Utamakan Kualitas, Galangan Kapal Kayu di Anambas Masih Jadi Primadona
Oleh : Fredy Silalahi
Sabtu | 25-11-2017 | 14:38 WIB
kapal-kayu-anambas-masih-primadona.jpg
Pemasangan serat pada sisi bodi kapal, untuk mencegah masuknya air kebagian kapal (Foto: Fredy Silalahi)

BERADA di daerah terdepan, tertinggal dan terpencil, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki sejumlah galangan kapal kayu. Berada di daerah kepulauan, kapal tersebut dimanfaatkan nelayan sebagai akomodasi menangkap ikan serta diberdayakan masyarakat sebagai moda transportasi antar pulau.

Gengsi hidup di daerah daratan maupun perkotaan sangat berbeda di daerah kepulauan. Kenapa tidak, hidup di perkotaan kita mengimpikan sebuah kendaraan roda empat (mobil) sebagai moda ke kantor, ke rumah saudara, kerabat maupun untuk liburan.

Tetapi di Anambas atau untuk daerah kepulauan lainnya yang memiliki daratan sangat sempit hanya mendambakan sebuah kapal kayu maupun speedboat. Karena mobil tidak akan dapat dimanfaatkan ketika berada di laut yang luas.



Bicara tentang kapal kayu, Anambas memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli dalam pembuatan kapal kayu. Di Desa Air Putih salah satunya, di sana terdapat tiga galangan kapal kayu.

Selain pembuatannya rapi, harganya cukup terjangkau dan cepat. Bagi nelayan maupun pengusaha di bidang transportasi laut, galangan kapal kayu di Desa Air Putih, Kecamatan Siantan Timur, Kabupaten Kepulauan Anambas, menjadi primadona dari desa lain yang juga mempunyai galangan kapal kayu.

Pembuatan kapal kayu di Desa Air Putih ini, masih menggunakan skala tradisional, tahapan demi tahapan pembuatan kapal berdasarkan ilmu atau skil warisan dari orang tua.

Bagi pemilik galangan kapal kayu, bisnis tersebut merupakan mata pencaharian untuk membiayai kehidupan keluarganya. Isfirman contohnya, dia sudah belajar membuat kapal sejak umur belasan tahun. Hingga sekarang dia sudah menguasai ilmu pembuatan kapal usai ditinggal kedua orang tuanya.

"Sejak menduduki Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya membantu ayah membuat kapal kayu ini. Ketika orang tua pergi saya sudah mampu menguasai pembuatan kapal kayu. Sejauh ini, saya sudah membuat kapal lebih dari 100 unit," ujar pria berusia 40 tahun itu.

Pembuatan 1 unit kapal kayu dengan ukuran 25 kaki hanya butuh waktu sebulan, dengan tambahan 1 orang pekerja. Harga kapal juga sangat terjangkau, hanya Rp18 juta dengan menggunakan kayu yang berkualitas.

Untuk pembuatan kayu sedikitnya menggunakan 40 batang untuk gading dan lunas (tulang) teraling serta 20 keping papan dari kayu resak bagian lambung (bodi). Kendala yang kerap dirasakan pada pembuatan kapal pun selalu pada bahan kayu.

"Saat ini ada empat pesanan kapal yang lagi antri. Untuk bahan, kita datangkan dari Pulau Jemaja. Kalau produksi kayu distop, maka galangan kapal ini sangat berimbas. Harga 1 unit kapal Rp18 juta sudah cukup murah. Dengan pertimbangan bahan kayu yang sangat mahal mencapai Rp800 ribu per balok, untuk papan Rp250 ribu per keping," katanya.

Menurutnya, pemesan cukup terima bersih, bahkan hingga ke pengecetan masih tanggung jawab mereka. Sedangkan mesin disediakan oleh pemesan kapal. Untuk mengerjakan satu unit kapal, mereka kerja hanya berdua dan pembuatan kapal memakan waktu satu bulan. "Jadi bicara untung, tidak besar sangat," papar pria yang juga berstatus Guru Tidak Tetap di SD 003 Air Putih.



Ciri khas kapal asal Air Putih ini berada pada sisi lambung dengan bentuk sedikit runcing dan diperkirakan mampu membelah ombak. Bahkan masyarakat Anambas selalu memesan kapal ke Desa Air Putih, belum ada kapal kayu yang dibeli dari luar daerah.

"Daerah Midai, Natuna sering juga memesan kapal ke sini (Air Putih). Karena jarak cukup dekat, dan sering bertemu dengan nelayan Anambas. Mereka melihat bahan kapal sangat berkualitas, mereka tertarik memesan kapal dari sini," terangnya sembari sesekali memperlihatkan sisi kapal.

Pembuatan kapal juga terbilang sederhana, hanya diperbantukan mesin ketam untuk meratakan sisi kapal serta bor untuk menghindari bagian kapal pecah ketika diberi paku.

"Dulunya kita menggunakan alat ketam manual dan bor manual. Seiringnya berjalan waktu, alat tersebut sudah tidak dijual lagi di sini, sehingga beralih menggunakan mesin yang dibantu listrik. Dengan kondisi jaringan PLN belum ada, maka kami menggunakan mesin genset. Kami juga berharap mesin listrik segera masuk," harapnya.

Editor: Udin