Kado Manis 71 Tahun Indonesia Merdeka
Oleh : Irwan Hirzal
Selasa | 16-08-2016 | 08:00 WIB
hutri.jpg

Logo hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-71. (Foto: Ist)

BESOK pagi, negeri kita tercinta akan merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-71. Satu usia yang cukup matang untuk menjadi dewasa, maju dan merdeka! Di usianya yang mendekati satu abad itu, negeri ini mendapat "kado manis" mengejutkan dari Istana Negara di Jakarta. Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM, Irwan Hirzal mengenai kado manis tersebut.

Senin, 15 Agustus 2016, rakyat Indonesia kembali mendapat "tontotan" menarik sekaligus menggelikan. Mereka diberi tontotan "ketegasan" seorang Presiden Republik Indonesia yang memberhentikan dengan hormat seorang menterinya. Setelah diangkat dan diperkenalkan ke publik, 20 hari yang lalu.

Kini, di hari Selasa, 16 Agustus 2016, sang menteri itu sudah tak lagi memakai pin anggota Kabinet Kerja. Sungguh satu "tontonan" yang belum pernah disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia sejak Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya oleh dua prokoamator kita, Soekarno-Hatta.

Rakyat tak tahu, bagaimana bisa, atau jika menggunakan bahasa rakyat jelata, kok bisa! Negara dengan instrumen intelijen paling beragam, mulai dari BIN, BAIS, Intelkam, Intelijen Imigrasi, Intelijen Kejaksaan, Intelijen Bea Cukai, Intelijen Pajak dan sebagainya, bisa "kecolongan". Tapi ya, seperti judul film yang dibintangi Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedy Mizwar, "Alangkah Lucunya Negeri Ini". Itulah yang terjadi.

Sejarah perjalanan bangsa ini mencatat, bahwa seorang warga negara Amerika Serikat telah berhasil "menyusup" menjadi menteri selama 20 hari. Sekadar mengingatkan saja, inilah janji dan sumpah yang harus diucapkan oleh siapa pun yang memohon menjadi warga negara Amerika Serikat.

"Saya menyatakan, dengan sumpah, bahwa saya dengan sepenuhnya dan seluruhnya meninggalkan dan menanggalkan seluruh kesetiaan dan keyakinan pada pangeran, kerajaan, negara, maupun kedaulatan asing, dari mana saya sebelumnya menjadi warga negara; bahwa saya akan mendukung dan membela konstitusi dan undang-undang Amerika Serikat terhadap seluruh musuh, asing maupun domestik, bahwa saya akan tetap setia dan yakin pada keduanya (merujuk pada Konstitusi dan Undang-undang AS); bahwa saya akan mengangkat senjata mewakili Amerika Serikat ketika dibutuhkan oleh undang-undang; bahwa saya akan menjalankan tugas non-combatant (tidak terjun langsung dalam medan perang) dalam Angkatan Bersenjata Amerika Serikat ketika diperlukan oleh undang-undang; bahwa saya akan menjalankan tugas kepentingan nasional di bawah sektor sipil ketika dibutuhkan oleh undang-undang; dan saya menjalankan kewajiban ini dengan sadar, tanpa keraguan maupun maksud menghindari apapun, tolong bantu saya Tuhan". Sumber : https://www.uscis.gov/us-citizenship/naturalization-test/naturalization-oath-allegiance-united-states-america

Anda bisa memahami sendiri, apa konsekwensi dari sumpah tersebut di atas. Apakah sumpah itu hanya sebatas bibir atau masuk ke dalam hati. Hanya menteri tersebutlah yang tahu. Yang pasti, dalam kurun waktu 20 hari itu saja, "menteri Amerika" itu sudah mengeluarkan kebijakan strategis. Salah satunya, memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia, perusahaan Amerika Serikat yang "kokoh" dan "kerasan" mengisap sari pati kekayaan negeri Indonesia di Papua.

Rekomendasi perpanjangan persetujuan ekspor konsentrat Freeport diperpanjang hingga 11 Januari 2017, setelah izin ekspor konsentrat Freeport habis pada 8 Agustus 2016. ESDM memberikan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 10 Agustus 2016.

Kepastian perpanjangan itu dikonfirmasi oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Dalam rekomendasi tersebut Freeport memperoleh kuota ekspor konsentrat tembaga sebanyak 1,4 juta ton dan perusahaan tambang Amerika Serikat ini masih dikenakan bea keluar 5 persen dari nilai volume konsentrat yang diekspor.

Yah, begitulah indahnya "kado manis" negeri ini di usianya yang ke-71.

Tahun depan kita akan dapat kado apa lagi ya...

Editor: Dardani