Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perspektif Ekonomi dalam Ideologi Pancasila
Oleh : Redaksi
Senin | 11-06-2018 | 08:40 WIB
ukma-dayana.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ukma Dayana

Oleh Ukma Dayana

Sistem ekonomi kapitalisme dan neoliberalisme dibangun di atas prinsip persaingan bebas (free fight liberalism). Sistem kapitalisme didasarkan pada persaingan kekuatan di pasar.

Pemenangnya, yang kuat akan memperoleh imbalan kekayaan material, yang akibatnya menambah kekuatan atau daya saingnya dalam kompetisi. Sedangkan yang lemah hanya bisa mempertahan kanhidupnya, dengan daya saing yang tidak bertambah.

Masyarakat pelaku ekonomi kelas menengah dan kelas bawah akan kesulitan bersaing dengan para pelaku ekonomi besar karena mereka mempunyai modal, koneksi, dan kekuatan produksi. Jadi, dalam ekonomi kapitalis para pemilik modal (investor) adalah pelaku ekonomi utama, sedangkan buruh atau pekerja, pengusaha kecil dan menengah adalah subordinasi kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dari mekanisme pasar.

Sistem ekonomi kapitalisme jelas bertentangan dengan falsafah dan ideologi Indonesia. Sistem ekonomi kapitalisme terlalu percaya pada kekuatan pasar. Padahal, pasar bukanlah institusi yang bebas nilai (unvalue free) dan selalu tepat (always right) oleh karena itu, pasar harus dikelola dan diintervensi oleh pemerintah yang bersih.

Menurut Ramlan Surbakti, seorang akademisi sekaligus praktisi Pemilihan Umum, pemerintah memiliki tiga peranan penting dalam mewujudkan keadilan sosial, yakni pengarahan ekonomi, pengaturan kegiatan ekonomi, redistribusi pendapatan, serta pengadaan barang dan jasa publik (public goods). Namun demikian, yang lebih penting adalah pemerintah bukan hanya menjamin keamanan dan membuat regulasi sebagaimana yang diajarkan oleh teoritikus ekonomi liberal klasik, tetapi juga harus aktif dalam perekonomian guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Negara bukanlah Lembaga pasif yang tidak peka terhadap gejolak pasar dan efek negative pasar. Sistem ekonomi suatu negara sangat bergantung pada ideologi negara tersebut.

Indonesia menganut ideologi Pancasila yang salah satu misi sucinya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ideologi Pancasila juga menjadi dasar bagi perekonomian Indonesia yang kemudian disebut dengan sistem Ekonomi Pancasila.

Bicara tentang Ekonomi Pancasila tidak bisa dilepaskan dari sosok Bung Hatta, Bapak Sang Proklamator sekaligus konseptor Ekonomi Pancasila. Sedangkan Ekonomi Pancasila menurut Hatta adalah salah satu bentuk demokrasi ekonomi yang memiliki cita-cita yang luhur guna mewujudkan kesejahteraan bersama.

Hatta juga yang merumuskan blueprint ekonomi Indonesia dengan membuat rumusan pasal 33 dan 34 UUD 1945. Pasal 33 dan 34 UUD 1945 adalah tujuan politik ekonomi Indonesia. Sistem Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi sosialisme yang diridhoi oleh Tuhan YME.

Kekuatan Ekonomi Pancasila terletak pada upayanya untuk memampukan rakyat secara keseluruhan, terutama rakyat di lapisan bawah dan menengah, sehingga Ekonomi Pancasila seringkali diasosiasikan dengan ekonomi kerakyatan.

Ekonomi Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sangat memegang erat semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan. Oleh karena itu, dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 dinyatakan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama Berdasarkan atas asas kekeluargaan". Usaha bersama Berdasarkan asas kekeluargaan dalam konteks ini diasosiasikan dengan koperasi.

Ekonomi Pancasila tidak menghendaki kemakmuran orang seorang, tetapi kemakmuran bagi semua masyarakat. Ideologi Ekonomi Pancasila dalam praktiknya tidak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh para pemimpin bangsa.

Sejak Soeharto berkuasa dan pasca wafatnya Hatta, haluan ekonomi Indonesia sudah mulai berubah menuju corak neoliberalisme. Hingga saat ini, perekonomian kita masih bercorak neoliberalisme. Namun, kita patut bersyukur karena masih ada beberapa orang ekonom yang istiqomah (concern) memperjuangkan ekonomi Pancasila.

Kesimpulannya kita semestinya memikir ulang (rethinking) sistem perkonomian yang selama ini sudah kita terapkan. Ideologi ekonomi neoliberalisme ternyata kurang pas untuk negara yang menganut demokrasi ekonomi seperti Indonesia. Alih-alih ingin menciptakan kesejahteraan, ekonomi neoliberalisme telah merusak (destroy) struktur dan tatanan sosial ekonomi Indonesia.

Ketimpangan pembangunan semakin kentara, pengangguran, dan kemiskinan semakin meningkat serta yang paling penting lagi adalah harkat, martabat dan kedaulatan negara sudah kita gadaikan kepada kaum neoimperialisme melalui serangkaian kerja sama yang telah kita lakukan. Tidak ada jalan lain kecuali kembali ke khittah, kembali kedasar dan filosofi bangsa yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa.

Sudah saatnya kita kembali menerapkan Ekonomi Pancasila dengan bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat atau usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi sebagai institusinya guna mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Langkah ini perlu segera diambil jika tidak ingin negara-bangsa Indonesia ini terkubur bersama sejarah.

Penulis adalah mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri).