Lemahnya Pengawasan Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Batam

Warga Singapura Ini 11 Tahun Miliki KTP dan Paspor Indonesia
Oleh : Gokli Nainggolan
Kamis | 23-06-2016 | 18:11 WIB
pasport.jpg

Teo Boon Tiak alias Tommy, Warga Negara Singapura yang didakwa melanggar UU Keimigrasian RI (Foto: Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Teo Boon Tiak alias Tommy, Warga Negara Singapura, telah mengantongi KTP dan paspor Indonesia selama 11 tahun. Karena itulah, pria ini didakwa melanggar UU Keimigrasian RI disidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (23/6/2016) sore.

Dalam persidangan terungkap, terdakwa sudah 11 tahun memiliki identitas ganda, Singapura dan Indonesia. Bahkan, pada tahun 2012, terdakwa juga memiliki paspor Indonesia yang dikeluarkan Imigrasi Kelas I khusus Batam.

Sepak terjang terdakwa memiliki identitas ganda berakhir pada bulan Februari 2016, saat akan menyeberang ke Singapura melalui Pelabuhan Sekupang, Batam. Terdakwa ditangkap petugas Imigrasi di pelabuhan itu setelah mendapat pemberitahuan DPO dari bidang Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim).

"Ada pemberitahuan DPO atas nama terdakwa. Saat terdakwa mau masuk ke kapal, kami lakukan penangkapan," kata saksi, petugas Imigrasi Batam yang ditugasi di Pelabuhan Harbour Bay.

Setelah ditangkap, terdakwa meminta izin untuk ke kamar kecil. Saat itu juga, terdakwa membuang ID Card atau Kartu Identitas Singapura miliknya.

"Identitas Singapura terdakwa, kami temukan di tong sampah dekat kamar kecil," ujar saksi, lagi.

Saksi lainnya, masih petugas Imigrasi, menerangkan dokumen pengurusan paspor yang diajukan terdakwa pada tahun 2012 telah memenuhi syarat. Identitas yang digunakan terdakwa dikeluarkan Dinas Kependudukan (Disduk) Kota Medan.

"Dokumen pengurusan paspornya asli," kata saksi, yang kala itu melakukan verifikasi data pemohon paspor di Imigrasi Batam.

Keterangan saksi di persidangan dibenarkan terdakwa. Didampingi seorang penerjamah, terdakwa mengaku sudah 11 tahun memiliki identitas Indonesia.

"Sudah 11 tahun di Indonesia. Yang urus dokumen itu dulunya istri saya. Sekarang sudah meninggal," kata terdakwa.

Sayangnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arie Prasetyo, tidak menghadirkan petugas Imigrasi yang melakukan wawancara terhadap terdakwa saat pembuatan paspor. Sebab, terdakwa tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia.

"Bukan kah pembuatan paspor harus melalui test wawancara. Kenapa terdakwa ini bisa lolos," tanya Hakim.

Dari lima saksi, tak seorang pun yang bisa menjawab pertanyaan Hakim itu. Mereka hanya menyebut dokumen yang digunakan mengurus paspor merupakan dokumen asli.

Setelah mendengar keterangan saksi dan terdakwa, Majelis Hakim Endi Nurindra Putra, Jasael dan Muhammad Candra, menunda sidang. Pada persidangan selanjutnya, Majelis memerintahkan JPU untuk menyiapakan surat tuntutan pidana.

Editor: Udin