Jurnalis Harus Jadi Konsiliator Pascapemilu, Bukan Pemicu Konflik
Oleh : Hendra
Rabu | 24-04-2019 | 18:40 WIB
stanly-dp.jpg
Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo menegaskan, jurnalis harus menjadi penengah (konsiliator) pascapemilu 2019 ini, bukan pemicu konflik.

Hal itu disampaikan saat membuka workshop bertemakan 'Peliputan Pemilih Legislatif dan Pemilihan Presiden Tahun 2019' di Hotel Nagoya Hill, Rabu (24/4/2019).

Stanley menjelasan, saat momen Pemilu ini, pers memiliki peranan yang sangat penting. Pasalnya di tengah plus minusnya Pemilu serentak tahun ini, konflik akan sangat rawan terjadi.

"Bahkan pada tahun 2009 dan 2014 di Papua, pembakaran gedung usai Pemilu berlangsung bisa terjadi," ujarnya.

Kepada segenap peserta workshop, yang mayoritas dihadiri wartawan, dia mengatakan Dewan Pers berharap media tidak lagi membuka luka lama perihal tragedi tersebut, tetapi jadilah pengobat (konsoliator) di tengah situasi perpecahan antara dua kubu yang sedang terjadi.

"Seperti kata Gus Salahuddin, harus ada rekonsiliasi," lanjutnya.

Kehadiran dua kubu, yang ditafsir sebagai "Binatang Politik" (Cebong dan Kampret), tidak bisa dipungkiri lagi menciptakan situasi yang cukup mampu menciptakan keresahan dan perpecahan dalam rahim negeri ini.

Stanley mengatakan, bahkan fungsi media sosial tidak lagi seperti awalnya, telah jauh berjalan menuju arah 'Post-Truth' (mencari kebenaran dengan apa yang sesuai dengan diri kita sendiri). Seperti Facebook yang awalnya mempertemukan teman lama atau orang yang telah lama terpisah, namun pada kala Pemilu menciptakan jurang pemisah antar kawan lama kembali terbuka.

"Ini menjadi tugas berat wartawan. Wartawan maupun media harus berupaya menciptakan rekonsiliasi agar semua kembali bersatu. Bahkan tidak hanya itu, rekonsiliasi juga harus dilakukan kepada diri sendiri, yakni berdamai dengan akal sehat," jelasnya.

Ia juga menambahkan, perihal pencoblosan memang telah selesai, tetapi proses masih akan terus berlansung hingga bulan Oktorber. Dia berharap setiap insan jurnalis untuk terus bisa mengawal jalannya proses tersebut, bahkan hingga atau jika adanya sengketa nanti di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Diharapkan media tidak mendorong konflik tetapi menciptakan konsilidasi," ungkapnya.

Menurutnya, hal tersebut bisa dilakukan oleh penggiat pers dengan benar-benar menjaga jati diri sebagai seorang wartawan, tetap berpedomen kepada kode etik, dan aturan perundang-undang.

Stanley juga menyadari, saat ini banyak kendala pada seorang wartawan, terutama perihal kesejahteraan ketika menjalankan tugas. Namun dia katakan, bagi media yang telah terverifikasi Dewan Pers, semua itu telah diatur, seperti pembayaran upah wartawan yang mana harusnya sesuai standar upah minimun provinsi (UMP).

"Kalau itu tidak dilaksanakan silakan dilaporkan, kita bisa saja mencabut (izin)," pungkasnya di hadapan puluhan wartawan dari beragam media di Provinsi Kepri yang hadir mengikuti workshop.

Editor: Gokli