Indonesia Hadapi Ancaman Serius Tuberkulosis, Investigasi Kontak Diperkuat
Oleh : Redaksi
Senin | 03-02-2025 | 11:44 WIB
03-02_ancaman-tuberkulosis_03493488.jpg
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman kesehatan global yang membutuhkan perhatian serius. Penyakit menular ini menyebar melalui udara ketika seseorang batuk, bersin, atau meludah.

Berdasarkan laporan Global Tuberculosis Report 2024 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 5-10% orang yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis akan mengembangkan gejala dan jatuh sakit.

Di tingkat global, pada tahun 2023, tercatat sekitar 10,8 juta kasus TBC. Indonesia sendiri berada di peringkat kedua dengan perkiraan 1.090.000 kasus baru setiap tahunnya dan 125.000 kematian akibat penyakit ini.

Kelompok Berisiko Tinggi

Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr Yudhi Pramono, MARS, mengungkapkan bahwa meskipun semua orang bisa tertular TBC, ada kelompok tertentu yang memiliki risiko lebih tinggi. "Mereka yang tinggal serumah atau memiliki kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), perokok, penderita diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, lansia, warga binaan pemasyarakatan, tunawisma, pengungsi, serta masyarakat di permukiman padat dan kumuh memiliki risiko lebih tinggi tertular penyakit ini," jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (31/1/2025).

Ia menambahkan bahwa bakteri TBC dalam bentuk droplet bisa bertahan selama beberapa jam di lingkungan lembap yang tidak terpapar sinar matahari. Orang yang menghirup droplet tersebut berisiko tinggi tertular, terutama jika daya tahan tubuhnya lemah.

"Bakteri TBC bisa tetap ‘tidur’ dalam tubuh tanpa menyebabkan penyakit, tetapi jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan memicu gejala TBC," tambahnya.

Strategi Pencegahan dan Investigasi Kontak

Untuk mendeteksi kasus secara dini, pemerintah memperkuat strategi investigasi kontak dengan memeriksa minimal delapan orang untuk setiap pasien TBC yang terkonfirmasi. Hal ini dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2175/2023 tentang investigasi kontak dan pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT).

"Investigasi kontak dilakukan dengan pendekatan langsung ke rumah pasien atau melalui metode jemput bola untuk menjangkau mereka yang berkontak erat dengan pasien," jelas Yudhi.

Jika kontak menolak kunjungan ke rumah, petugas dapat mengundang mereka datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) seperti puskesmas atau rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dan skrining lebih lanjut. Investigasi kontak juga mencakup lingkungan kerja, sekolah, hingga tempat bermain anak-anak yang berkontak dengan pasien TBC.

"Kami tidak hanya mendata kontak erat, tetapi juga memastikan mereka mendapat asesmen dan jika diperlukan, menjalani terapi pencegahan. Jika ada kendala transportasi, petugas akan menjemput mereka menggunakan kendaraan pribadi atau ambulans puskesmas," katanya.

Dengan upaya investigasi kontak yang diperkuat, diharapkan angka penularan TBC di Indonesia dapat ditekan secara signifikan. Pemerintah juga terus mengedukasi masyarakat agar lebih waspada dan aktif dalam mendukung program pencegahan dan pengobatan TBC di Tanah Air.

Editor: Gokli