Terlibat Pemalsuan Surat, Pengacara Abdul Kadir Dituntut 12 Bulan Penjara
Oleh : Paskalis RH
Senin | 07-06-2021 | 17:28 WIB
abdul-sahaya.jpg
Terdakwa Abdul Kadir dan Sayaha Simbolon saat mengikuti sidang online di PN Batam, Senin (7/6/2021). (Foto: Paskalis RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Advokat Abdul Kadir dan rekannya Sahaya Simbolon, dituntut hukuman 1 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (7/6/2021).

Kedua terdakwa diyakini bersalah melakukan tindak pidna pemalsuan surat saat bertindak sebagai likuidator pada perseroan PT Sintai Industri Shipyard.

"Menyatakan terdakwa Abdul Kadir dan Sahaya Simbolon telah terbukti melakukan tindak pidana menyuruh melakukan pemalsuan surat dan menempatkan keterangan palsu pada akta autentik sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU Mega Tri Astuti saat membacakan amar tuntutan di PN Batam.

Masih kata Mega, sebelum menuntut para terdakwa, ada beberapa pertimbangan, yakni hal memberatkan dan hal meringankan. Hal memberatkan, kata dia, para terdakwa sebagi praktisi hukum seharusnya paham untuk tidak melanggar hukum.

Sementara hal meringankan, ujarnya, kedua terdakwa memiliki latar belakang (sedang menderita) penyakit kronis, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak buruk bagi para terdakwa di kemudian hari.

"Menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan hukuman terhadap para terdakwa masing-masing dengan pidana penjara selama 1 tahun," tegas Mega.

Usai pembacaan surat tuntutan, kedua terdakwa yang hadir didampingi tim penasehat hukumnya langsung meminta waktu untuk mengajukan nota pembelaan (Pledoi).

"Berdasarkan kesepatakan yang telah disepakti bersama, agenda sidang selanjutanya adalah pembacaan nota pembelaan (Pledoi) dari para terdakwa dan tim penasehat hukumnya," kata ketua majelis hakim yang mengadili perkara tersebut, Christo EN Sitorus menutup persidangan.

Diuraikan dalam surat dakwaan, tindak pidana yang dilakukan terdakwa Abdul Kadir bersama Sahaya Simbolon terjadi saat ditunjuk sebagai likuidator pada Perseroan PT Sintai Industri Shipyard SINTAI berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Batam Nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM tanggal 1 Agustus 2013.

Kasus ini berawal sekira bulan Agustus 2013 saat terdakwa mendatangi Kantor Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) Aryanto Lie karena telah ditunjuk sebagai Likuidator pada Perseroan PT Sintai Industri Shipyard.

Atas penetapan pengadilan tersebut, kata Mega, pada 16 Agustus 2013 terdakwa Abdul Kadir membuat pengumuman di Koran harian Batam Pos tentang Pengumuman Pembubaran dan Likuidasi PT Sintai Industri Shipyard dan juga memuat Pengumuman Pembubaran PT Sintai Industri Shipyard lembar Berita Negara Republik Indonesia diterbitkan oleh Percetakan Negara pada tanggal 10 September 2013.

Selanjutnya, terdakwa mulai mendata aset-aset milik PT Sintai Industri Shipyard untuk dijual dengan alasan PT Sintai Industri Shipyard sedang dalam Likuidasi. Padahal para terdakwa mengetahui bahwa  PT Sintai Industri Shipyard masih terjadi sengketa antara pemilik Perusahaan, termasuk berkaitan masalah asetnya.

Setelah mendata aset, 28 Agustus 2013 terdakwa mendapat surat dari PT Bank Mandiri (persero) Nomor:RRC.MDN/1861/2013 perihal pengajuan klaim/tagihan kredit PT Sintai Industri Shipyard, yang mana jaminan atas kredit tersebut adalah tanah dan bangunan dengan bukti SHGB (sertifikat hak guna bangunan) Nomor: 5336/2010 yang berlokasi di Komplek Injin Batu Kelurahan Tanjunguncang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam dengan total utang sebesar Rp.1.339.298.778.

