Ini Kampung Kami, Terminal Mukakuning!
Oleh : Harun Al Rasyid
Kamis | 07-01-2016 | 08:00 WIB
IMG_20160105_171514.jpg
Anak-anak Kampung Terminal Mukakuning Batam. (Foto: Harun Al Rasyid)

MEREKA berlarian, berkejaran diiringi tawa riang. Langkah kaki mereka ringan, bolak balik membawa botol bekas minuman. Bagi mereka hidup begitu indah. Mereka beruntung bisa bebas berlarian di halaman rumah mereka yang luas, tanpa khawatir ada mobil berseliweran.


"Ini kampung kami om!" Mereka adalah anak-anak penghuni "kampung" Terminal Mukakuning Batam. Berikut tulisan wartawan BATAMTODAY.COM, Harun Al Rasyid, yang memotret kehidupan anak-anak kampung Terminal Mukakuning itu.

Sore itu, puluhan anak-anak bercanda, riang gembira. Sesekali mereka berkejaran, lalu bergerombol sambil bercerita apa saja. Mereka benar-benar saling bertukar cerita yang "sesungguhnya". Ya, yang sesungguhnya! Mata mereka saling bertatap dan tidak menunduk fokus pada kota kecil, handphone, seperti kebanyakan anak-anak Batam lainnya. 

Mereka beruntung, lahir dan tumbuh besar di "kampung" yang memililiki halaman bermain luas. Tidak seperti kebanyakan anak-anak Batam yang tinggal di kompleks-kompleks perumahan yang tak memiliki halaman rumah lagi. Karena tanahnya telah habis dibangun kamar atau ruang tamu. Sehingga, mereka bermain di jalanan kompleks yang juga sempit, paling row 3 atau 4 meter. 

"Kampung Terminal Mukakuning" Batam tempat tinggal dan tumbuh bocah-bocah kecil itu berada di depan Pintu IV kawasan industri Batamindo Batam. Jika kita dari arah Panbil menuju ke arah Tanjungpiayu, Sei Beduk, jaraknya tak terlampau jauh. Kira-kira satu kilometer, kita sudah menjumpai terminal yang dibangun oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam ini. 

Terminal Mukakuning itu terletak persis di sebelah kiri jalan arah Tanjungpiayu itu kini telah berubah fungsi menjadi kampung ruli, rumah  liar dan kampung barang rongsokan.

Menurut beberapa warga penghuni ruli ini, terminal itu sudah berdiri sejak 14 tahun lalu. Awalnya, terminal itu masih berfungsi sebagai tempat mengantarkan dan menjemput penumpang. Seiring perjalanan waktu, fungsi terminal ini berubah. Kendaraan angkutan kota memilih memindahkan terminal tersebut ke sepanjang jalan Jendral Ahmad Yani tepatnya di ruas jalan depan Panbil Mall.

Lambat laun, terminal Mukakuning itu pun sepi. Buntutnya, terminal itu pun dijadikan warga sekitar sebagai rumah tinggal. "Kami sudah lama tinggal di sini, sejak pertama kali terminal ini dibangun. Awal-awal masih dipakai. Lama kelamaan mobil tak mau ke sini, jadi sepi. Akhirnya kami tinggal lah di sini," tutur Imelda Gultom, salah satu penghuni ruli Terminal Mukakuning kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (5/1/2016). 

Deretan kios-kios kecil yang mengitari terminal itu, kini menjadi tempat melepas peluh dan keringat. Bilik kamar dari bekas triplek menjadi pemisah antar rumah para penghuni terminal. Sementara itu, atap rumah depan itu sudah tak layak pakai. Beberapa diantaranya terlihat menganga dan hanya ditutupi bekas seng yang entah dipungut dari mana. Tiang penyanggah dan kondisi sekitar ruli itu terlihat karut marut. Sampah dan kotoran lainya beserakan di sekitar terminal. 

"Tapi mau bagaimana, terpaksa tinggal di sini. Kami gak punya rumah. Dulunya kami tinggal di depan jalan (depan terminal, red) sebelum digusur buat terminal," tuturnya. 

Pernah suatu ketika, penghuni ruli terminal itu dibubarkan paksa Pemko Batam. Mereka juga dilarang tinggal, kios-kios itu dijadikan tempat bisnis bukan untuk tempat tinggal. Bahkan, pengusiran ini bukan baru sekali ataupun dua kali. Tak terhitung sudah berapa kali di benak Kamson Sinaga (42) warga ruli "Kampung Terminal Mukakuning". 

"Jangan tinggal di sini, ini bukan tempat tinggal. Ini mau dijadikan terminal lagi," kira-kira begitu Kamson menirukan maksud ucapan penguasa yang mendatangi mereka kala itu. 

Setiap kali diusir, mereka tinggal di bahu jalan samping terminal. Kadang sekedar menghilangkan diri sejenak atau sekedar mengelabui petugas. 

Padahal menurut Kamson Sinaga, mereka dialokasikan oleh pemerintah untuk menempati kios-kios di dalam terminal. Pasca tak beroperasinya terminal tersebut, merekapun mendapatkan imbasnya. 

"Salah kami apa. Dulu disuruh tinggal. Pas terminal gak jalan, di sini sepi jadi kami tetap di sinilah. Kok diusir? Tapi namanya pemerintah kita ikutin saja. Tapi mereka pergi kami balik lagi," tutur Kamson. 

Hingga saat ini, beberapa warga yang tidak mempunyai tempat tinggal mulai berdatangan. Mereka menempati kios-kios kosong yang tersisa. Rata-rata penghuni ruli itu bekerja serabutan. Seakan tak punya banyak pilihan, apapun yang menghasilkan uang dikerjakannya. 

Ketika lahan-lahan kosong yang ada telah berdiri bangunan-bangunan dan perumahan, mereka tetap memilih tinggal di sana. Meski demikian mereka tetap menikmati nikmatnya tinggal di kampung yang berhalaman luas itu. "Kami tak mau pindah, kami tak mau digusur. Kalau mau, aktifkan saja terminal ini, biar ada pendapatan kami," harap mereka.

Editor: Dardani