Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Anak 13 Tahun di Anambas Diduga Dianiaya Oknum P3K, Keluarga Alami Tekanan untuk Cabut Laporan
Oleh : Devi Handiani
Jum\'at | 13-06-2025 | 09:48 WIB
korban-13.jpg Honda-Batam
Kondisi luka korban D (13), usai dianiaya dua orang dewasa pada Jumat (16/5/2025) lalu. (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Anambas - Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun berinisial D di Desa Tarempa, Kecamatan Tarempa Timur, Kabupaten Kepulauan Anambas, menjadi korban dugaan penganiayaan oleh dua orang dewasa, salah satunya diduga merupakan oknum Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang baru dilantik. Insiden yang terjadi pada Jumat (16/5/2025) ini mengundang keprihatinan luas dari masyarakat.

Peristiwa bermula ketika D diajak oleh rekannya, R, untuk mengambil besi tua. Meski sempat menolak karena ragu, D akhirnya setuju setelah diyakinkan bahwa besi tersebut tidak bertuan.

Besi itu lalu dijual ke pengepul seharga Rp 200.000. Namun, diketahui kemudian bahwa besi tersebut adalah milik seseorang dan berhasil diambil kembali oleh pemiliknya.

Persoalan mencuat ketika keluarga R merasa tidak terima anak mereka dilibatkan. Ironisnya, menurut pengakuan korban, justru D yang menjadi sasaran kekerasan.

"Saya ditampar keras oleh ayah R sampai terjatuh, lalu dipukul di bagian telinga oleh pemilik bengkel berinisial N," tutur D kepada ibunya.

Tak hanya kekerasan fisik, D juga mengaku menerima ancaman pembunuhan dari ayah R. "Kalau aku nampak kau berkeliaran lagi, mati kau aku bunuh," ujar D menirukan ucapan pelaku.

Ibunda korban, Novi, mengungkapkan kekecewaannya atas perlakuan para pelaku. "Saya akui anak saya salah, tapi dia tidak pantas diperlakukan seperti binatang. Mengapa orang dewasa bisa main tangan begitu saja? Kalau ada masalah, kenapa tidak datang ke saya sebagai orang tuanya?" ucap Novi dengan mata berkaca-kaca.

Merasa tidak mendapat keadilan, keluarga korban melapor ke Polsek setempat. Namun, karena tidak mendapat respons yang memuaskan, laporan dilanjutkan ke Polres Kepulauan Anambas. D telah menjalani visum di RSUD Anambas sebagai bukti penganiayaan.

Namun alih-alih mendapat perlindungan, keluarga korban justru mengaku mendapat tekanan dari berbagai pihak. Novi menyebut rumahnya didatangi oleh sejumlah aparat desa dan oknum pejabat yang mendesak agar laporan dicabut.

"Mereka bilang, kalau laporan tidak dicabut, suami dan anak saya juga bisa diproses hukum. Bahkan saya dapat pesan pribadi yang menyiratkan tekanan, katanya 'yang nampar itu baru dilantik P3K, apa tidak bisa diselesaikan baik-baik saja?'" ungkap Novi.

Ia pun mempertanyakan perlakuan yang diterima keluarganya. "Apakah karena mereka P3K, jadi kebal hukum? Anak saya memang salah, tapi bukan berarti boleh disiksa. Kami pendatang, tapi bukan berarti bisa seenaknya diinjak," tegasnya.

Menanggapi kasus ini, Kapolres Kepulauan Anambas AKBP Raden Ricky Pratidiningrat, melalui Kasatreskrim Iptu Alfajri, menyatakan kedua pelaku telah diamankan dan tengah menjalani proses hukum. "Dari hasil penyelidikan, penganiayaan terjadi sekitar pukul 15.30 WIB. Korban ditampar oleh RA dan dipukul oleh N di bagian telinga. Korban mengalami pembengkakan di pipi serta nyeri pada telinga," jelas Iptu Alfajri.

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 80 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun enam bulan penjara.

Kasus ini membuka mata publik tentang lemahnya perlindungan terhadap anak dan kelompok rentan, serta menimbulkan kekhawatiran soal penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparatur. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, serta tidak memihak, apa pun latar belakang pelakunya.

Editor: Gokli