Kemendagri Godok PP Beri Sanksi bagi Pemda yang Lambat Sahkan APBD
Oleh : Irawan
Kamis | 04-08-2016 | 15:23 WIB
Donny_moenek.jpg

Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Raydonnyar Moenek

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kembali menebar ancaman terhadap daerah yang lambat dalam menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik Pemerintah Daerah (Pemda) provinsi, kabupaten/kota.

Direktur Direktorat Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, saat ini sedang berproses Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang sanksi yang akan diberikan kepada daerah yang terlambat menetapkan Perda APBD.

Misalnya, ditunda penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk daerah yang bersangkutan, pemotongan anggaran, hingga tidak dibayarkannya gaji kepala daerah dan anggota dewan. "Tentunya harus ada kajian siapa yang mengakibatkan keterlambatan, itu baru diberikan sanksi," tegas Reydonnyzar di Jakarta, Kamis (4/8/2016).

Dia berharap ke depan, khusus di Sulawesi Selatan, tidak ada lagi pemerintah daerah yang dengan alasan apapun, lambat mengesahkan APBD. Seperti yang terjadi pada APBD 2016, ada daerah yang terlambat menetapkan Peraturan Daerah (Perda) APBD, yakni Kabupaten Jeneponto dan Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Pihaknya akan melakukan kajian penyebab keterlambatan. Biasanya, ada persepsi yang berbeda antara pemerintah daerah dan DPRD.

"Kami berharap ke depan, komunikasi kepala daerah dan DPRD pada daerah yang terlambat itu semakin diintensifkan. Karena stabilitasi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah akan menjadi komitmen kita bersama. Data kami di tahun 2016 semua daerah tepat waktu di Sulsel. Tahun 2015, ada dua yang terlambat menetapkan Perda APBD," katanya

Dia melanjutkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel patut dijadikan contoh pengelolaan keuangan. Indikatornya, proporsionalitas antarjenis belanja, khususnya belanja pegawai sudah bisa ditekan. "Pemprov Sulsel, belanja pegawai hanya 15 persen saja," katanya.

Bandingkan dengan beberapa provinsi lain, katakanlah dengan DKI Jakarta yang belanja pegawainya 31,2 persen. Sepertiga dari total APBD sudah habis hanya untuk belanja pegawai,” ujar Reydonnyzar.

Dia mengatakan, Pemprov Sulsel juga bisa meningkatkan porsi belanja barang dan jasa. "Intinya, belanja barang dan jasa serta belanja modal harus lebih besar dari belanja pegawai untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Bayangkan kalau belanja pegawai lebih besar. Kita ingin mendorong agar pemerintah dan dewan punya komitmen yang sama untuk meningkatkan belanja modal dan belanja barang dan jasa," jelasnya.

Ia menilai, kualitas belanja daerah, antara belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal cukup proporsional di APBD Sulsel. Saat ini, perlahan tapi pasti, daerah sudah mulai mengurangi belanja hibah, bantuan sosial, kemudian belanja bantuan keuangan. Tapi, memperbesar belanja publik untuk pelayanan publik.

"Tadi kita bisa lihat datanya bahwa kebanyakan dan hampir semua pemerintah daerah di Sulsel punya komitmen yang kuat untuk membelanjakan belanja modal. Karena belanja modal itu adalah belanja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah. Jadi, itu yang kami harapkan melalui Permendagri Nomor 31 Tahun 2016 ini, dimana Presiden meminta pada Menteri Dalam Negeri agar belanja daerah betul-betul pada pelayanan publik ," katanya.

Editor: Surya