Kebijakan P3DN Perlu Disinkronkan dengan Kemampuan Pasok Produksi Dalam Negeri
Oleh : Dodo
Kamis | 10-09-2015 | 10:28 WIB
dirjen-aneka-migas.jpg
Harjanto, Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian.

BATAMTODAY.COM, Batam - Kebijakan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) yang didasarkan pada Instruksi Presiden nomor 2 Tahun 2009, perlu disinkronkan dengan kemampuan pasok barang dan jasa produksi dalam negeri.

Hal ini dibahas dalam Business Matching P3DN sektor Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dihelat oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian di Batam, Kamis (10/9/2015).

Harjanto, Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian mengatakan perlambatan ekonomi dunia akhir-akhir ini berdampak terhadap kinerja ekonomi nasional. 

Hal ini terlihat dari data makro ekonomi Triwulan II tahun 2015, pertumbuhan industri pengolahan non-migas sebesar 5,26 persen yang mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama pada 2014 sebesar 5,55 persen.

"Namun meski mengalami perlambatan, angka ini masih di atas pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 4,70 persen dan kontribusi sektor industri pengolahan non-migas terhadap PDB masih tertinggi yakni 18.20 persen," kata Harjanto.

Perlambatan ekonomi dunia juga berdampak pada kinerja ekspor produk industri. Catatan periode Januari hingga Mei 2015 sebesar 45,42 miliar dolar AS, atau mengalami penurunan pada periode yang sama di 2014 sebesar 6,74 persen. Sedangkan nearaca pedagangan ekspor dan impor produk industri pada periode Januari hingga Mei 2015 mengalami defisit 830 juta dolar AS.

"Dengan kondisi ini, pasar dalam negeri yang besar merupakan 'katup penyelamat' bagi industri di dalam negeri kita dengan konsentrasi lebih ke pasar domestik." ujar Harjanto.

Harjanto menambahkan, pemerintah harus berpihak kepada industri dalam negeri agar mampu berdaya saing, salah satunya melalui program P3DN ini.

Sebagai gambaran, penggunaan produksi dalam negeri dalam belanja pemerintah sangat potensial. Penggunaan APBN, khususnya belanja modal pemerintah pusat pada 2014 mencapai Rp 407,6 triliun atau 22 persen dari total anggaran.

Pada 2015, belanja modal pemerintah pusat mencapai Rp 290 triliun atau 14,22 persen dari total anggaran. "Termasuk, kebutuhan belanja modal seluruh perusahaan BUMN yang mencapai Rp 300 triliun pada 2015 ini," papar Harjanto.

"Sehingga, program P3DN ini diharapkan mampu mendorong kemandirian bangsa," tambahnya.

Business Matching yang difasilitasi Kementerian Perindustrian ini mencakup delapan sektor yakni ESDM, Perhubungan, Pekerjaan Umum, BUMN, Pendidikan, Kesehatan dan Pertanian, yang diharapkan dapat mengakselerasi program peningkatan produk dalam negeri, terutama pada pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Editor: Dodo