Dewan Pers Bentuk Satgas Berantas Media Abal-abal
Oleh : Hendra
Jum\'at | 26-04-2019 | 09:04 WIB
yosep-stanley-AP.jpg
Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Menjamurnya media online dengan beragam tujuan, yang terkadang mulai melanggar kode etik jurnalistik turut menjadi atensi tersediri di mata Dewan Pers.

Hal tersebut disampaikan, Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo saat menghadiri workshop 'Peliputan Pemilih Legislatif dan Pemilihan Presiden Tahun 2019' di Hotel Nagoya Hill, Rabu (24/4/2019) kemarin.

Di hadapan puluhan wartawan yang hadir, dia mengatakan Dewan Pers telah mendirikan satuan tugas (Satgas) untuk membersihkan (menindak) media-media yang tidak profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Di mana atensi utamanya adalah media yang mengatas namakan insitusi pemerintahan dan institusi tertentu seperti BIN, Bayangkara, Buser, KPK dan lainnya. "Seperti ada namanya KPK, logonya sama KPK tetapi kepanjangannya Koran Penyelidik Korupsi, atau BIN, Berita Intelejen Nasional," ujarnya.

Ia berharap, segenap pihak yang ingin membuat media online atau portal berita oline jangan menggunakan nama-nama institusi terkait tersebut. "Kami minta, kalau Anda bikin media namanya yang benar dong," lanjutnya.

Jika kedapatan media berita online melanggar kode etik jurnalistik, Stanley katakan, tindakan yang diambil Dewan Pers tidak tanggung-tanggung, di mana media itu akan langsung di-take down.

"Kasus ini akan dilakukan (ditindak) melalui satgas tersebut," jelasnya.

Saat ini, katanya, terdapat 45 ribu lebih media yang belum terverifikasi, dan sebanyak 2.400 media yang telah terverifikasi. "Satgas ini terdiri dari kepolisian dan Kominfo, fokus utama kita yang aneh-aneh, terutama yang menyalah gunakan nama intitusi, dan telah kita pantau banyak media termaksud yang di daerah-daerah melalui pengaduan dari Pemerintah Daerah (Pemda)," paparnya.

Dalam Satgas tersebut, terdapat pokja pengaduan, hukum dan pendataan. Bersama kominfo Dewan Pers telah memiliki list nama media yang aneh-aneh itu, dan saat ini masih dalam proses pemeriksaan, karena tidak ingin Kominfo salah tekedown.

"Prinsipnya kita menjaga media yang harus dilindungi. Tetapi yang tidak benar akan di tindak. Kita juga berharap pada pejabat maupun masyarakat yang menemukan media tersebut bisa dilaporkan kepada Dewan Pers," terangnya.

Dewan Pers mencatan sudah terdapat 7.000 media yang sudah di takedown sejak tahun 2016, dan pelaporan sejauh ini banyak dari masyarakat dan pejabat yang diadu domba oleh media tersebut.

Editor: Gokli