksi anggota DPR RI dapat dilakukan oleh sang "pembantu". Anggota DPD RI hanya boleh "membantu" mengawasi jalannya pemerintahan dan penerapan undang-undang. Atau, mengusulkan sebuah undang-udang serta menyampaikan pokok pikiran dan gagasan.

Sedangkan untuk proses pembuatan undang-undang, tidak semuanya "pembantu" dilibatkan. Itulah makanya, "kodrat" anggota DPD RI itu hingga hari ini masih dipertanyakan, laki kah atau perempuan.

Meskipun, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memberi ruang lebih besar kepada anggota DPD RI untuk lebih berkiprah dalam kegiatan di parlemen. Yaitu, hasil uji materi Undang-undang nomor 20 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Pada 27 Maret 2007 lalu, MK telah mendudukkan kewenangan legislasi DPD RI sebagaimana diatur dalam konstitusi. Pengembalian kewenangan itu sebelumnya berdasarkan pada pengajuan permohonan uji materi UU MD3 dan UUP3 yang dilakukan DPD RI.

Tegasnya, DPD memiliki peran yang sama DPR dalam penyusunan undang-undang. Sayangnya, perubahan peran ini justru masih dipandang oleh Parpol sebagai pergeseran peran dan resourse yang dikelola DPR selama ini.

Maka, kembali pada pertanyaan di atas, bagaimana mengukur kinerja seorang anggota DPR RI? Kembali kepada kinerja masing-masing anggota DPD RI. Jika masyarakat dapat melihat kinerja anggota DPR RI melalui undang-undang yang dihasilkan. Bagaimana dengan kinerja DPD RI?

Di media berperan penting bagi anggota DPD RI. Yaitu, mensosialisasikan kinerja masing-masing anggota DPD RI. DPD RI secara kelembagaan harus dapat memperjuangkan alokasi anggaran lebih besar untuk belanja publikasi. Karena dengan begitulah, masyarakat dapat melihat kinerja seorang anggota DPD RI.

Dan memang, seperti disampaikan oleh pakar hukum tata negara Refli Harun menilai penguatan kinerja DPD bisa melalui kelembagaan (institusional) dan individual perorangan) anggotanya. Masing-masing anggota dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya.

Secara individual DPD harus meningkatkan kinerjanya dengan meningkatkan performancenya secara individu. Seperti dilakukan Fahira Idris. Sebab, bagaimana pun sulit jika harus dibandingkan dengan DPR RI. DPR RI bagaimana pun dalam pembahasan APBN, rakyat tetap menunggu putusan DPR RI. Bukan DPD RI.

Dengan demikian, peran DPD RI lebih kepada individual. Yaitu, harus mampu merespon berbagai peristiwa yang ada khususnya di daerah seperti kasus freeport, pertambangan, dan lain-lain terkait kekayaan alam di daerah, sehingga bisa menjadi news maker (pembuat berita).

Intinya, untuk mengukur kinerja seorang anggota DPD RI dapat dilihat dari seberapa banyak kinerjanya tercover media. Itu!

Editor: Yudha