Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

GBHN Diperlukan Reformulasi agar Perencanaan Pembangunan Tak Menyimpang
Oleh : Irawan
Jum'at | 17-06-2016 | 14:58 WIB
RDP_haripinto.jpg Honda-Batam

Rapat Dengan Pendapat (RDP) Anggota DPD/MPR Haripinto Tanuwidjaja dengan Barisan Muda Tionghoa Indonesia di Swiss-Belhotel Batam pada Senin 6 Juni 2016 lalu.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Senator Haripinto Tanuwidjaja mengatakan, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah mengalami perubahan pasca reformasi, termasuk mengubah tugas dan wewenang MPR yang tidak lagi sebagai lembata tertinggi negara.

"Turunan berikutnya adalah MPR tidak lagi mempunyai kewenangan menetapkan GBHN dan kepala negara tidak lagi mesti mempertanggungjawabkannya kepada MPR. Karena kepala negara dipilih langsung oleh rakyat," kata Haripinto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Barisan Muda Tionghoa Indonesia di Swiss-Belhotel Batam pada Senin, 6 Juni 2016 lalu.

Menurut Haripinto, MPR saat ini hanya diberi kewenangan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) nasional bersama-sama dengan DPR.

"Sekarang GBHN diperlukan lagi ketika melihat reformasi bangsa yang tak kunjung keluar dari krisis. Saat ini perencanaan pembangunan hanya ditimpakan sebatas UU No 17 tahun 2007 yang tidak mempunyai jaminan akan bagaimana mekanisme perencanaan pembangunan tersebut dijalankan," katanya.

GBHN seharusnya mengokohkan kejatidirian sebagai bangsa keseimbangan "Di mana letak wacana reformulasi GBHN? Hal ini penting diuraikan dalam upaya menjernihkan persoalan sesungguhnya dari yang sedang dibicarakan ini," katanya.

Lalu, bagaimana keterkaitan keberadaan GBHN sebagai visi bangsa, apa pokok-pokok terpenting pikiran yang mesti berada di dalamnya. Kemudian sebagai sebuah gagasan, bagaimana GBHN tersebut sebaiknya ia dihimpun dan dikomunikasikan secara berkesinambungan.

Anggota Komite IV DPD RI ini mengatakan, perlunya untuk melakukan wacana reformulasi GBHN agar perencanaan pembangunan tidak menyimpang dari Pancasla dan UUD 1945.

Dalam kaitan reformulasi GBHN, apabila dilihat dari perspektif fungsional ini maka jelas bahwa reformulasi GBHN sangatlah diperlukan.

"Bagaimana tidak, GBHN yang semula ditujukan untuk menegaskan visi bangsa yang dinamis, oleh karena daripada merubah konstitusi setiap saat, lebih baik diciptakan suatu dokumen lain yakni GBHN yang bisa dievaluasi, dianalisa, bahkan diganti setiap 5 tahun. Betapa elok dan mulianya fungsi dan keberadaan GBHN tersebut dengan niat semulanya," katanya.

 

Expand