Perjalanan Panjang Ali Fauzi Manzi Tinggalkan Kelompok Radikal
Oleh : Fredy Silalahi
Jum'at | 02-09-2016 | 16:50 WIB
Ali-Fauzi-Manzi1.jpg

Ali Fauzi Manzi saat menjadi narasumber di Rakor Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Anambas yang digelar di aula Hotel Terampa Beach, Jumat (2/9/2016).

BATAMTODAY.COM, Anambas - Ali Fauzi Manzi yang saat ini menjadi pengamat bom dan terorisme, awalnya bergabung dengan NII pada tahun tahun 1991. Ali Fauzi Manzi masuk anggota NII di Malaysia baiat kepada Ust Abdul Halim dan Ust Abu Shomad. Dia juga menjalani baiat kedua pada tahun 1994 dengan bendera JI bersama Dr Azhari, Nordin M Top dan lain-lain.

Pada tahun 1994, Ali Fauzi dikirim Hambali (tahanan Guantanamo) masuk Akademi Militer Moro (MILF) selama 3 tahun, untuk belajar navigation and map reading, weapon training, taktik infantru dan field engineering.

Sejak 1997, dia menjadi anggota spesial elite force for demolation and land mines MILF. Dan pada tahun 1998, Ali pulang dari Malaysia ke Indonesia menunggu tugas berikutnya. Sejak tahun 1999, Ali Fauzi Manzi menjabat sebagai kepala instruktur (field engeneering) perakitan bom jamaah islamiah wakalah Jawa Timur.

Pada tahun 2000, Ali menjabat kepala ‎instruktur pelatihan militer milisi Ambon dan Poso, juga melatih milisi nusantara. Tahun 2003, Ali menjabat kepala camp militer pawas Mindanao Philipina Selatan yang dihuni oleh para DPO Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Sejak tahun 2002, Ali berangkat ke Mindanao mendirikan camp pelatihan militer bersama Abdul Mati, Omar Patek, Marwan Malaysia, Muawiyah Singapura.

Pada tahun 2004, Ali ditangkap oleh Polisi Nasional Philipina (PNP) dan menjalani kehidupan di penjara wilayah Cotabato. Dan pada tahun 2006, dia dipulangkan ke Indonesia dalam keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit di Jakarta oleh Satgas Bom Mabes Polri. Sejak tahun 2007, dia masuk dalam pembinaan Mabes Polri.

Ali Fauzi Manzi yang menjadi narasumber di Rakor Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Anambas yang digelar di aula Hotel Terampa Beach, Jumat (2/9/2016), menceritakan, bahwa tujuan utama masuk dalam organisasi radikal adala untuk menenggelamkan Indonesia dari peta. Pasalnya, manusia yang berada di Indonesia tidak punya keadilan.

"Teroris menginginkan adanya negara yang pure dengan Undang-undang Dasar Islam. Indonesia banyak umat muslimnya, sehingga mereka (kelompok teroris) ingin UUD Islam itu disahkan, dan mereka ingin membuat sebuah tatanan negara dan mencita-citakan kekhilafan yang ada, seperti di Turki,"‎ ujarnya.

Ali juga menambahkan, motivasinya sehingga dapat merubah pikiran, dan berani melawan kelompok terorisme, setelah tertangkap di Philipina dan dipulangkan ke Indonesia dengan keadaan sakit.

"Awalnya ketika saya diserahkan ke pihak Kepolisian di Jakarta, saya sudah berpikiran negatif kepada polisi itu. Pikiran saya pasti akan dipukuli, disiksa dan segala macam. Namun yang terjadi, ketika saya sakit polisi itu merawat saya hingga sembuh, Malai dari situ pikiran saya semakin terbuka, kalau polisi itu bukan sejahat yang saya pikirkan," katanya.

"Ketika saya sudah sembuh, saya diajak diskusi oleh polisi itu tentang kelompok terorisme‎. Dan pikiran saya terbuka bercerita dengannya. Dan saya sudah menganggap dia (polisi) kakak s‎aya. Dan di saat ada kesempatan, saya kembali ke Malaysia untuk mengambil nilai-nilai S1. Kementrian Agama menyuruh saya untuk mengambil S2 Magister Studi Islam UMS Surabaya 2011," tuturnya lagi.

Setelah masuk ke UMS, lanjut Ali, dirinya semakin sibuk untuk membuat makalah tentang islam, sehingga pikiran untuk kembali ke organisasi radikal itu hilang dengan sendirinya.

Semenjak kuliah mengambil S2, saya semakin sibuk untuk membuat makalah. Saya sampai keluar negeri untuk membuat makalah itu. Setelah membuat makalah, saya langsung disuruh untuk presentasi," jelasnya.

Dia menegaskan, pikirannya untuk melawan kelompok teroris semakin terbuka setelah dirinya bertemu dengan beberapa orang yang terkena dampak bom yang dirakit oleh teman-temannya.

"Saya terkejut saya bisa mengubah pandangan dan amarah saya hanya dalam satu tahun. Yang membuat saya semakin terbuka, yakni ketika membuat makalah di Irlandia saya bertemu dengan seseorang yang terkena bom. Tubuhnya sudah tidak lengkap lagi. Ketika saya tanya, dia menjawab, bahwa dia kena bom yang dirakit teman saya," tuturnya.

"Kemudian saya bertemu dengan seorang Ustad, dia bercerita ketika dia membawa istrinya yang tengah hamil 8 bulan. Namun ketika di perjalanan mereka terkena bom. Untung mereka masih selamat. Bayi di kandungan itu keluar, tetapi ibunya tidak bisa diselamatkan. Itu lah yang menggugah hati saya, agar lebih berani melawan teroris. Itu juga yang membuat saya sedih, orang yang tidak bersalah terkena imbasnya," ujar Ali.

Ali juga menyinggung, semenjak mengalami perubahan, dia pernah mendapat ancaman dari bekas teman-teman seperjuangannya.

"Pernah saya dapati bungkusan di depan rumah. Saya pikir itu dari tetangga, ternyata di dalamnya ada bom. Saya langsung membawa ke rumah dan mematikannya denga alat seadanya. Saya juga langsung menghubungi pihak kepolisian," kisahnya.

"Saya mengapresiasi Irlandia dan New Zealand, yang ‎begitu menjunjung tinggi nilai-nilai islam, saya lebih suka kesana. Oleh karena itu, saya semakin terinspirasi dan bangkit melawan kelompok terorisme. Saya juga mengajak semua elemen masyarakat agar membantu TNI/Polri untuk melawan teroris itu," tegasnya.

Editor: Dardani