Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

IMA Luncurkan Program SEAGU, Perkuat Nelayan Natuna Hadapi Ancaman Kapal Asing
Oleh : Devi Handiani
Senin | 23-06-2025 | 12:48 WIB
nelayan-natuna2.jpg Honda-Batam
Ancaman kapal asing yang masuk tanpa izin menjadi mimpi buruk yang terus membayangi nelayan lokal di Natuna dan Anambas. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Natuna - Gelombang laut bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi para nelayan di wilayah perbatasan Indonesia. Ancaman kapal asing yang masuk tanpa izin menjadi mimpi buruk yang terus membayangi nelayan lokal di Natuna dan Anambas.

Menjawab kondisi tersebut, Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) meluncurkan program Penjaga Laut atau SEAGU untuk memperkuat ketahanan masyarakat pesisir.

Diluncurkan pada pertengahan 2025, SEAGU hadir sebagai bentuk perlawanan masyarakat adat terhadap praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) yang merugikan negara sekaligus memiskinkan nelayan tradisional.

"Program ini bukan sekadar soal kelautan, tetapi menyangkut hak hidup dan identitas masyarakat adat yang telah turun-temurun menjaga laut Nusantara," ujar Nukila Evanty, Ketua IMA, dalam peluncuran program di Natuna.

SEAGU berfokus pada dua lokasi rawan pelanggaran perairan, yakni Desa Sri Tanjung, Kabupaten Anambas, dan Kelurahan Sedanau, Kabupaten Natuna.

Nelayan setempat, Aidi, menyampaikan kegelisahannya atas kondisi yang semakin sulit di laut. Menurutnya, kapal asing berskala besar kerap melintas dan menangkap ikan di zona perairan Indonesia, membuat hasil tangkapan nelayan lokal makin menipis.

"Kami bukan takut ombak, tapi takut tak bawa hasil pulang. Kalau kapal asing terus masuk, laut ini bisa habis," kata Aidi lirih.

Berdasarkan data IMA per Juni 2025, mayoritas nelayan di wilayah tersebut hanya mampu melaut antara 8 hingga 10 hari per bulan selama musim angin utara. Sementara itu, kapal asing tetap beroperasi leluasa, dilengkapi teknologi canggih dan alat tangkap destruktif.

Padahal, potensi tangkap perairan Natuna mencapai 1,3 juta ton per tahun. Namun, data produksi tahun 2023 menunjukkan hasil riil hanya sekitar 135 ribu ton --kurang dari 11 persen dari potensi maksimal.

Ketimpangan ini coba dijembatani IMA melalui SEAGU. Program ini tidak hanya fokus pada pelatihan pengawasan laut dan peningkatan kapasitas hukum masyarakat, tetapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa menjaga laut adalah bagian dari upaya membela negara.

"Kami tak bisa terus menunggu. Ancaman di laut nyata dan nelayan kita harus dibekali, bukan hanya dengan alat, tetapi juga pengetahuan dan keberanian," tegas Basri, Asisten II Bidang Pembangunan Kabupaten Natuna, dalam diskusi bersama tim IMA.

Pemerintah daerah menyambut baik program ini dan berkomitmen mendukung upaya pemberdayaan nelayan, khususnya di wilayah perbatasan yang kerap rawan konflik sumber daya.

Sebagai bagian dari kampanye penyadaran publik, IMA juga tengah memproduksi film dokumenter yang merekam keseharian nelayan perbatasan. Film tersebut akan menggambarkan lebih dari sekadar aktivitas melaut, tetapi juga memotret perjuangan, ketegangan, dan harapan para penjaga laut Nusantara.

IMA berharap, lewat keterlibatan masyarakat dan dukungan pemangku kepentingan, tak hanya kapal asing yang terusir dari laut Indonesia, tetapi juga rasa putus asa yang selama ini menghantui kehidupan nelayan perbatasan.

Editor: Gokli