Produksi dan Edarkan Obat Keras Tanpa Izin, Effendi dan Randy Didakwa di PN Batam
Oleh : Paskalis Rianghepat
Rabu | 06-11-2024 | 17:24 WIB
Sidang-Kosmetik1.jpg
Sidang Perdana Perkara Kesehatan atas terdakwa Effendi dan Randy di PN Batam, Selasa (5/11/2024). (Foto: Paskalis Rianghepat).

BATAMTODAY.COM, Batam - Effendi dan Randy Yuanda, dua terdakwa kasus peredaran obat tanpa izin akhirnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (5/11/2024).

Dalam persidangan yang beragendakan pembacaan surat dakwaan, JPU Abdullah mendakwa kedua terdakwa dengan Undang-undang Kesehatan. Mereka pun terancam 12 tahun penjara.

"Perbuatan kedua terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam pasal 138 ayat (2) dan/atau Pasal 436 ayat (2) Jo Pasal 145 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan," kata JPU Abdullah saat menguraikan surat dakwaannya.

Dihadapan ketua majelis hakim Twist Retno dan kedua terdakwa yang didampingi tim penasehat hukumnya Faris Lasenda, Husni dan Suyanto, JPU lagi-lagi mengatakan bahwa para terdakwa ditangkap aparat kepolisian karena diduga memproduksi produksi dan mengedarkan obat keras ke tengah masyarakat tanpa izin dari pihak terkait.

Abdullah menerangkan obat-obatan yang di produksi dan diedarkan kedua terdakwa adalah obat keras golongan G jenis Ketamin HCI.

"Penangkapan terhadap kedua terdakwa berawal dari informasi dari masyarakat," ujar Abdullah.

Atas informasi itu, tutur Abdullah, anggota kepolisian Polresta Barelang kemudian melakukan penelusuran dan berhasil menangkap kedua terdakwa di Perumahan Windsor Park, Blok A no. 12, Lubuk Baja, Kota Batam pada pertengahan Agustus 2024 lalu.

Usai penangkapan dan dilakukan interogasi, kedua terdakwa mengaku mengatakan membeli 18 box obat keras secara online seharga Rp 20 juta.

Obat keras tersebut, kata Abdullah, oleh kedua terdakwa dihancurkan dan diberi cairan lalu diolah menjadi serbuk berwarna putih. Serbuk obat keras itu kemudian dibagi menjadi beberapa paket, yang dijual dengan harga Rp 400 ribu hingga 1,1 juta.

"Obat keras itu seharusnya tak diperjual belikan secara bebas. Obat keras itu dibagi pergram dan dijual perpaket," sebut Abdullah.

Usai pembacaan surat dakwaan, para terdakwa melalui penasehat hukumnya tidak mengajukan keberataan, sehingga sidang berlanjut ke pembuktian pokok perkara.

"Berhubung terdakwa dan tim penasehat hukumnya tidak mengajukan eksepsi, sidang kita lanjutkan ke pembuktian. Namun karena saksinya belum bisa dihadirkan JPU, maka sidang kita tunda hingga Minggu depan," kata Hakim Twist Retno menutup persidangan.

Editor: Yudha