Menteri Baru Kebijakan Baru

Kadisdik Anambas Tegaskan Tak Ikuti Kebijakan Full Day School
Oleh : Fredy Silalahi
Selasa | 16-08-2016 | 11:26 WIB
ilustrasi-full-day-school.jpg

Ilustrasi ful day school (Sumber foto: netz.id)

BATAMTODAY.COM, Anambas - Kebijakan Kurikulum 2013 yang digagas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Anies Baswedan dengan tujuan  membangun karakter siswa-siswi, belum merata diterapkan di Kabupaten Kepulauan Anambas.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kepulauan Anambas, Herianto mengatakan, disamping akreditas sekolah belum mencukupi, tenaga pengajar juga belum terlatih menggunakan kurikulum 13. Sehingga beberapa sekolah di Anambas masih menggunakan kurikulum 2006.

"Tahun depan mungkin sudah bisa diterapkan secara merata dan menunggu itu kami akan melatih tenaga pengajar untuk memahami kurikulum 13. Sudah ada beberapa sekolah diterapkan kurikulum 13, namun sekolah yang akreditasnya masih C belum bisa diterapkan," ujar Heri, Selasa (16/08/2016).

Heri juga mengkhawatirkan kebijakan Kemendikbud yang dijabat Muhajir. Pasalnya, kurikulum 13 belum merata namun sudah mengeluarkan kebijakan Full Day School. Menurut Heri, meskipun kebijakan itu dikeluarkan, Anambas tidak akan menerapkannya. Yang menjadi alasan yakni fasilitas sekolah belum memadai dan daya anak untuk merekam pelajaran juga masih lemah.

"Setiap Menteri baru, ada aja kebijakan baru keluar, karena Menteri baru‎ malu menjalankan semua kebijakan Menteri lama. Setiap Menteri baru memiliki pola pikir untuk membuat kebijakan baru, tanpa mempertimbangkan daerah," katanya.

"Fasilitas sekolah di Anambas juga tidak memadai, bahkan ada beberapa sekolah kekurangan lokal, sehingga sistem belajarnya masuk pagi dan siang. Kita tinggal di daerah kepulauan dan siswa banyak yang dari pulau. Sementara kita juga kekurangan transportasi, bagaimana mau menerapkan Full Day School itu. Walau bagaimanapun, Anambas tidak akan menerapkan itu," tegasnya.

Heri menambahkan, anak juga perlu beradaptasi di luar sekolah, sehingga pemikirannya berkembang. Kalau diterapkan Full Day School, yang ada anak makin jenuh dan makin malas sekolah.

"Coba lah kalau kita memiliki fasilitas yang memadai, tentu anak juga betah belajar. Jangan disamakan di luar negeri. Kalau pendidikan disamakan dengan luar negeri, siapkan tenaga pengajarnya dan dukung fasilitasnya. Anak tidak boleh dipaksa, jaman sekarang makin dipaksa yang makin nakal," terangnya.

Sebelumnya, ‎wali murid keberatan jika diberlakukannya Full Day School. Salah seorang wali murid SDN 001, Nur, mengaku keberatan juga jika diberlakukan Full Day Shcool. Pasalnya,dia meyakini anaknya tidak mampu untuk belajar selama 10 jam.

"Saya keberatanlah, saya pasti tahu gimana kemampuan anak saya. Jika belajar selama 10 jam,anak-anak pasti gampang jenuh. Ini arahnya pemerintah ingin menyamakan pendidikan di luar negeri.  Di luar negeri ya pasti bisa lah, karena pendidikannya memang berkualitas, infrastrukturnya juga memadai‎ dan tenaga pengajarnya profesional semua," terangnya.

"Di luar negeri seperti Malaysia tentu bisa,lagian di sana biaya untuk pemenuhan gizi (daging dan susu) sangat murah‎. Sementara di Indonesia ini semua serba mahal. Pemenuhan untuk gizi anak belum tentu terpenuhi, bila diberikan beban yang banyak anak tak mampu menerima semua," tambahnya lagi.

Dia pun menegaskan, bila ingin menyamai pendidikan di luar negeri, maka benahi infrastruktur sekolah, sehingga anak-anak betul nyaman berada di sekolah dan terpenting harga sembako di Indonesia murah dan dapat dijangkau semua masyarakat.

"Iya, buat dulu seperti di luar negeri sana, ruang belajar nyaman, tenaga pengajar dibenahi, tentu anak-anak betah. Dan yang paling utama, harga daging dan susu serta buah-buahan dapat diatur sehingga dapat dijangkau masyarakat kecil, karena itu memenuhi gizi anak-anak," tegasnya.

Editor: Udin