Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menjahit Keberagaman Indonesia
Oleh : Redaksi
Selasa | 19-12-2017 | 17:14 WIB
keberagaman.jpg Honda-Batam
Ilustrasi keberagaman Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Indah Rahmawati Salam

INDONESIA dikenal dengan negara yang penuh dengan keberagaman, sehingga dikenal dengan istilah “Gemah Ripah Loh Jinawi” yang memiliki arti untuk menggambarkan bagaimana kekayaan yang dimiliki Indonesia, baik dari sisi sumber daya alam (SDA), maupun dari sosio kultur masyarakatnya.

Untuk mendeskripsikan bangsa Indonesia saja tidak lepas dari rasa kagum dan rasa syukur kepada sang Pencipta atas karunia yang diberikan. Dari Sabang sampai Marauke berjajar pulau-pulau yang masing-masing pulau memiliki Sumber Daya Alam melimpah yang terkandung di dalamnya serta keberagaman budaya yang dianut masyarakatnya menunjukkan ciri khas bangsa Indonesia yang berbeda dari negara lain yang berada di dunia ini.

Tuhan sangat sayang kepada bangsa Indonesia sehingga memanjakan masyarakatnya dengan iklim yang tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin sehingga masyarakatnya dapat bertahan hidup dengan bercocok tanam sehingga mampu menghidupi dirinya dan keluarganya sendiri.

Hal ini justru berbeda dengan negara lain salah satunya Eropa, dimana tuna wisma di lindungi karena tidak mampu bertahan hidup di negara yang beriklim ekstrim tersebut sehingga mengurangi dampak kematian serta kemiskinan yang meningkat, sehingga perlu adanya kebijakan untuk merawat tuna wisma di negaranya. Betapa beruntungnya hidup di Indonesia.

Apabila berbicara Indonesia tidak lepas dari Pancasila, setiap sila saling berhubungan dan mengandung makna yang menunjukan pribadi bangsa Indonesia. Mengartikan Pancasila untuk dikaitkan dengan Indonesia tidak bisa hanya satu poin saja untuk menghindari perpecahan antar golongan.

Sila pertama, bermakna bahwa di Indonesia percaya adanya Tuhan sang pencipta alam semesta sehingga adanya pengakuan dan kebebasan untuk memeluk agama serta menghormati kemerdekaan beragama dan tidak deskriminatif antar umat beragama. Sila kedua, bermakna kesadaran akan sikap dan perilaku sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani.
Sila ketiga, bermakna bersama membangun dan membina rasa persatuan dan nasionalisme dalam keberagaman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sila keempat, bermakna bahwa dalam suatu pemerintahan dilaksanakan dengan cara musyawarah mufakat dan tidak main hakim sendiri.

Sila kelima, bermakna sebagai dasar serta tujuan untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil, makmur secara lahirian maupun batiniah. Sila-sila tersebut bertujuan untuk menciptakan rasa damai antar masyarakat yang lahir di tengah keberagaman.

Keberagaman budaya serta agama, suku dan RAS merupakan peninggalan sejarah bangsa Indonesia. Keberagaman golongan yang bersatu padu mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari kejamnya penjajahan yang ingin merebut kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Bersatu padu tanpa melihat golongan agama, suku dan RAS namun bersama-sama merancang dasar negara dengan tujuan menjaga Indonesia dari para penjajah. Mengapa saat ini masyarakat Indonesia terkesan menggolong-golongkan? Apakah telah melupakan perjuangan para Pahlawan yang rela mati demi Indonesia bukan demi sebuah golongan?

Memang saat ini penjajah yang menyerang bangsa Indonesia tidak seperti dulu yang menggunakan alat senjata perang, namun menyerang mindset masyarakat dimana perang seperti inilah yang berbahaya karena mengubah pola pikir dengan mengatasnamakan agama atau yang lainnya, karena kelemahan masyarakat Indonesia ialah kepercayaan atas keyakinannya.

Apa tidak kotor orang-orang yang mengatas namakan dirinya pemuka agama atau tokoh adat dengan menyebarkan ajaran-ajaran kebencian terhadap sesama umat beragam? Apakah para pahlawan mengajarkan untuk saling memerangi sesama masyarakat di Indonesia?

Apa tidak ada rasa kasian terhadap masyarakat yang telah percaya serta tidak mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, harus ikut terjebak dalam pola pikir seperti itu. Tidak ada satupun manusia di bumi ini yang dapat meminta untuk dilahirkan seperti apa, semua itu adalah anugerah Tuhan yang patut kita hargai.

Betapa beruntungnya masyarakat Indonesia, dari Sabang hingga Marauke dapat menemukan ciri-ciri fisik masyarakatnya yang berbeda sehingga patut kita banggakan dengan negara lain.

Perayaan natal sebentar lagi akan dirasakan, sorak bergembira akan terdengar, doa-doa akan menyelimuti dinginnya malam, momen yang ditunggu bertemu keluarga dan kerabat jauh, perayaan ini sama halnya dengan perayaan besar agama lainnya di Indonesia, sehingga perlu berjalan dengan hikmad dan khusyuk.

Di tahun 2015, merupakan perayaan Natal umat Kristen yang bersamaan dengan hari raya umat Islam Maulid Nabi Muhammad, namun sebuah gereja dan masjid di Malang yang terletak bersampingan masing-masing menggelar acara keagamaan.

Bagi sejumlah masyarakat sekitar, momen berharga ini digunakan untuk saling membantu agar perayaan kedua hari raya tersebut berjalan dengan lancar, dengan bersama-sama mengatur keamanan dan parkir kendaraan. Hal ini menggambarkan salah satu sikap dan tindakan saling menghormati antar umat beragama di Indonesia.

Inilah ciri khas bangsa Indonesia walau mayoritas penduduk memeluk agama Islam, namun ada juga yang memeluk agama Kristen, Khatolik, Hindu, Budha dan Konghuchu. Setiap agama tersebut memiliki masing-masing aturan dalam beribadah sehingga perlu dihargai, bukan malah merusak kekhusyu’an dalam beribadah dengan mengikuti oknum yang tidak bertanggung jawab dan membuat keributan.

Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, sudah sepatutnya kita untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu SARA dan tenggelam dalam polemik perayaan peribadatan umat agama lain yang sengaja diciptakan oleh oknum-oknum kepentingan untuk memecah belah persatuan. *

Penulis adalah Penulis adalah Mahasiswi IAIN Kendari