Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mama Jo Raih Penghargaan Film Dokumenter Terbaik di Bulgaria, Suarakan Isu Disabilitas dan Kemanusiaan
Oleh : Redaksi
Senin | 09-06-2025 | 09:08 WIB
Mama-Jo.jpg Honda-Batam
Film 'Mama Jo', karya sutradara Ineu Rahmawati, berhasil meraih penghargaan 'Best Short Documentary' dalam ajang bergengsi Golden FEMI Film Festival 2025 yang digelar di Hotel Balkan Palace, Sofia, Bulgaria, pada Jumat (7/6/2025). (Foto: Kemlu)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Film dokumenter pendek asal Indonesia berjudul Mama Jo karya sutradara Ineu Rahmawati, berhasil meraih penghargaan 'Best Short Documentary' dalam ajang bergengsi Golden FEMI Film Festival 2025 yang digelar di Hotel Balkan Palace, Sofia, Bulgaria, pada Jumat (7/6/2025).

Penghargaan diterima secara langsung oleh Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Sofia, Irvan Fachrizal, mewakili sutradara yang berhalangan hadir karena kendala logistik. Festival ini turut dihadiri Wakil Presiden Republik Bulgaria, Iliana Iotova, jajaran dewan juri, sineas dari berbagai negara, dan tamu undangan.

"Penghargaan ini adalah bentuk apresiasi yang luar biasa terhadap film dokumenter Indonesia dan perjuangan keluarga penyandang disabilitas yang kerap tak terdengar," ujar Irvan, dalam pernyataan resminya.

Melalui pesan yang disampaikan dari Indonesia, Ineu Rahmawati menyampaikan rasa syukurnya atas apresiasi tersebut. "Film ini adalah pengingat bahwa inklusi, akses, dan martabat adalah hak universal yang harus kita junjung bersama," tuturnya dalam pidato penerimaan yang dibacakan perwakilan KBRI.

Mama Jo mengangkat kisah Santi, seorang ibu tangguh asal Indonesia, yang merawat putranya Johan --anak berusia 9 tahun dengan kondisi cerebral palsy. Film ini menyoroti keseharian mereka dengan pendekatan intim dan emosional, menyoroti keteguhan hati dan tantangan yang dihadapi keluarga dengan anggota disabilitas.

Menurut Ineu, karya ini hadir sebagai bentuk advokasi visual yang ingin menyuarakan realitas sosial yang sering kali luput dari sorotan. "Kami ingin menunjukkan bahwa perjuangan keluarga seperti Santi dan Johan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi merupakan fenomena global yang memerlukan empati dan perubahan kebijakan nyata," ungkapnya.

Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang telah memperkuat komitmen terhadap pemenuhan hak anak-anak penyandang disabilitas, khususnya melalui akses terhadap pendidikan inklusif, layanan kesehatan yang layak, serta dukungan sosial yang berkelanjutan.

Keberhasilan Mama Jo di panggung internasional mencerminkan meningkatnya pengakuan global terhadap sinema Indonesia. Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat, sepanjang 2024 jumlah penonton film nasional menembus angka 68,95 juta --rekor tertinggi dalam 98 tahun sejarah perfilman Indonesia. Dari total 2.088 layar bioskop di Tanah Air hingga 2025, 60 persen di antaranya dipenuhi penonton film lokal.

Pengamat industri film memprediksi pertumbuhan sektor ini akan mencapai 20 persen hingga 2027, seiring dengan meningkatnya minat terhadap dokumenter, animasi, dan kisah-kisah autentik dari Asia-Pasifik.

"Mulai dari narasi fiksi hingga dokumenter seperti Mama Jo yang menyuarakan isu sosial, sineas Indonesia kini lebih berani menampilkan cerita yang jujur dan relevan, serta mengangkat kekuatan jiwa manusia dalam segala kompleksitasnya," ujar Irvan menambahkan.

Film Mama Jo juga dijadwalkan akan diputar di klub film Universitas Sofia dalam waktu dekat sebagai bagian dari promosi budaya dan diplomasi kreatif Indonesia di kawasan Eropa Timur. "Atas nama sutradara dan komunitas perfilman Indonesia, kami mengucapkan terima kasih kepada Golden FEMI Film Festival atas penghargaan ini. Semoga momentum ini membuka jalan bagi kolaborasi lintas negara dalam memperkuat suara-suara kemanusiaan melalui film," pungkas Irvan.

Editor: Gokli