Kisah dari Selatan Batam

Mengenal Kampung Tua Tiangwangkang, Tempat Suku Laut Mulai Tinggalkan Lautan
Oleh : Hendra Mahyudy
Minggu | 03-03-2019 | 17:04 WIB
kampung_tua_suku_laut.jpg
Kampung tua Tiangwangkang, asal mula Suku Laut yang terletak berada di selatan Pulau Batam (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kampung Tua Tiangwangkang, menurut letak geografisnya persis berada di selatan Pulau Batam. Tepatnya sebelum Jembatan Raja Fisabilillah, atau yang dikenal dengan Jembatan I Barelang. Mayoritas warga kampung tua ini adalah anak-anak dari keturunan suku sampan atau yang dikenal juga dengan Suku Laut.

Menurut sejarahnya, Suku Laut merupakan sang petualang bahari di wilayah Kepulauan Riau, yang konon hidupnya hanyalah di atas perahu sampan yang mereka punya. Dan hanya menepi ke daratan pada waktu tertentu.

Amos, salah seorang Ketua RT Kampung Tua Tiangwangkang, yang juga merupakan anak dari Bapak Anton, Suku Laut yang sangat dituakan di kampung tersebut, mengatakan, awal mulanya di kampung tua itu hanya dihuni oleh 7 kepala keluarga (KK), yang ada hubungan kekerabatan dengan suku laut lainnya di Kepri.

"Namun seriring waktu, sekarang kami di sini telah ada sekitaran 65 kepala keluarga, keturunan anak suku laut yang sudah menetap di pesisir pantai ini," ujarnya, pekan lalu.

Kepada pewarta ia juga menjelaskan, asal mula namanya Kampung Tua Tiangwangkang ini. Di mana itu semua sempena pada pada tahun 1949, saat sebuah perahu milik warga Tionghoa berlabuh di daratan kampung tersebut.

"Cerita awalnya dari orang tua kita seperti itu, saat kapal milik Tionghoa yang bernama Tiangwangkang berlabuh di kampung ini," jelasnya.

Semetara itu, saat pemerintah mulai melakukan pemekaran dan orang-orang suku laut telah mulai menetap di pesisir daratan, merekapun memulai usaha dapur arang sebagai mata pencaharian dan perlahan mulai meninggalkan kebiasaan hidup di lautan. Jika ada, itu hanya pada waktu tertentu, seperti berburu ikan menggunakan alat serupa tombak tradisional yang mereka punya.

Hingga saat ini, mayoritas anak keturunan Suku Laut sudah banyak yang masuk sekolah, dan mereka sebelumnya juga telah mulai memeluk agama-agama yang diresmikan oleh negara dan meninggalkan kepercayaan leluhur mereka serupa animisme.

"Dahulu kabarnya, leluhur kita menganut aliran kepercayaan aninisme. Menyembah tanjung yang biasanya ditandai dengan bendera kecil bewarna kuning," ungkapnya

Kecemasan tersendiri Amos, sejauh ini hanyalah perihal kebudayaan mereka yang seiring waktu semakin tergerus zaman. Kendati ia bahagia anak-anaknya telah mulai sekolah dan bahkan ada yang telah sarjana.

Namun ia punya harapan serta keinginan, kelak agar pemerintah Kota Batam, mulai memikirkan untuk menjadikan kampung tua Tiangwangkang sebagai pusat destinasi budaya, di mana kebudayaan dan ciri khas anak suku laut bisa kembali ditampilkan kepada para wisatawan,di tengah akulturasi tiga aliran kepercayaan yang berkembang di kampung mereka yakni, Kristen, Muslim dan Budha.

"Tidak ada lagi yang berusaha mewariskan kebudayaan Suku Laut. Bahkan bahasa tutur kitapun hanya kaum tua saja yang memakainya. Sementara keturunan kita sudah mulai melupakan," pungkasnya.

Editor: Surya