Kasus Penggelapan Besi Scrap PT EMR Tanjunguncang

Ini Kata Teng Leng Chuan Soal Terdakwa Koh Hock Liang
Oleh : Gokli Nainggolan
Selasa | 22-12-2015 | 09:05 WIB
IMG_20151221_131344.jpg
Koh Hock Liang, terdakwa pengelapan Rp36 miliar lebih uang penjualan besi scrap milik PT EMR Tanjunguncang saat disidang di PN Batam. (Foto: Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Koh Hock Liang, terdakwa pengelapan Rp36 miliar lebih uang penjualan besi scrap milik PT EMR Tanjunguncang kembali disidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (21/12/2015) sore.

Ia dihadirkan di persidangan untuk mendengar keterangan dua saksi, Teng Leng Chuan dan Syahril. Keterangan kedua saksi sebagian dibenarkan dan sebagian lagi dibantah terdakwa yang didampingi penasehat hukumnya (PH) Andi Wahyudin dan Naga.

Teng Leng Chuan, menjelaskan PT EMR Tanjunguncang dia dirikan bersama dengan terdakwa. Saksi mengaku memiliki 60 persen saham dan duduk sebagai komisaris, sementara terdakwa memiliki 40 persen saham menjadi direktur.

Perusahaan yang bergerak di bidang besi scrap itu, kata saksi, selama inu dikendalikan terdakwa bersama pacarnya We Fon. Sejak tahun 2011-2014, sambung saksi, terjadi perbedaan atau ada selisih antara laporan keuangan dengan hasil penjualan.

Memang, kata Teng Leng Chuan, melalui penerjemah, terdakwa selalu memberikan laporan keuangan. Dimana, perusahaan tersebut dilaporkan mengalami kerugian, padahal penjualan selalu stabil.

"Saya dilaporkan perusahaan rugi. Tapi terdakwa malah beli rumah dan mobil baru. Itu yang membuat saya curiga," kata Teng.

Curiga dengan terdakwa, Teng mengaku menemui Ahok, pemilik PT BMS dan KSD. Ia meminta laporan keuangan dua perusahaan yang menjadi pembeli besi scrap dari PT EMR Tanjunguncang. Ternyata ada selisih, nilai hasil penjualan dengan laporan keuangan tak sesuai.

"Selisihnya yang tidak dilaporkan sekitar Rp36 miliar lebih," ujar dia.

Sementara, Syahril, saksi pertama yang diperiksa di persidangan, mengaku bekerja di PT EMR Tanjunguncang sejak Februari 2013. Ia bekerja di bagian keuangan dan HRD, sekaligus.

Sebagai acounting, kata Syahril, kerjaanya hanya mengimput data keuangan perusahaan. Tetapi, sambungnya, mengenai penjualan, faktur maupun cek pembayaran tak pernah dia terima.

"Saya hanya mengimput hasil rekap penjualan. Kalah fakfur maupun cek, tak pernah saya terima. Itu urasan bos (terdakwa)," katanya.

Disinggung Majelis Hakim dan JPU soal selisih Rp36 miliar lebih itu, kata saksi, ia ketahui setelah diperiksa Polisi. Menurutnya, laporan keuangan hasil rekap yang diberikan staf administrasi dan General Manager (GM) perusahaan sudah diinput dengan baik.

"Setahu saya PT EMR tak pernah diaudit. Soal selisih itu saya tahu setelah diperiksa Polisi. Informasi yang saya terima, hasil audit itu dari PT KSD dan BMS, bukan PT EMR," jelasnya.

Kesaksian kedua orang itu, bagi terdakwa sebagian benar. Namun, ia tak terima atau mengakui melakukan pengelapan.

Setelah mendengar keterangan kedua saksi dan tanggapan terdakwa, Majelis Hakim Wahyu Prasetyo, Juli Handayani dan Tiwik kembali menunda satu minggu. Sidang akan dilanjutkan kembali pada Senin (28/12/2015) pekan depan.

Editor: Dardani