Produksi dan Edarkan Obat Keras Ilegal, Efendi dan Yuanda Hanya Divonis 1 Tahun Penjara
Oleh : Paskalis Rianghepat
Rabu | 08-01-2025 | 14:44 WIB
AR-BTD-4215-Sidang-Obat-Ilegal.jpg
Terdakwa Efendi alias Ajung dan Yuanda alias Rindi, saat menjalani sidang pembacaa putusan pidana di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (7/1/2025). (Foto: Paskalis Rianghepat/Batamtoday)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pengadilan Negeri (PN) Batam menjatuhkan vonis 12 bulan penjara ( 1 tahun) kepada dua terdakwa, Efendi alias Ajung dan Yuanda alias Rindi, atas kasus praktik kefarmasian ilegal. Putusan ini diumumkan dalam sidang terbuka yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Twist Retno pada Selasa (7/1/2025).

Kedua terdakwa terbukti melakukan produksi dan distribusi obat keras tanpa izin, sebuah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Dalam amar putusannya, hakim Twist Retno menyatakan tindakan kedua terdakwa tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat. "Menyatakan terdakwa Efendi dan Yuanda terbukti bersalah melanggar Pasal 436 Jo Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan," tegas hakim Twist.

Meski demikian, hakim mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan, seperti pengakuan dan penyesalan para terdakwa serta fakta bahwa mereka belum pernah dihukum sebelumnya. "Kami menjatuhkan hukuman yang setimpal, yaitu pidana penjara selama 12 bulan," tambahnya.

Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdullah, yang sebelumnya meminta hukuman 18 bulan penjara. Efendi menerima putusan itu, sedangkan Yuanda bersama tim penasihat hukumnya, Faris Lasenda dan Husni Mubarak, masih menyatakan pikir-pikir.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada Juni 2024 terkait aktivitas jual beli obat keras secara ilegal di kawasan Baloi.

Setelah melakukan penyelidikan, polisi menemukan kedua terdakwa di sebuah kontrakan.

Barang bukti yang ditemukan berupa paket-paket obat keras siap jual. Dari keterangan terdakwa, obat tersebut dibeli melalui aplikasi jual beli online seharga Rp 20 juta. Setelah diperoleh, obat dihancurkan, dicampur cairan, dibakar, dan diolah menjadi serbuk mirip narkotika.

Obat-obatan itu dijual dengan harga Rp 1 juta per paket. Modus ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan kesehatan konsumen.

Vonis ini menuai berbagai respons dari masyarakat. Sebagian menilai hukuman terlalu ringan mengingat dampak yang ditimbulkan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap peredaran obat-obatan demi melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan produk ilegal.

Editor: Gokli