Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Diminta Hati-hati Definisikan Lembaga SKSP Pengganti BP Migas
Oleh : si
Kamis | 29-11-2012 | 21:23 WIB
Satya_Widya_Yudha.jpg Honda-Batam

Satya Widya Yudha

JAKARTA, batamtoday -  Anggota Komisi VII DPR FPG Satya Widya Yudha meminta pemerintah untuk hati-hati mendefinisikan lembaga Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas  karena lembaga ini dibentuk secara mendadak dan rawan terjadi penyelewengan.



Sebab, konsekuensinya menempatkan negara menjadi sejajar dengan pengusaha,  kalau mereka sabar lahirnya UU Migas yang baru, sudah disiapkan agar yang berkontrak itu memiliki payung hukum yang jelas.

"SKSP itu penting, karena konsekuensinya menempatkan negara menjadi sejajar dengan Pengusaha kalau mereka sabar lahirnya UU Migas yang baru, sudah disiapkan agar yang berkontrak itu memiliki payung hukum yang jelas," tandas Satya Widya Yudha dalam dialektika demokrasi soal BP Migas bersama Ichsanuddin Nooersy  dan Ketua YLKI Tulus Abadi di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis, (29/11/2012).

Sementara terkait konsekuensi dari amar Mahkamah Konstitusi (MK), menurut Satya, bahwa melalui keputusan MK itu maka rezim Migas berubah dari rezim kontrak menjadi rezim ijin. Namun, konsekuensinya harus menguasai permodalan, maupun teknologi maka akan menjadi  bagus, karena memang Negara memiliki hak penuh terhadap sumber Migas.

Tetapi bila dikaitkan dengan meningkatnya peran Pertamina dalam Migas, maka perlu diimbangi dengan perubahan UU BUMN yang ada. Karena dalam UU BUMN dijelaskan bahwa bila BUMN merugi, maka itu termasuk kerugian negara.

"Coba bayangkan investasi di sektor migas bisa mencapai Rp 800 triliun ternyata tidak ada hasilnya, maka itu ditanggung negara dan menjadi kerugian negara. Dan, DPR telah melihat beberapa kajian akademis dan mengundang pengamat terkait UU Migas nanti, bahwa ada beberapa opsi dengan peningkatan peran Pertamina, misalnya pertama dengan pengelolaan 50-50 persen, atau menyerahkan sepenuhnya kepada Pertamina untuk mengelolanya. Sekarang memang zamannya bila ada cadangan Migas dapat dinikmati oleh masyarakat setempat, itu yang akan kita pertimbangkan dalam UU Migas kedepan," katanya..

Selain itu, perlu dimasukkan usulan adanya dana petroleum fund agar negara dapat mengembangkan sektor  Migas. Seperti halnya ketika mau tender blok Migas, maka kita memiliki modal awal, dan seharusnya hal itu memasukkan naskah akademis secara konprehensif.

Sedangka pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, kita semua harus memahami hak-hak yang di pertambangan itu harus memprioritaskan kepentingan dalam negeri. "Artinya, selama UU Migas masih mengacu kepada UU energi yang mengatakan bahwa energi itu berdasarkan harga keekonomian, maka ini sama saja bohong, kita bicara ini semua omong kosong," tegasnya.

“Jadi,  perlu segera audit energi terkait pembubaran BP Migas ini dan semuanya harus disertai kontrak dan semua nilainya, kemudian membentuk BUMN dan merekruit SDM. Sekarang ini merupakan riuh politik saja dan bahasa kerennya penguasa sedang melakukan power and glori untuk kekuasaan dan kemenangan, karena memang Migas ini seperti bagian dari otoritas semua sektor ekonomi," ujarnya.