Barang Bukti Kapal dan LCO 166 Ribu Metrik Ton Harus Dikembalikan ke Terdakwa

Ajukan Pledoi, Daniel: Tuntutan Jaksa Tak Berdasar, Nahkoda MT Arman 114 Harus Dibebaskan
Oleh : Aldy
Kamis | 06-06-2024 | 16:04 WIB
Pledoi-Mahmoud.jpg
Terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba --Nahkoda MT Arman 114-- didampingi seorang penerjemah, saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan Pledoi di PN Batam, Kamis (6/6/2024). (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Penasehat hukum terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba --Nahkoda MT Arman 114-- meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, untuk membebaskan kliennya dari segala tuntutan pidana, sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum.

Menurut penasehat hukum, berdasarkan fakta persidangan, jaksa yang menuntut kliennya dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, subsidair 6 bulan kurungan tidak berdasar. Di mana, faktanya klien mereka bukan merupakan nahkoda MT Arman 114 saat terjadi tindak pidana pencemaran lingkungan, seperti yang didakwakan itu.

"Terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, menjadi Nahkoda MT Arman 114 sejak 8 Juni 2023 atau setelah penangkapan yang dilakukan Bakamla. Sebelumnya, sejak Kapal MT Arman 114 berlayar dari Singapura menuju Laut Natuna (Perairan Indonesia) yang menjadi Nahkoda yaitu Rabia Alhensi," kata Daniel Samosir, salah satu penasehat hukum terdakwa, saat membacakan nota pembelaan di hadapan majelis hakim diketaui Sapri Tarigan, didampingi anggota Douglas dan Setyaningsih serta dihadiri jaksa Martin Luther dan Karya So Immanuel di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (6/6/2024).

Terkait barang bukti, kata Daniel, dalam proses aquo terdapat fakta hukum bahwa barang bukti sepatunya dikembalikan kepada terdakwa, di mana barang bukti kapal dan cargo menjadi tanggung jawab terdakwa. Dan, itu diatur dalam KUHAP.

"Dari mana barang bukti itu disita maka barang bukti tersebut dikembalikan kepadanya (terdakwa), karena dia yang bertanggung jawab dan selanjutnya dikembalikan dari mana kapal tersebut berasal," pungkasnya.

Lanjut Daniel, setelah melalui persidangan yang panjang dan mendengarkan semua fakta persidangan, kiranya majelis hakim dapat membuat putusan, sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana;

2. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana dengan pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa;

3. Membebaskan terdakwa dari tuntutan pidana yang tidak berdasarkan hukum;

4. Surat dakwaan yang dibacakan JPU tidak berdasarkan hukum, oleh karena patut untuk ditolak;

5. Memulihkan nama baik terdakwa dalam kedudukan dan martabatnya sebagai manusia;

6. Memerintahkan kepada jaksa agar mengembalikan paspor, sea mans book terdakwa.

7. Membebankan biaya perkara kepada negara.

"Demikian nota pembelaan ini kami bacakan mohon kiranya menjadi pertimbangan kepada yang mulia majlis hakim untuk memutuskan perkara ini dengan arif dan bijaksana untuk memberikan putusan yang seadil adilnya. Atas kewenangan hakim yang terhormat kami ucapkan terima kasih," tutup Daniel.

Selain nota pembelaan yang dibacakan oleh penasehat hukum, Hakim Sapri Tarigan juga memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan secara pribadi dan diterjemahkan oleh penerjemah yang selama ini mendampingi terdakwa.

Pada pembelaan pribadi, terdakwa menyampaikan, bahwa pada saat terjadinya penangkapan yang diduga melakukan pencemaran lingkungan laut, saat itu terdakwa bukanlah sebagai kapten kapal, akan tetapi sebagai chief officer.

"Kedutaan Mesir sudah menjelaskan identitas saya tapi KLHK tidak mengindahkan informasi dari kedutaan saya. Surat dari kedutaan sama sekali tidak diindahkan," ungkap Mahmoud.

"Surat dari keduataan Mesir juga diserahkan ke Kejaksaan Agung, yang menerangkan bahwa sertifikat saya tidak memenuhi syarat untuk menjadi kapten. Saya menjadi kapten kapal MT Arman sejak 8 Juni 2023 (setelah penangkapan oleh Bakamla)," sambungnya.

Selain itu, Mahmoud juga menerangkan, di Kapal MT Arman terdapat alat yang bernama Voyage Data Recorder (VDR), di mana alat tersebut merekam semua percakapan dan visualisasi apa yang terjadi di atas kapal, akan tetapi alat tersebut tidak pernah dihadirkan di persidangan.

"Ada juga 3 orang crew kapal yang bisa menjadi saksi saya di persidangan, akan tetapi mereka malah deportasi," ungkap Mahmoud.

Usai penyampaian Pledoi, majelis hakim kembali menunda sidang, yang selanjutkan akan dibuka untuk agenda penyampaian tanggapan jaksa atas Pledoi.

Untuk diketahui, persidangan ini dihadiri langsung perwakilan Kedutaan Mesir dan Kedutaan Iran.

Editor: Gokli