Pengusaha Hiburan di Batam Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Pajak
Oleh : Irwan Hirzal
Sabtu | 08-09-2018 | 13:09 WIB
happy-puppy-fredy1.jpg
Fredy, pemilik usaha karaoke Happy Puppy. (Foto: Irwan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pengusaha hiburan di Batam merasa terbebani dengan kenaikan pajak hiburan hingga 35 persen sejak Maret 2018 lalu. Pengusaha meminta agar pemerintah menunda kenaikan pajak tersebut.

Kenaikan pajak 35 persen dikenakan pada usaha diskotek, karaoke dan sejenisnya. Juga tarif pajak panti pijat dan sejenisnya.

Fredy, pelaku usaha karaoke Happy Puppy, mengaku masih tidak percaya pemerintah dengan gampangnya menaikan pajak hiburan hingga 100 persen lebih. Dia pun meninta pemerintah meninjau ulang kebijakan ini, karena tidak mendukung iklim investasi yang kondusif.

"Kita sebenarnya tidak keberatan dengan kenaikan pajak dari 15 persen ke 35 persen. Karena dengan pajak akan meningkatkan infrastruktur daerah. Tapi kalau kenaikan terlalu tinggi tidak profesional untuk pengusaha," ujar Fredy Jumat (8/9/2018).

Menurutnya kenaikan pajak tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Kepri khususnya Batam masih belum pulih, grafiknya. Kenaikan tarif pajak akan menjadi beban bagi kegiatan usaha hiburan malam. Pasalnya, biaya operasional tidak sebanding dengan pemasukan.

"Seharusnya kenaikan pajak mengikuti perkembangan ekonomi. Saat ini ekonomi kita masih di situ aja. Kemudian pajak naiknya lebih dari 100 persen. Kita merasa kurang propesional untuk usaha. Karena usaha karaoke bukan menjadi kebutuhan utama masyarakat. Karaoke adalah kebutuhan tambahan, dimana orang membutuhkan hiburan. Jadi kita hadir untuk memenuhi kebutuhan itu," ujarnya.

Saat ini para pengusaha khsusnya karaoke masih terus berkomunikasi dengan Pemerintah Kota (Pemko) Batam melalui Dinas Pedapatan Daerah (Dispenda). Namun sejauh ini belum ada respons baik dari pemerintah untuk melakukan penundaan. Padahal beberapa kali pengusaha melakukan perundinga bersama Dispenda Batam.

"Kalau pemerintah masih belum melakukan penundaan akan ada usaha karaoke tutup. Pada tahun ini saja kalau tidak salah, ada dua karaoke tutup. Satu karaoke nasional dan satu lagi lokal. Bagaimanapun Batam sudah dicanangkan sebagai kota pariwisata oleh pemerintah pusat. Tapi kalau kondisi seperti ini lambat laun usaha karaoke akan mati," ungkapnya.

Ia juga mengkhawatirkan kondisi perekonomian pada tahun politik 2019 mendatang. Dimana pada tahun tersebut, ekonomi masyarakat tidak menentu. Tentunya kebutuhan hiburan karaoke seperti ini dengan mudah masyarakat akan meninggalkannya.

"Ini yang membuat kita khawatir menjalankan oprasional kedepanya, apabila tidak ada tanggapan yang nyata dari pemerintah. Saya mengharapkan pemerintah mengkaji ulang agar kenaikan pajak bisa ditunda. Kita bukan tidak memberikan semangat peran pemerintah dalam pembangunan daerah. Tapi kan kenaikan bisa dilakukan secara bertahap. Kita lihat pajak restoran masih berada di 10 persen, tidak ada kenaikan," paparnya.

Ia juga menambahkan tempat karaoke yang berada diskotik atau kelas eksekutif dengan karaoke family sangat lah berbeda. Diantaranya dalam menjalankan oprasional, terutama dari segi harga sangat berbeda.

"Kita bandingkan saja dengan harga aqua di karaoke eksekutif denga kita, secara otomotif sudah beda. Ini juga akan menimbulkan efek ketidakadilan pemerintah kepada pelaku usaha. Tapi yang kita inginkan bukan masalah perbedan antara karaoke eksekutif dan kita. Poinnya adalah kenaikan pajak tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.

Editor: Yudha