Demi Si Kembar Kecilku, Aku Temani Mereka Tidur
Oleh : Harun Al Rasyid
Sabtu | 05-03-2016 | 08:00 WIB
PSK_Ilustrasi.jpg
Ilustrasi. (Foto: Konfrontasi)

INI bukan alasan klasik, terjebak dalam bisnis birahi. Kelas teri, lagi. Tapi, inilah perjalanan hidupku. Aku hanya ingin membesarkan dua anak kembarku. Dan, menjaga janinku agar tumbuh sehat. Demi mereka, aku rela menemani tidur siapa pun, ya siapa saja. Demikian sepenggal kisah wanita pekerja seks "Sintai Mini", lokalisasi ilegal di Tanjunguncang Batam, yang disampaikan kepada wartawan BATAMTODAY.COM, Harun Al Rasyid. 

Jangan bayangkan gedung megah berlantai tiga seperti milik Daeng Aziz di Kalijodo Jakarta yang sudah rata dengan tanah. Di "Sintai Mini" yang berlokasi di pinggir Jalan Brigjen Katamso Tanjunguncang, tepat di samping kiri PT. Hyundai itu, yang ada hanya rumah-rumah liar alias Ruli. Ruli di sini bukan ruli asal jadi. Ruli yang berfungsi sebagai bar dan tempat transaksi birahi itu, semi permanen. 

Ada lampu kelap kelipnya, lengkap dengan ingar bingar musik nonstop. Juga, wanita-wanita cantik dengan make-up tebal dan baju seksi. Siap melayani para tamu. Mulai dari sekadar menuangkan minuman, sampai dengan layanan private. Kawasan ini memang tidak sebesar Sintai, lokaliasi resmi Kota Batam. 

Kalau di Sintai, tempatnya relatif lebih nyaman, agak mewah, gedungnya bagus dan ber AC, lantai kramik, perempuan mudanya juga lebih banyak, tinggal pesan sesuai selere. Tapi, di "Sintai Mini" ini, hanya Ruli, sebagian dari kayu, papan dan tripleks. Tidak ada keramik. Lantainya, semen kasar dan tak ada AC. 

Tapi, semua kesederhanaan itu, sirna bersama dengan dentuman ingar bingar musik non-stop dan kelap kelip lampu disco. Apalagi, ditingkahi minuman alkohol. Maka, jadilah barang itu. 

"Panggil saya Neng," kata seorang perempuan berusia 25 tahun, sambil menyodorkan tangannya kepada BATAMTODAY.COM, Rabu, 2 Maret 2016 lalu. 

Neng sudah hampir 5 bulan bekerja sebagai "public relation" di "Sintai Mini" itu. Setiap orang yang lewat disapanya dengan panggilan mesra. Diajaknya berkencan kilat, sambil menghabiskan malam dengan minum "air setan". Memang, tak semua tamu yang datang berminat untuk kencan. Sebagian dari mereka datang hanya untuk duduk, minum dan curhat. Ya, curhat mengenai apa saja. Termasuk, curhat tentang anak dan istri, atau soal pekerjaan yang membosankan. Semua!

Neng memang harus berperan sebagai "keranjang sampah" yang menampung aneka curhat para tamu. Juga harus siaga berperan sebagai "toilet umum" yang siap menampung tumpahan "air kotor". Dari siapa pun. Sedikit saja Neng "wan prestasi" Mami alias germonya akan turun tangan. "Neng tak bisa menolak bang, Neng terjerat utang uang dan budi," giliran Neng yang curhat. 

Ya, Neng dan perempuan lainnya di "Sintai Mini" memang terjerat utang. Utang itu buat ongkos ketika berangkat dari daerah asalnya menuju Batam. Lalu, utang makan, minum dan tempat tinggal. Semuanya utang. Kala itu, Neng dan teman-temannya tak punya uang sama sekali. 

"Sebenarnya Neng tak mau kerja begini, tapi sudah terlanjur. Mau keluar salah, mau teruskan lebih salah. Semua serba salah," tutur ibu seorang bocah itu lagi. 


Nasib Neng yang terjebak dalam "perbudakan" modern itu, seolah tak ada "apa-apanya" jika dibandingkan dengan rekannya, sebuat saja Intan. Wanita yang sedang hamil muda itu, sejatinya memiliki suami, seorang bertender. Sayangnya, penghasilan sebagai pengocok minuman itu tidaklah seberapa. 

Maka, demi menyambung hidup anak kembarnya, suami Intan pun mengizinkannya tidur dengan siapa saja. Juga, diikhlaskannya, minum bir bersama para klien yang datang. Meski ada janin yang sedang tumbuh di perutnya. 

"Di Batam kayak saya ini banyak bang. Ya begitulah bang, mau tidak mau harus mau. Mau makan apa saya kalau tidak begini," kalimat itu meluncur lancar dari mulut Intan bersama dengan asap rokoknya. 

Wanita seperti Neng dan Intan, menurut sumber BATAMTODAY.COM di "Sintai Mini" terus berdatangan. Ada diantara mereka yang "alumni" lokalisasi Sintai, Pokok Jengkol, atau dari Nagoya. 
 
"Sintai Mini" ini terbentuk setelah lokalisasi liar Pokok Jengkol Sagulung pecah pada 2013-2014 lalu. Ketika itu, tempat prostitusi terselubung itu dibongkar paksa oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam. Kemudian, merasa diusir, pemilik tempat pesta birahi itu pun memindahkan usahanya di samping PT Hyundai, Tanjunguncang. 

"Pertama yang pindah ke sana itu seingat saya Mr. K. Karena dulu saya juga langganan di Pokok Jengkol. Tiap malam saya di situ, sampai digusur, saya tak penah bergabung lagi di dunia seperti itu," tutur sang sumber tadi. 

Mr. K termasuk orang berpengaruh di komunitasnya. Dia mempunyai jaringan kuat ke beberapa daerah yang menyediakan wanita penjaja tubuh. Maka tidak heran, setelah ia membuka bar miliknya, beberapa warga lain ikut ambil bagian dengan mendirikan Ruli yang dijadikan cafe. Hingga saat ini terhitung sudah ada 9 buah bar yang beroperasi "Sintai Mini". Tapi, satu cafe sudah fakum. 

Apapun yang dikisahkan para wanita pemuas birahi itu, sejatinya mereka adalah para korban jaringan perdagangan manusia. Maka, ketika Kapolda Kepri Brigjen Sam Budigusdian berniat menutup lokalisasi di Kota Batam, sejatinya adalah membebaskan wanita seperti Neng dan Intan dari jerat utang melilit pinggang. Ironisnya, utang itu tak berujung. Bahkan, mustahil lunas. Maka, sungguh mulialah perbuatan itu, jika sudah benar-benar dilaksanakan. 

Selamat bertugas Jenderal! 

Editor: Dardani