Merajut Asa di Lampu Merah Batam
Oleh : Irwan Hirzal
Minggu | 07-02-2016 | 08:01 WIB
IMG_20160205_113236.jpg
Anak-anak jalanan yang ditampung di shelter Dinas Sosial Kota Batam. (Foto: Irwan Hirzal)

TEKAD dan kemauan keras. Hanya itu modal yang mengantarkan pemuda ini tiba di Batam. Dari Deli Serdang, Sumatera Utara, ia berangkat ke Batam. Tidak untuk menjadi 'sampah', sumpah! Tapi, masih ada "episode hidup" harus dijalaninya di lampu merah. Berikut ini catatan wartawan BATAMTODAY.COM, Irwan Hirzal mengenai anak jalanan di Batam. 


Di sini, di Kota Batam, gitar usang asal masih bisa mengeluarkan bunyi-bunyian, jauh lebih berharga daripada AK-47 Kalashnikova, senapan serbu buatan Rusia. Karena gitar usang bisa jadi alat menyambung hidup, merajut asa di Batam. Sedangkan, AK-47, kalau pun ada, hanya akan mengatarkan ke penjara. 

Begitu pula bagi Punk Baju, gitar usang itulah yang membuatnya tetap bisa melihat matahari pagi. Perutnya terisi dari hasil suara bunyi-bunyian yang dipadu dengan suaranya sendiri yang "alakadar" itu. Lalu, meluncur syair-syair yang juga asal enak didengar, meski terkadang ada nuasa kritik sosialnya.

Di perempatan lampu merah, di Batam biasa disebut dengan simpang, lajang berusia 20 tahun asal Deli Serdang, Sumatera Utara, itu merangkai hari merajut asa. Ada puluhan, bahkan ratusan anak-anak yang mengais rezeki di jalan seperti Punk Baju. 

Meski Dinas Sosial Kota Batam kerap merazia mereka. Sebab, pemerintah kota ini telah mengeluarkan Peraturan Darah (Perda) pengemis dan anak jalanan dilarang mengais rezeki di lampu merah. 

"Saya ditangkap Satpol PP, terus didata dan ditampung di shelter Dinas Sosil, terus dilepas," kata Punk Baju dalam perbincangan dengan BATAMTODAY.COM di Shelter Dinsos Batam, Sekupang, belum lama ini. 

Remaja bertato itu beruntung, karena masih dilepas di Batam. Sebagian dari teman-temannya itu dipulangkan ke kampung halaman. Tapi, ya hanya sekadar dilepas itu saja. Tidak ada pelatihan ketrampilan atau keahlian lain yang dibekali oleh Dinsos Batam. Padahal, keterampilan itulah yang akan mengantarkan anak-anak jalanan itu merubah jalan hidupnya. 

Tapi, di tengah anggaran yang terus dipangkas dan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat yang terus dipangkas, dari mana Dinsos Kota Batam punya anggaran untuk melatih mereka? Biarlah sejarah dan sekolah kehidupan yang akan mengajarkan mereka cara menaklukkan kerasnya hidup. 

Tak lama, mereka akan ditangkap kembali oleh Satpol PP. Karena itu memang tugas mereka, menegakkan hukum dan aturan Perda. Tapi, bagi anak-anak jalanan, mengais hidup di lampu merah juga "tugas mulia". Yaitu, tuga melanjutkan kehidupan. 

"Kamarin sudah pernah ditangkap oleh Satpol, terus disuruh pulang ke kampungnya masing-masing. Tapi gak dikasih ongkos atau surat jalan, dibiarkan begitu saja. Ya kita otomatis balik lagi ke jalan untuk bertahan hidup," tutur pria tamatan Sekolah Menengah Pertama itu.

Sesungguhnya, Punk Baju dan ribuan teman-temannya itu tidak ingin berlama-lama menjalan "episode hidup" di lampu merah. Mereka ingin kerja baik-baik, kalau saja Pemerintah Kota Batam membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Berpisah dengan kehidupan di lampu merah adalah mimpi dan harapan. Mimpin yang membuat mereka tetap bertahan hidup. 

"Kalau dikasih kerjaan apa saja, pasti saya kerja dengan baik bang. Siapa sih yang mau jadi anak gak jelas di jaan," katanya, lirih. Sorot matanya kosong, menerawan. Entah kapan "pekerjaan baik-baik" akan diraihnya? Tak ada yang tahu. Biarkan "episode kehidupan" membawa Punk Baju terus mengalir.

Editor: Dardani