Diadili karena Tak Punya Jaminan Pengembalian Dana

Pria Tak Lulus SD Jadi Korban Anomali Sistem Bank Sinarmas Batam
Oleh : Gokli
Jumat | 05-10-2018 | 10:52 WIB
zainal-korban.jpg
Empat saksi dari Bank Sinarmas cabang Batam saat diperiksa majelis hakim. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Bank Sinarmas cabang Batam yang mengalami anomali sistem (gangguan) sekitar dua minggu, akhirnya menyeret seorang pria tak lulus SD, Hendri Zainal Abidin, untuk duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Pria yang disebut tak lancar baca tulis itu didakwa melakukan pencurian melalui transaksi elektornik, menggunakan kartu ATM Bank Sinarmas, milik Hendri Zainal Abidin. Bank tersebut menyatakan mengalami kerugian sebanyak Rp110.244.675, yang semuanya dibebankan kepada terdakwa.

Dalam persidangan pada Kamis (4/10/2018) sore, jaksa penuntut umum Frihesti Putri Gina, menghadirkan empat orang saksi dari pihak Bank Sinarmas cabang Batam, masing-masing Albert, Toni, Irin dan Roslina selaku Kepala Cabang Batam.

Dikatakan Roslina, terdakwa merupakan nasabah Bank Sinarmas yang bekerja di Malaya Cafe. Di mana, Malaya Cafe melakukan kerja sama dengan Bank Sinarmas untuk pembayaran gaji, semua karyawannya.

"Karyawan Malaya Cafe merupakan nasabah Bank Sinarmas cabang Batam," ujar Roslina, di hadapan majelis hakim Martha Napitupulu, Renni Pitua Ambarita dan Egi Novita.

Pada Juli lalu, sambung Roslina, Bank Sinarmas mengalami anomali sistem, sehingga nasabah bisa menggunakan kartu ATM untuk transaksi meski uang dalam rekening tabungan nasabah itu tidak ada. "Anomali sistem berlangsung selama dua minggu, para nasabah bisa melakukan transaksi dengan cara menggesek kartu debit (ATM) di mesin EDC (Electronic Data Capture). Sistem saat itu tidak dapat membaca saldo yang ada di rekening nasabah," kata dia.

Setelah sistem pulih, sambung Roslina, pihaknya melacak ada sejumlah transaksi yang mengakibatkan dana Bank Sinarmas berkurang. Sedikitnya, 25 karyawan di Malaya Cafe tercatat melakukan transaksi eletronik menggunakan kartu ATM untuk berbelanja, salah satunya terdakwa.

"Dari 25 karyawan Malaya Cafe itu, hanya terdakwa yang tidak bisa mengembalikan atau mengganti kerugian Bank Sinarmas dengan total Rp110.244.675," imbuh Toni, Manager Bisnis Bank Sinarmas.

"Belasan karyawan lainnya itu juga menggunakan menggunakan dana Bank Sinarmas, bakan mencapai puluhan sampai ratusan juta. Namun, mereka mau mengembalikan dan membuat surat penjanjian untuk mencicil, sedangkan terdakwa tidak bisa," tambahnya.

Penjelasan para saksi ini sempat membuat majelis hakim marah. Bahkan, setelah diketahui bahwa terdakwa bukan pelaku utama atau orang pertama yang mengetahui anomali sistem Bank Sinarmas.

"Harusnya orang pertama yang melakukan transaksi itu dijadikan terdakwa atau sekalian yang 25 orang itu. Jangan karena sudah mampu membayar atau mencicil, masalah hukum jadi selesai. Itu salah. Karena terdakwa ini tak mampu mengembalikan jadi kalian penjarakan, padahal sistem kalian yang eror," kesal Renni, hakim anggota yang mengadili dan memeriksa perkara itu.

Memang, terdakwa mengetahui bisa melakukan transaksi belaja dengan ATM tanpa adanya saldo, pertama sekali dari rekannya Linda Wati, kemudian informasi itu beredar luas di kalangan karyawan Malaya Cafe.

"Saya dikasih tahu, bisa belanja pakai ATM Bank Sinarmas meski saldo tak ada di dalam rekening. Saya coba ternyata bisa, mengenai sistem eror saya tak mengerti," ujar terdakwa dengan sangat polos.

Masih kata terdakwa, hal yang sama juga dilakukan rekan-rekannya sesama karyawan Malaya Cafe. Hanya saja, sejumlah barang yang dia beli menggunakan ATM Bank Sinarmas dijual kembali, karena untuk melakukan penarikan uang langsung tidak bisa.

"ATM itu hanya bisa belanja, kalau menarik uang cas tak bisa," kata terdakwa, saat ditanyai majelis hakim, bagaimana terdakwa mencuri uang Bank Sinarmas, sesuai surat dakwaan jaksa penuntut umum.

Pun diakui terdakwa, setelah hal itu terungkap sudah mengembalikan uang Rp21 juta kepada Bank Sinarmas. Namun, sebagai jaminan pengembalian sisa uang tersebut tidak ada yang bisa dia lakukan.

"Saya memang mau mencicil uang itu yang mulia, makanya saya kembalikan Rp21 juta, karena itu yang ada. Untuk jaminan sertifikat rumah atau kendaraan saya tak punya, makanya saya dipenjarakan," kata terdakwa.

Setelah mendengar keterangan saksi dan terdakwa, majelis hakim menunda sidang satu pekan. Di mana, pada persidangan berikutnya, dijadwalkan pria yang didakwa melanggar pasal 362 jo 64 ayat (1) KUHPina itu akan mendengar pembacaan surat tuntutan dari jaksa.

Editor: Dardani