60 Persen Kabel Laut Putus Akibat Aktivitas Lepas Jangkar Kapal
Oleh : Putra Gema Pamungkas
Selasa | 15-10-2019 | 18:04 WIB
sosialisasi-skkl11.jpg
CEO Triasmitra Titus Dondi. (Foto: Nando)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sejumlah perusahaan kabel laut di Kepulauan Riau kesal karena masih banyaknya oknum operator kapal yang tidak menyalakan Automatic Identification System (AIS) saat membuang jangkar.

Direktur Utama Triasmitra, Titus Dondi saat ditemui di sela-sela Sosialisasi Pengamanan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) di Swiss-Bel Hotel, Harbour Bay Batam pada Selasa (15/9/2019) mengatakan bahwa sepanjang tahun 2013 hingga saat ini, tercatat terjadi 69 kali kabel putus di sekitar perairan Indonesia.

Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen kabel putus disebabkan oleh aktivitas lepas jangkar kapal, 25 persen karena vandalisme (diambil) dan 10 persen karena dampak dari kejadian alam seperti gempa dan lainnya (di area timur).

"Sekitar 30-40 persen diantaranya berada di perairan Provinsi Kepri. Mengingat, perairan Kepri memliki jalur lalulintas lautnya terbilang sangat padat dan ramai. Untuk di Kepri sendiri lebih banyak disebabkan oleh labuh jangkar dan disusul vandalisme," kata Titus.

Ia menjelaskan, operator pemilik kabel laut yang putus tersebut mulai dari Telkom, Indosat, Kominfo hingga Palapa Ring Barat.

Untuk yang melintasi perairan Indonesia, khususnya Kepri lebih dari 5.000 kapal setiap harinya dan semuanya melewati kabel laut. Dimana ada 1.000 dari 5.000 kapal yang melintas tadi, kecepatannya melambat dan kurang dari 2 knot.

"Dan dari 1.000 kapal tadi, ada ratusan kapal yang memang mau 'membuang' jangkar. Dan tidak menyalakan AIS. Oleh karena itu, kami selalu melakukan monitoring dengan maksimal. Sehingga tidak sampai terjadi insiden kabel putus," ujarnya.

Mengingat, jika AIS dinyalakan tentunya dampak putus kabelnya bisa dikurangi dengan hanya melakukan pemantauan sistem.

"Dengan AIS, kita bisa memantau dan menghubungi mereka agar tidak parkir sembarangan. Akan tetapi, ketika AIS-nya dimatikan, kita kehilangan kontrol atas kapal tersebut," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewajibkan penggunaan Automatic Identification System (AIS) pada kapal yang berlayar di perairan Indonesia.

Aturan wajib AIS ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2019 tertanggal 20 Februari 2019. Dan mulai berlaku efektif 20 Agustus 2019 terhadap seluruh kapal yang berlayar di perairan Indonesia, baik kapal konvensi dan non konvensi serta berbendera asing maupun bendera Indonesia.

Automatic Identification System (AIS) adalah perangkat navigasi yang berkembang setelah sistem radar.

AIS sesungguhnya adalah perangkat transceiver, yang mampu secara otomatis memancarkan dan menerima data navigasi (ID kapal dan posisi) melalui sinyal radio Very High Frequency (VHF).

Sebelumnya, IMO menetapkan AIS beroperasi pada frekuensi 161,975 MHz dan 162,025 MHz. Dimana Jangkauan transmisi AIS sekitar 35 mil dengan syarat tidak ada penghalang antara antena pemancar dan penerima.

Sinyal yang dipancarkan oleh AIS dapat diterima oleh kapal yang memiliki perangkat AIS, stasiun darat berupa VTS dan Sistem radio pantai (SROP) dan satelit (AIS Receiver Satellite).

"Untuk itu, kapal-kapal yang berukuran hingga 300 GT ke atas, diwajibkan untuk menyalakan AIS selama berlayar di perairan Indonesia," jelasnya.

Editor: Yudha