Nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika Saat Ini Telah Tereduksi Sistem Kapitalisme
Oleh : Nando
Kamis | 07-03-2019 | 14:04 WIB
nabil_ilar_baru_mar.jpg
Anggota DPD RI Muhammad Nabil saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar kepada Forum RT-RW Kelurahan Buliang di Hotel Merlion Kota Batam

BATAMTODAY.COM, Batam - Senator Muhammad Nabil, Anggota DPD RI asal Kepulauan Riau (Kepri), mengatakan, semboyan Bhineka Tinggal Ika mampu merajut nilai-nilai kebangsaan dalam perbedaan. Sebab, Bhinneka Tunggal Ika telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan negara Indonesia.

Hal itu disampaikan Nabil saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar kepada Forum RT/RW Kelurahan Buliang di Hotel Merlion Kota Batam pada 30 Januari 2019 lalu.

Menurut Nabil, semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke XIV (1350-1389).

"Semboyan ini yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dan pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keanekaragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian," kata Nabil.

Bhinneka Tunggal Ika, lanjutnya, telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan negara Indonesia, dan juga memberikan nilai-nilai inspiratif dalam berjuang bersama melawan bangsa penjajah.

Pada 17 Oktober 1951 pemerintah Indonesia menetapkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.66 Tahun 1951 dan diundangkan pada 28 Oktober 1951 sebagai lambang negara Indonesia.

Pada perubahan kedua UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan yang terdapat dalam lambang negara, dan tercantum dalam pasal 36A UUD 1945 yang berbunyi: 'Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika'.

"Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik yang merupakan suatu asas pengakuan adanya kemajemukan bangsa yang dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras," katanya.

Bukti bahwa Indonesia hidup dalam keberagaman adalah terlihat pada jumlah 1340 suku di Indonesia, sekitar 746 bahasa daerah, dan 6 agama resmi serta berbagai kepercayaan lainnya.

Akan tetapi pada realitanya, konsep kebhinnekaan tersebut di atas sangat berkontradiksi dengan kehidupan bangsa Indonesia pada masa orde lama, orde baru, reformasi sampai sekarang.

Sejarah persatuan Indonesia dalam kebhinnekaan telah direduksi sedemikian rupa dengan sistem kapitalisme oleh elit politik borjuis (penguasa) pada waktu itu untuk kepentingan politik semata.

"Sehingga sejarah Indonesia yang terdengar selama ini tidak seutuhnya, seolah-olah Indonesia telah hidup aman dan damai dalam keberagaman sesuai semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika yang juga merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia.

Editor: Surya