Pandangan Internasional Atas Kesejahteraan Rakyat Indonesia
Oleh : Redaksi
Kamis | 01-11-2018 | 11:16 WIB
ilustrasi-kesejahteraan.jpg
Ilustrasi kesejahteraan. (Foto: Ist)

Oleh Norah C

MENJELANG pemilu 2019, suhu perpolitikan Indonesia mulai memanas. Aksi saling serang, mulai dari sindiran hingga celaan tidak hanya dilakukan para pendukung dan para tokoh politik lewat media sosial. Ujaran kebencian juga dilakukan sejumlah pihak dengan meretas situs lawan politiknya. 

Namun perlu diingat bahwa kita adalah bangsa Indonesia yang demokratis dan bermartabat. Jangan sampai timbul gejolak, apalagi hal yang bisa mengganggu kedamaian bangsa akibat suhu politik yang semakin memanas.

Hadirnya 2 Capres pada Pilpres 2019 menyebabkan dinamika politik yang tinggi. Keduanya ingin mendapatkan kekuasaan tertinggi di Indonesia. Sehingga masyakat Indonesia ada menyebut dirinya sebagai Pro Jokowi untuk Paslon 01 dan Pro Prabowo untuk Paslon 02. Setelah beberapa minggu memasuki masa kampanye, kedua Paslon terlihat sudah mulai bergerak melakukan kampanye yang katanya secara damai dan sudah di deklarasikan.

Namun pada kenyataannya banyak juga bentuk kampanye yang tidak sesuai aturan yang sampai terlihat dimata publik. Berbagai macam isu yang dilontarkan masing-masing paslon untuk menyerang paslon lain. Isu yang dilontarkan dengan berdasarkan fakta dilapangan tidak menjadi masalah. Namun banyak isu yang tidak memiliki dasar alias hanya hoax untuk memperkeruh suasana menjelang pemilu 2019.

Diantara isu yang tersebar di masyarakat, isu yang paling berkembang saat ini adalah masalah perekonomian Indonesia yang diberitakan pada media online sedang dalam keadaan tidak baik. Bukan hanya masyarakat Indonesia, negara-negara yang memiliki kepentingan di Indonesia tentunya akan melihat perkembangan dinamika perpolitikan di Indonesia.

Dilansir dari laman berita.co, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani mengatakan sejauh ini Presiden Jokowi telah menunjukkan kinerjanya dalam bidang ekonomi. Jokowi adalah seorang yang action oriented, memahami masalah ekonomi beserta solusinya, dan sudah melakukan upaya yang solutif dalam memecahkan masalah perekonomian.

Kekuatan dari perekenomian tidak serta merta bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat Indonesia sendiri, namun sampai saat ini Indonesia masih membutuhkan bantuan dari Tenaga Kerja Asing (TKA) dengan kriteria yang sudah ditetapkan sesuai dengan Perpres Nomor 20 Tahun 2018. Dibawah pemerintahan Jokowi, Indonesia bisa disebut sebagai negara yang layak untuk investasi. Fakta dan data tersebut berasal dari lembaga pemeringkat Fitch Ratings.

Penilaian positif juga datang dari Bank Dunia yang menyebutkan proyeksi ekonomi Indonesia tetap positif. Hal ini didorong oleh konsumsi swasta dan pemerintah yang lebih kuat. Selain itu event Internasional yang dilaksanakan di Bali sebagai ajang untuk menunjukkan kekuatan Indonesia di mata dunia juga mendapatkan pujian.

Dilansir dari laman tribun.news, Managing Director International Monetary Fund (IMF), Christine Lagard mengakui gejolak perekonomian global yang saat ini terjadi, karena imbas kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat diluar prediksi awal IMF. Namun, di tengah gejolak ekonomi, Lagarde memuji pertumbuhan perekonomian Indonesia yang terus meningkat, meskipun ada hambatan perekonomian global, karena Indonesia mampu menerapkan kebijakan fiskal maupun moneter.

Bukan hanya mementingkan pengakuan Internasional, kepentingan dari masyarakat Indonesia juga tidak boleh dilupakan oleh pemerintah. Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan kepemilikan asing yang berlebihan terhadap pengelolaan sumber daya alam, sektor keuangan/perbankan yang dikuasai oleh perusahaan asing, telekomunikasi, bahkan ekonomi digital melalui online pun mulai dikuasai perusahaan asing.

Kita kehilangan kedaulatan ekonomi karena cabang-cabang ekonomi yang penting bagi negara tidak kita kuasai. Kebijakan Presiden untuk mengembalikan tambang emas Papua dari tangan PT Freeport dan Blok Rokan yang dikuasi Chevron merupakan satu bentuk kepedulian kepada masyarakat Indonesia untuk bisa mengolah Sumber Daya Alam (SDA) sendiri dengan harapan dapat memakmurkan masyarakat. Kebijakan Presiden tersebut sesuai dengan isi dari Pasal 33 dan 34 UUD 1945.

Pengamat Ekonomi Faisal Basri menyebutkan Investasi asing yang masuk ke Indonesia juga tidak serta merta membuat kekuatan ekonomi asing dapat menguasai perekonomian nasional Indonesia. Penanaman modal langsung (foreign direct investment/FDI) Indonesia relatif kecil.

Persentase rata-rata penanaman modal asing langsung di Indonesia terhadap total PMTB pada kurun 2005-2016 berkisar antara 5,6 persen dan 5,7 persen. Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya angka ini masih lebih kecil di banding Malaysia yang persentase rata-rata FDI terhadap total PMTB untuk periode yang sama berkisar antara 13,6 persen dan 14 persen.

Sementara Vietnam bahkan lebih besar lagi, yakni 20,4 persen dan 23,2 persen. Bank Dunia juga menyebutkan edisi September 2018 pertumbuhan juga didukung oleh investasi yang kokoh, inflasi stabil dan pasar tenaga kerja yang kuat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan 5,2% tahun ini juga pada 2019. Pengakuan tersebut menunjukkan suatu keberhasilan Presiden dalam melakukan manajemen, baik keluar negeri maupun dalam negeri dengan tujuan mensejahterakan rakyat Indonesia.*

Penulis adalah Pemerhati Masalah Ekonomi