Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Setelah Akhir Konsesi, Swasta Tak Bisa Kuasai Penuh Pengelolaan Air Baku
Oleh : Nando Sirait
Selasa | 10-07-2018 | 11:05 WIB
atb-01.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Presiden Direktur ATB, Benny Andrianto. (Foto: Nando Sirait)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pemerintah mulai melakukan pembenahan peraturan kerja sama penguasaan dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), hal ini dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang nomor 7 tahun 2004, tentang Sumber Daya Air.

Pembatalan Undang-Undang ini sendiri menjadi pembahasan menarik dalam Water Forum 2018. Yang digelar oleh Persatuan Perusahaan Air Minum Indonesia (Perpamsi), yang digelar di Aston Hotel Batam.

Asisten Deputi Infrastruktur Sumber Daya Air, Mohammad Zainal Fatah menjelaskan dalam pembatalan Undang-Undang tersebut, merupakan penegasan untuk pengusaan air dan pengelolaan, yang dilakukan oleh BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Fatah juga menanggapi adanya penguasaan dan pengelolaan penuh dari hulu ke hilir yang dilakukan oleh PT Adhya Tirta Batam (ATB). Menurutnya untuk saat ini, Pemerintah Daerah harus mengakui hak dari ATB hingga masa konsesi berakhir. Walaupun saat ini pembatalan Undang-Undang tersebut sudah mulai berlaku.

"Hak ATB harus diakui oleh pemerintah karena sudah terikat perjanjian yang akan berakhir di 2020 mendatang. Setelah berakhir, pemerintah melalui BUMN dan BUMD berhak menentukan siapa yang akan melakukan pengelolaan dari hulu ke hilir," ujarnya, Selasa (10/07/2018).

Namun untuk menjamin pemenuhan hak rakyat atas air minum dan akses terhadap air minum, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dalam aturan itu ditegaskan, pemerintah sangat mengedepankan kepentingan rakyat, khususnya terkait air.

"Di aturan ini ada batasan-batasannya. BUMN memang diberi tugas, tetapi swasta tetap punya kesempatan untuk menyelenggarakan SPAM dengan prinsip-prinsip tertentu. Artinya tak melarang swasta, hanya diberi koridor baru," lanjutnya.

Dalam PP nomor 122 ini menurutnya, pihak swasta sendiri tidak dapat melakukan pengusaan penuh seperti yang dilakukan oleh ATB saat ini. Di mana pihak swasta hanya diberikan kesempatan untuk pengelolaan atau distribusi air.

"Karena juga sudah jelas instruksi dari Bapak Presiden, bahwa untuk mempercepat infrastruktur bagi masyarakat. Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KBPU) itu perlu, dalam banyak hal seperti terbatasnya anggaran dari BUMN atau BUMD yang menjadi alasan untuk kerja sama dengan pihak ketiga," paparnya.

Menyikapi aturan itu, Presiden Direktur ATB

Benny Andrianto mengatakan, pihaknya akan menjalankan aturan sesuai regulasi yang
ditetapkan pemerintah. Meski begitu, dikatakan PP yang mengatur SPAM itu berlaku secara umum di Indonesia. Sementara kondisi Batam terbilang khusus.

"Seharusnya ada BUMD, tapi tak ada kan, tak ada PDAM. Di PP itu tidak mengatur spesifik tentang Batam. Ini kembali ke pemerintah pusat lagi mau kemana," kata Benny.

Ia pun berharap, pasca konsesi ATB dan BP Batam berakhir, ATB nantinya tetap bisa melayani air di Batam. Itu berdasarkan pengalaman sejak 1995 lalu, alias sudah 23 tahun melayani air di Batam.

"Kesempatan ATB itu tergantung dari political will pemerintah dalam memenuhi hak rakyat atas air," ucapnya.

Jika ditanya bagianmana yang tersulit, bagian hulu atau hilir dalam pengelolaan air di Batam, Benny mengatakan, berada di hilir distribusi air. "Kenapa di sana air mengalir, di sini tidak. Kalau pemerintah baik Pemko dan BP mau ambil yang sulit itu, ya kita senang-senang saja," tutupnya.

Editor: Gokli