22 Tahun Kelola Pelabuhan Batam Center, PT Synergy Tharada Ungkap Kekecewaan terhadap BP Batam
Oleh : Aldy Daeng
Rabu | 24-07-2024 | 10:04 WIB
Synergy_Tharada,_Nika_Astaga.jpg
Manager Operasional PT Synergy Tharada, Nika Astaga, pengelola Pelabuhan Internasional Batam Center (Foto: Aldy Daeng)

BATAMTODAY.COM, Batam - Manager Operasional PT Synergy Tharada, Nika Astaga mengungkapkan kekecewaannya terhadap BP Batam terkait masa kontrak yang akan berakhir 1 Agustus mendatang.

Dihadapan sejumlah awak media saat ditemui di ruangannya, Selasa (23/7/2024) sore, Nika Astaga mengaku telah mengelola Pelabuhan Internasional Batam Center selama 22 tahun lamanya.

Kesan diabaikan, ungkap Nika, berawal dari tidak mendapatkan informasi yang konkret terkait proses lelang, meskipun kontrak kerja sama mereka (PT Synergy Tharada) dengan BP Batam akan berakhir pada 1 Agustus 2024.

"Kami sangat kecewa. Pasalnya, mulai dari proses lelang, PT Synergy Tharada tidak dilibatkan sama sekali. Informasi terkait lelang itu pun kami dapat dari pemberitaan media," ungkap Nika

Selama menjadi pengelola pelabuhan Internasional Batam Center, kata Nika, banyak suka dan dukanya. Namun sebagai salah satu perusahaan yang berkomitmen untuk tetap mensukseskan program pemerintah, maka segala terpaan badai selalu di kesampingkan.

Nika bercerita, masa yang paling sulit selama 22 tahun mengelola Pelabuhan Batam Center adalah ketika seluruh negara di landa pandemi covid19. Kala itu, operasional di Pelabuhan ikut mengalami dampak yang sangat signifikan.

"Yang paling berat atau sulit adalah saat pandemi Covid-19 melanda selama 2 tahun. Saat itu, operasional pelabuhan mengalami dampak yang sangat signifikan," kata Nika.

Dimasa itu, lanjut Nika, perusahaan harus tetap mendukung program pemerintah dalam penanganan covid19, agar operasional di pelabuhan harus tetap berjalan.

Satu-satunya jalan adalah merumahkan sebagian karyawan dan mengurangi daya pemakaian listrik, air dan fasilitas lain.

"Selama 2 tahun itu, sebenarnya operasional pelabuhan tidak bisa jalan. Gimana mau jalan, biaya listrik setiap bulannya saja mencapai Rp 300 hingga 400 juta tiap bulannya. Di tambah biaya air mencapai Rp 60 hingga Rp 80 juta perbulannya. Belum lagi gaji karyawan. Namun atas perintah Presiden, kami tetap menjalankan operasional pelabuhan, walau nggak ada pemasukan sama sekali," tegas Nika.

Walau merugi, sebut Nika, perusahaan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Sebab, Pelabuhan Internasional Batam Center merupakan salah satu pintu masuk atau gerbangnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga, mau tidak mau seluruh biaya operasional ditanggung pihak perusahaan.

Untuk menanggulangi pengeluaran selama pandemi Covid-19, katanya, perusahaan Synergy Tharada pernah mengajukan permintaan bantuan subsidi untuk biaya operasional ke Pemerintah Kota (Pemko) Batam dalam hal ini ke Dinas Pariwisata, namun di tolak dengan alasan perizinan pelabuhan bukan termasuk pelaku pariwisata.

"Sampai saat ini, perusahaan masih melakukan Recovery untuk kerugian selama 2 tahun pasca di landa pandemi Covid-19. Begitulah pengorbanan kami, karena Pelabuhan Batam Center tidak boleh tutup lantaran menjadi pintu pemulangan PMI, selain Bandara Soekarno Hatta," ungkapnya.

