Puluhan Perusahaan di Batam Merugi Akibat Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ
Oleh : Putra Gema Pamungkas
Rabu | 12-06-2019 | 17:40 WIB
jadi-raja1.jpg
Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk. (Foto: Putra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Penghentian pelayanan dokumen CK-FTZ oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang sudah berjalan hampir sebulan ini membuat puluhan perusahaan di Batam merugi hingga miliaran rupiah.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, Jadi Rajagukguk saat ditemui di kantornya, Rabu (12/6/2019).

Jadi mengatakan, akibat penerbitan nota dinas Direktorat Jendral Bea dan Cukai nomor ND-446/BC/2019, sebanyak 46 perusahaan di Batam mengalami kerugian yang cukup besar.

"Seperti dari hasil pertemuan dengan puluhan pengusaha, rata-rata setiap perusahaan mengalami kerugian hingga Rp 500 juta pasla diberlakukannya nota dinas tersebut," kata Jadi.

Menurutnya, perusahaan mengalami penurunan pendapat sangat signifikan hingga 60 persen dibanding beberapa bulan sebelumnya.

"Kalau satu perusahaan saja bisa merugi hingga Rp 500 juta, coba saja dikalikan sebanyak 46 perusahaan," ujarnya.

Dirinya mengatakan, penghentian ini berawal dari adanya kajian dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), mengenai perembesan produk rokok sebanyak 2,5 miliar batang rokok senilai Rp 945 miliar pada tahun 2018 lalu.

Hal ini membuat Dirjen Bea dan Cukai melakukan pencabutan pembebasan cukai untuk produk rokok dan minuman beralkohol di kawasan Kota Batam.

"Dari keluhan-puluhan pengusaha tersebut, saya selaku ketua Kadin Batam akan melakukan rapat dengan Dirjen Bea dan Cukai, Heru Prambudi guna menindaklanjuti adanya nota dinas pencabutan pelayanan CK-FTZ untuk wilayah Free Trade Zone (FTZ) Batam," ujarnya tanpa merinci ke-46 perusahaan yang merugi.

Jadi pun mengungkapkan, pertemuannya dengan puluhan pengusaha rokok dan minuman beralkohol ini bukan serta merta hanya membahas kerugian, namun juga membahas peraturan perundang-undangan.

"Intinya pengusaha bukan keberatan dipungut cukai, tapi apa yang sudah ada saat ini kan diatur oleh Undang-undang. Seharusnya undang-undang-nya dulu yang diubah sebelum mengeluarkan kebijakan itu," tutupnya.

Editor: Yudha