Memupuk Asa dari Puing-puing Bencana Angin Puting Beliung
Oleh : CR-1
Senin | 05-11-2018 | 20:04 WIB
junaris-korban.jpg
Jumaris, bersama keluarganya menatap puing-puing rumah mereka yang dihantam angin puting beliung di Pulau Pecong, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Duduk merenung bersama keluarga, Junaris (40) menatap rumah yang porak-poranda di hantam angin puting beliung. Bencana yang datang tanpa permisi itu sekejap mata menghancurkan rumah yang telah 10 tahun dia miliki.

"Kendati begitu, hidup harus terus dilanjutkan," ujarnya, mengawali perbincangannya dengan BATAMTODAY.COM, Senin (5/11/2018) di Pulau Pecong, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam.

Walau pelbagai kenyataan pahit menghantam, bagi Junaris yang merupakan penduduk asli Pulau Pecong ini, marahnya alam adalah pertanda bahwa semesta masih mencintai mereka. Tak ada alasan untuk larut dan berkeluh kesah. Di antara derita selalu ada peluang hidup untuk kembali bangkit dan terus berusaha.

Bencana pada Minggu (05/11/2018) siang itu menghancurkan puluhan unit rumah warga. Musibah ini semakin memperkokoh kesadaran Junaris bahwa ada kekuatan besar di luar kendali manusia yang mampu menciptakan segalanya.

"Inilah kekuatan Tuhan, mas," ucap Junaris memahami kaidah kehidupan.

Meski bencana itu sekarang sudah reda, namun puing-puing bangunan rumah masih tersisa dan sampan yang menjadi alat sumber mata pencarianya sehari-hari juga ikut sirna.

Bahkan ada juga rumah warga yang ambruk hingga ke laut dan salah seorang penghuninya ikut terbawa. Ada juga yang tinggal kerangka atau pondasi sedangkan atap dan dinding kayu itu telah hilang dibawa angin besar.

"Kasihan, Ashari (48) itu rumahnya ambruk dan dia ikut jatuh ke laut terbawa rumah. Sedangkan rumah saya sekarang hanya tinggal di dalam ingatan, mas," katanya, sembari tersenyum menyamarkan kesedihan.

Kendati begitu, dengan tekat dan niat yang kuat, dia ingin kembali membangun rumah tersebut. Baik dengan bantuan atau tanpa bantuan pemerintah. "Inilah sekarang sisa-sisa rumah saya, besar harapan saya ada bantuan dari pemerintah, namun jika tidak ada, mau tak mau rumah ini harus saya bangun kembali," akunya dengan semangat.

Semua orang pasti mendambakan kenyamanan, begitu juga dengan rumah yang merupakan istana setiap keluarga. Meskipun rumahnya sederhana, namun bagi Junaris itulah tempat dia melepas lelah selepas melaut mencari ikan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

"Harapan saya hanya bisa secepat mungkin memiliki sampan dan rumah lagi, karena hidup kami nelayan bersumber dari itu," harapnya.

Perihal bencana ini, Junaris kembali mengingat runtutan kejadiannya. Saat itu dia sedang bekerja memperbaiki rumah mertuanya di RT02 pada pukul 14.00 WIB dan perlahan hari mulai gelap. "Dan tau-taunya puting beliung itu datang," kenangnya.

Angin tersebut berputar dan membentuk lingkaran besar dari arah Kampung Batu Keling RT05, lalu ada tetangganya datang mengabarkan bahwa rumahnya telah hancur terkena dampak puting beliung. "Sampan saya juga habis (hancur)," jelasnya sembari menunjuk sisa-sisa kayu sampan tersebut.

Untung saja saat itu Ratna Dewi (39), istri Junaris sedang tidak berada di dalam rumah, sehingga tidak terjadi apa-apa kepada istrinya, hanya rumah saja yang rusak.

Junaris mengatakan, puting beliung ini berawal dari angin timur yang berasal dari Pulau Jalo bagian atas Pulau Pecong, dan juga sebenarnya sudah sering terjadi di daerah itu angin kencang, dalam 1 tahun, dua-tiga kali. "Tetapi paling teruk (parah) yang kemarin," ingat Junaris.

Kejadian kemarin itu hanya sekejab mata, angin datang lebih kurang sekitar 10 menit dan langsung meluluh-lantahkan puluhan rumah. "Puluhan rumah kebawa arus puting beliung dan ada penghuni rumah langsung jatuh ke laut, ada juga ibu hamil namanya Ning dengan kedua anaknya yang ikut terjatuh, sedangkan rumah mereka terbang dibawa angin besar tersebut," tutup Junaris.

Editor: Gokli