Mengetahui hal itu, para terdakwa sebagai likuidator mendatangi saksi Kui Lim untuk meminjam uang sebesar Rp 1,1 miliar, yang akan dipergunakan untuk menebus SHGB (sertifikat hak guna bangunan) Nomor: 5336/2010 An PT Sintai Industri Shipyard di Bank Mandiri. Pada saat itu juga, para terdakwa menawarkan aset tersebut untuk di beli oleh saksi Kui Lim (selaku komisaris PT Cahaya Maritim Indonesia.

Setelah menebus utang PT Sintai Industri Shipyard di Bank Mandiri dan mengambil sertifikat tanah, para terdakwa bersama saksi Kui Lim mendatangi kantor PPAT Arianto Lie guna melakukan jual beli atas SHGB tersebut.

Namun pada waktu di kantor Notaris, PPAT Arianto Lie menyarankan agar kedua belah pihak wajib menunggu untuk proses jual beli SHGB karena pihak PT Sintai Industri Shipyard mengajukan Peninajuan Kembali (PK) ke Mahkama Agung.

Selain mengajukan PK, salah satu pemegang saham PT Sintai Industri Shipyard kembali mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam yang pada pokoknya meminta pembatalan Pembubaran PT Sintai Industri Shipyard sehingga ekseskusi terhadap aset batal dilaksanakan.

Atas gugatan itu, sebut Mega, keluarlah putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor: 113/PdtG/2014/PN.BTM tanggal 17 Juni 2015 dan Putusan Banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 07/PDT/2016/PT PBR tanggal 18 April 2016 dan selanjutnya Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1043 K/Pdt/2017 tanggal 02 Oktober 2017 yang pada intinya menyatakan PT Sintai Industri Shipyard tidak jadi dibubarkan (menyatakan Penetapan Pengadilan Negeri Batam Nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM tanggal 1 Agustus 2013 tidak mempunyai kekuatan hukum).

Namun, masih di tahun 2014 terdakwa Abdul Kadir bersama-sama dengan terdakwa Sahaya Simbolon dan Edison P Saragih (DPO) dengan saksi Kui Lim kembali mendatangi kantor PPAT Arianto Lie sebagai Likuidator untuk melakukan eksekusi terhadap aset bekas PT Sintai Industri Shipyard dengan menunjukkan Penetapan Perkara Perdata dari Pengadilan Negeri Nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM yang telah dikuatkan atau telah incraht oleh Mahkamah Agung RI Nomor: 3042K/PDT/2013 tanggal 29 April 2014.

Setahun kemudian, tepatnya pada 02 April 2015 para terdakwa melaksanakan penandatanganan Minuta Akta Jual Beli No: 11/2015 tanggal 02 April 2015 yang dibuat oleh Notaris & PPAT Ariyanto Lie dan pelaksanaan serah terima dokumen berupa IPH, Faktur dan SHGB.

Selanjutnya, saksi Kui Lim melakukan pembayaran di Bank Mandiri pada tanggal 2 April 2015 senilai Rp 8 Miliar   untuk membeli SHGB PT Sintai Industri Shipyard. Dalam Minuta Akta Jual beli tersebut, lanjut Mega, terdakwa Abdul Kadir, terdakwa Sahya Simbolon dan Edisin P Saragih (DPO) telah memberikan keterangan palsu kedalam Akta Jual Beli Nomor 11/2015 tanggal 2 April 2015.

"Keterangan palsu yang diberikan dalam akta jual beli ada pada Pasal 2 yang berbunyi, 'pihak pertama (sdr. terdakwa Abdul Kadir, terdakwa Sahya Simbolon dan Edisin P Saragih ) menjamin bahwa objek jual beli tersebut di atas tidak tersangkut dalam suatu sengketa, bebas dari sitaan, tidak terikat sebagai jaminan untuk sesuatu utang yang tidak tercatat dalam sertifikat dan bebas dari beban-beban lainya yang berupa apapun'. Padahal diketahuinya SHGB (sertifikat hak guna bangunan) Nomor: 5336/2010 An PT Sintai Industri Shipyard masih tersangkut dalam suatu sengketa/berperkara di Pengadilan Negeri Batam," urai Mega Tri Astuti saat membacakan surat dakwaan.

Perbuatan terdakwa Abdul Kadir dan terdakwa Sahya Simbolon, yang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian.

Akibat perbuatan para terdakwa PT Sintai Industri Shipyard mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp 8 miliar. Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 266 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, Subsider Pasal 263 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Editor: Gokli