Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPK Dinilai Dimanfaatkan untuk Rebut Tiket Golkar di Pilpres 2019
Oleh : Irawan
Jum\'at | 10-11-2017 | 08:14 WIB
fahri_hamzah_dpr1.gif Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut terlibat untuk merebut tiket Partai Golkar menuju kontestasi Pilpres 2019.

Menurutnya, secara langsung atau tidak langsung, KPK terlibat dalam perebutan tiket Pilpres.

"KPK ikut merebutkan tiket dari Golkar. Karena Golkar ini kan sebetulnya tinggal butuh satu partai untuk mengusung Capres," kata Fahri di gedung DPR, Kamis (9/11/2017).

Hal itu mengingat, perolehan kursi partai pimpinan Setya Novanto itu mencapai 93 kursi di DPR. Artinya, berdasarkan 20 persen presidential threshold, maka Golkar hanya butuh satu partai untuk dapat mengusung pasangan calon Presiden dan wakil Presiden di Pilpres 2019.

Meski demikian, Fahri enggan menyebut siapa pihak yang memakai KPK untuk mengambil tiket Golkar di Pilpres 2019 mendatang. "Saya tidak bisa katakan siapa, tapi saya bisa melihat itu," tegas Fahri.

Karena itu, lanjut Fahri, kasus hukum yang melibatkan Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Setya novanto tidak akan selesai karena KPK melibatkan diri dalam perebutan kursi calon presiden di 2019.

"Kasus Setya Novanto tidak akan selesai, Soalnya ini kasus ini sudah masuk ranah politik, untuk perebutan Kursi Pilpres di 2019 mendatang," katanya.

Ia menilai Golkar sudah punya 91 kursi atau 14.75 persen, jadi untuk pilpres, Golkar cukup mencari 1 partai pendamping.

"Jadi ini sangat seru, bayangin kursi kendaraan Golkar cukup cari 1 partai lagi. Akibat inilah KPK dimanfaatin untuk menggoyang Golkar lewat kasus Setnov ini," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Sebelumnya DPR telah memutuskan presidential threshold (PT) 20-25 persen dalam UU Pemilu. Dengan demikian, tak ada parpol yang bisa mengusung capres sendiri tanpa berkoalisi.

PT 20-25 persen di UU Pemilu berarti parpol atau gabungan parpol yang bisa mengusung capres adalah yang mendapatkan 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional Pemilu 2014.

Begini peta perolehan suara 10 parpol DPR dalam Pemilu 2014:

1. Partai NasDem 8.402.812 (6,72 persen)
2. Partai Kebangkitan Bangsa 11.298.957 (9,04 persen)
3. Partai Keadilan Sejahtera 8.480.204 (6,79 persen)
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 23.681.471 (18,95 persen)
5. Partai Golkar 18.432.312 (14,75 persen)
6. Partai Gerindra 14.760.371 (11,81 persen)
7. Partai Demokrat 12.728.913 (10,19 persen)
8. Partai Amanat Nasional 9.481.621 (7,59 persen)
9. Partai Persatuan Pembangunan 8.157.488 (6,53 persen)
10. Partai Hanura 6.579.498 (5,26 persen)

Dan ini data jumlah kursi DPR 10 parpol tersebut:

1. Partai NasDem (36 kursi atau 6,4% kursi DPR)
2. Partai Kebangkitan Bangsa (47 kursi atau 8,4% kursi DPR)
3. Partai Keadilan Sejahtera (40 kursi 7,1% kursi DPR)
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (109 kursi atau 19,4% kursi DPR)
5. Partai Golkar (91 kursi atau 16,2% kursi DPR)
6. Partai Gerindra (73 kursi atau 13% kursi DPR)
7. Partai Demokrat (61 kursi atau 10,9% kursi DPR)
8. Partai Amanat Nasional (48 kursi atau 8,6% kursi DPR)
9. Partai Persatuan Pembangunan (39 kursi atau 7% kursi DPR)
10. Partai Hanura 6.579.498 (16 kursi atau 2,9% kursi DPR)

Dari data tersebut, terlihat tak ada satu pun parpol yang bisa mengusung capres sendiri. PDIP sekalipun sebagai pemenang pemilu harus berkoalisi dengan parpol lain untuk mencapai PT 20-25 persen.

Editor: Surya