Indonesia Percepat Eliminasi Kusta dan Filariasis, Target Bebas pada 2030
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 31-01-2025 | 16:04 WIB
kusta-ilustrasi.jpg
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi upaya eliminasi Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs), terutama kusta dan filariasis, dengan target bebas kedua penyakit ini pada 2030.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menerapkan strategi deteksi dini, pengobatan massal, serta kolaborasi lintas sektor guna mempercepat pengendalian dan pencegahan di wilayah endemis.

Dalam temu media yang digelar secara daring, terungkap bahwa Indonesia telah mencatat kemajuan dalam upaya eliminasi kusta dan filariasis. Meski demikian, tantangan masih dihadapi, seperti stigma sosial, keterlambatan diagnosis, serta rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pengobatan.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes, dr Ina Agustina, mengungkapkan pada 2023 Indonesia menempati peringkat ketiga dunia dalam jumlah kasus baru kusta, dengan 12.798 kasus tercatat. Beberapa provinsi dengan angka kasus tertinggi antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, dan Papua.

Meskipun prevalensi kusta terus menurun sejak 1981, eliminasi total masih menjadi prioritas dengan visi 'Zero New Cases, Zero Disabilities, dan Zero Stigma'.

Prof Linuwih dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia menegaskan bahwa stigma sosial menjadi hambatan utama. "Banyak pasien yang telah sembuh masih mengalami diskriminasi, sehingga enggan mencari pengobatan lebih awal," ujarnya, demikian dikutip laman Kemenkes, Jumat (31/1/2025).

Untuk mencapai target eliminasi kusta pada 2030, lima strategi utama diterapkan:

  1. Deteksi dini dan terapi Multi-Drug Therapy (MDT) selama 6-12 bulan.
  2. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) di daerah dengan kasus tinggi.
  3. Surveilans aktif untuk menemukan kasus lebih cepat.
  4. Edukasi masyarakat guna mengurangi stigma.
  5. Kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat eliminasi.

Filariasis atau kaki gajah disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia dengan tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.

Prof Dr Taniawati Supali dari Departemen Parasitologi FKUI, menjelaskan filariasis merupakan penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia setelah gangguan jiwa, dengan dampak ekonomi signifikan bagi penderitanya. "Filariasis memperburuk kemiskinan karena penderitanya kehilangan kemampuan bekerja dan mengalami pengucilan sosial," ujarnya.

Salah satu tantangan utama dalam eliminasi filariasis adalah banyaknya individu yang telah terinfeksi tetapi belum menunjukkan gejala. "Infeksi membutuhkan waktu 5 hingga 8 tahun sebelum menimbulkan gejala, sehingga banyak individu yang sebenarnya sudah memiliki cacing dalam darahnya tetapi tidak menyadarinya," tambah Prof Taniawati.

Untuk mencapai target eliminasi filariasis pada 2030, lima strategi utama diterapkan:

  1. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) setiap tahun selama lima tahun di daerah endemis.
  2. Penerapan terapi tiga obat (IDA therapy) yang mempercepat eliminasi dalam dua tahun.
  3. Surveilans ketat guna memastikan tidak ada transmisi baru.
  4. Peningkatan edukasi masyarakat tentang bahaya dan pencegahan filariasis.
  5. Kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan sektor peternakan dan lingkungan, karena filariasis juga ditemukan pada hewan seperti kera, kucing, dan anjing.

Keberhasilan eliminasi kusta dan filariasis membutuhkan sinergi antara pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat, serta media. Langkah-langkah strategis yang harus diperkuat meliputi:

  1. Edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan.
  2. Pengobatan massal yang lebih terorganisir dengan pengawasan tenaga kesehatan.
  3. Kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi penularan penyakit dari hewan.
  4. Surveilans aktif dan inovasi dalam pendekatan eliminasi.

Menurut Prof Linuwih, "Masalah kusta dan filariasis tidak bisa diselesaikan hanya oleh tenaga kesehatan. Keterlibatan masyarakat, pemimpin daerah, tokoh agama, serta media sangat penting untuk mempercepat eliminasi."

Dengan langkah-langkah strategis yang lebih inovatif dan partisipasi semua pihak, Indonesia optimistis dapat mencapai target eliminasi kusta dan filariasis lebih cepat, demi masa depan yang lebih sehat dan bebas dari penyakit ini.

Editor: Gokli