Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPRD Batam Gelar RDP Tertutup Terkait Tunggakan Gaji Karyawan PT GTS
Oleh : Aldy
Kamis | 27-02-2025 | 12:04 WIB
Dandis-Rajagukguk.jpg Honda-Batam
Ketua Komisi IV DPRD Batam, Dandis Rajagukguk. (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sebanyak 200 karyawan PT Global Tirta Sinergi (GTS), subkontraktor proyek di galangan kapal PT Bintang Inti Persada Shipyard (BIS), mengadu ke Komisi IV DPRD Batam terkait tunggakan gaji mereka sejak Desember 2024.

Total gaji yang belum dibayarkan mencapai Rp 980 juta, sementara perusahaan yang bertanggung jawab menghilang tanpa kabar. Para pekerja berharap mendapatkan solusi atas nasib mereka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Batam pada Rabu (26/2/2025).

Namun, tanpa alasan yang jelas, rapat tersebut dilaksanakan secara tertutup --suatu hal yang jarang terjadi dalam proses pembahasan di DPRD Batam.

Ketua Komisi IV DPRD Batam, Dandis Rajagukguk, tidak memberikan alasan konkret terkait rapat tertutup ini. Ia hanya menyatakan bahwa rapat tersebut perlu dilakukan untuk membahas beberapa hal terlebih dahulu.

"Tidak ada yang ditutup-tutupi, hanya saja ada hal yang harus didiskusikan dulu," ujarnya.

Dandis menjelaskan pihak PT GTS tidak hadir dalam RDP tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa DPRD telah meminta PT BIS sebagai kontraktor utama untuk mencari solusi bagi pekerja yang gajinya tertunggak.

"Saya bahkan memohon kepada pihak main contractor agar membantu menyelesaikan masalah ini demi para pekerja," kata Dandis.

Pekerja telah melaporkan kasus ini ke kepolisian, tetapi diarahkan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Dari keterangan PT BIS, pembayaran kepada PT GTS sudah dilakukan, tetapi para pekerja belum menerima gaji mereka.

Sebagai langkah solutif, DPRD meminta PT BIS untuk menghitung progres pekerjaan yang masih berjalan agar dana proyek bisa dialokasikan untuk membayar pekerja melalui prosedur yang akan diatur Disnaker atau kepolisian.

"Kami telah mengirim surat ke PT GTS, tetapi tidak mendapat respons. Bahkan, alamat kantor mereka pun tidak jelas. Pekerja sudah mendatangi rumah manajemen PT GTS, namun ternyata sudah kosong," ungkap Dandis.

Selain tunggakan gaji, pekerja juga mengeluhkan standar keselamatan kerja yang tidak sesuai aturan serta tidak terdaftarnya mereka dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Dandis menyoroti bahwa kasus seperti ini sering terjadi di perusahaan subkontraktor.

Ia mengingatkan agar kontraktor utama lebih memperhatikan aspek kesejahteraan pekerja subkontraktor agar kejadian serupa tidak terulang.

Binsar Manurung, salah satu pekerja yang terdampak, menegaskan para pekerja menuntut hak penuh atas gaji mereka. Mereka mengajukan tiga tuntutan utama: pembayaran upah 100 persen, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang belum terdaftar, dan penerapan standar keselamatan kerja (K3).

"Kami bekerja tanpa perlengkapan keselamatan yang memadai. Selain itu, PT BIS hanya menawarkan pembayaran untuk periode 1-15 Februari 2025 berdasarkan hasil opname progres pekerjaan, padahal kami menuntut pembayaran sejak Januari 2025 yang belum ada kejelasan," tegasnya.

Dari hasil RDP tertutup tersebut, para pekerja mengaku tidak puas karena merasa belum ada solusi konkret yang diberikan oleh PT BIS maupun DPRD Batam. "Tidak ada kejelasan terkait gaji yang dibawa kabur oleh PT GTS," ujar salah satu karyawan, Ngadino.

Sementara itu, perwakilan PT BIS menyatakan mereka telah membayar PT GTS sesuai kontrak. "Kami tidak bertanggung jawab langsung kepada pekerja PT GTS karena mereka bukan karyawan kami. Namun, kami hadir di sini untuk mencari solusi terbaik," kata perwakilan PT BIS.

Perwakilan PT BIS juga mengaku pembayaran kepada PT GTS dilakukan berdasarkan progres proyek. Dalam RDP, mereka bahkan menunjukkan bukti pembayaran kepada PT GTS, terakhir pada 14 Februari 2025.

"Kami telah membayar sesuai kontrak, tetapi memang belum 100 persen karena kami perlu melihat progres kerja terlebih dahulu," jelasnya.

Hingga saat ini, DPRD Batam masih mencari langkah terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini agar para pekerja dapat menerima hak mereka. Pekerja berharap adanya langkah tegas dari pemerintah dan penegak hukum untuk menyelesaikan kasus ini dengan adil.

Editor: Gokli