Masih kata Nika, kekisruhan terkait pengelolaan Pelabuhan Internasional Batam Center ini mulai mencuat beberapa waktu lalu sejak pembukaan tender baru pengelolaan pelabuhan Batam center oleh pihak Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Hal itu, sambungnya, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pihak perusahaan. Sebab, hingga saat ini tidak pernah ada komunikasi lanjutan dengan PT Synergy Tharada meski kerja sama keduanya akan berakhir pada 1 Agustus 2024 mendatang.

"Kita lihat saja nanti, apakah setelah berakhirnya kontrak kerja ini, operasional pelabuhan Batam Center masih tetap berjalan atau tidak. Sebab, yang mengantongi izin ISPS saat ini adalah PT Synergy Tharada. Dan masa berlakunya sampai tahun 2029.

Pria yang menjabat sebagai Perwira Keamanan Fasilitas Pelabuhan (Port Facility Security Off?cer) yang selanjutnya disebut PFSO adalah petugas yang ditunjuk oleh manajemen perusahaan bertanggung jawab terhadap pengembangan, implementasi, revisi dari pemeliharaan rencana keamanan Fasilitas Pelabuhan serta untuk bekerja sama dengan para SSO, CSO, dan pengelola Fasilitas Pelabuhan, menyayangkan pihak BP Batam tidak melakukan komunikasi yang baik terhadap PT Sinergy Tharada hingga detik-detik akhirasa kerjasama ini.

"Saya ini perwira keamanan di pelabuhan ini. Kalau nanti ada permasalahan maka saya akan ditanyai soal tanggung jawab saya sebagai PSO," tegasnya.

Bukan tanpa alasan, Nika menjelaskan, bahwa Kode Keamanan Internasional terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan (The International Ship and Port Facility Security Code - ISPS Code) merupakan aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan.

Adapun tujuan dari ISPS Code adalah untuk mengurangi resiko terhadap penumpang, awak kapal dan personil di atas kapal pada wilayah pelabuhan dan juga terhadap kapal dan muatannya. Selain itu, untuk meningkatkan keamanan kapal di pelabuhan, serta mencegah pelayaran menjadi sasaran dari terorisme internasional.

Sejak berlakunya ISPS Code pada tahun 2004, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku Designated Authority telah mengeluarkan aturan perundang-undangan yang mengatur penerapan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan sesuai dengan ketentuan konvensi internasional dimaksud.

"Nah kami baru saja memperpanjang perizinan itu, dan itu berlaku untuk 5 tahun ke depan, dan tidak bisa dipindahtangankan. Silahkan konfirmasi ke KSOP," tegas Nika kembali.

Ia mengkhawatirkan, jika persoalan serah terima pengelolaan pelabuhan tidak berjalan dengan baik, maka pihaknya khawatir soal operasional pelabuhan ini.

"Yang mengantongi izin pengoperasian itu kan kami. Karena menyangkut keamanan di pelabuhan ini. Jadi kalau nanti tiba-tiba pengelolaan baru ini tidak bisa memenuhi syarat pengelolaan yang berstandar internasional, maka ada kekhawatiran pelabuhan ini terhenti di tengah jalan. Kalau pelabuhan ini tutup, yang malu bukan hanya Batam, tapi Indonesia dimata internasional," ungkap Nika Astaga

Nika kembali menambahkan, International Ship and Port Security Code (ISPS) adalah suatu standar atau kriteria penilaian implementasi sistem manajemen pengamanan untuk kapal dan fasilitas pelabuhan.

"Apabila dalam masa transisi ini BP Batam atau perusahaan pemenang tender menjalankan operasional pelabuhan tanpa mengantongi izin International Ship and Port Security Code (ISPS), maka pelabuhan Batam Center akan dikenai sanksi Internasional, berupa larangan bagi kapal-kapal internasional untuk berlabuh. Hal itu akan mencoreng nama baik Bangsa Indonesia di mata Dunia Internasional," pungkas Nika Astaga.

Editor: Surya