Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komisi IV DPRD Batam Gelar FGD dengan Aliansi Buruh Terkait Persoalan Upah
Oleh : CR-8
Selasa | 25-01-2022 | 19:56 WIB
FGD-upah.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Suasana FGD Komisi IV DPRD Batam dengan aliansi buruh terkait persoalan upah, Selasa (25/1/2022). (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Komisi IV DPRD Batam menggelar FGD bersama aliansi buruh terkait persoalan UMK dan UMP yang hingga kini belum tuntas, Selasa (25/1/2022).

FGD ini berlangsung di ruang rapat Komisi IV DPRD Batam, dipimpin M Mustofa dari Fraksi PKS.

Mustofa menyampaikan, tujuan FGD ini untuk menyamakan persepsi mengenai besaran UMK dan UMP yang sudah hampir dua bulan para aliansi buruh melakukan aksi demo baik di Batam maupun di Kantor Gubernur Kepri, Dompak, Tanjungpinang. Karena belum juga tuntas, para buruh mendirikan Posko 'Keprihatinan Upah' di Taman Aspirasi Batam Center.

"Ini acara forum diskusi, di sini kita mau menyamakan persepsi mengenai UMK dan UMP, kita harus melihat persoalan dari awal kenapa bisa ada selisih perhitungan antara pihak buruh dengan pihak Pemerintah Provinsi," kata Mustofa.

Beberapa perwakilan aliansi buruh menyampaikan, dasar penolakan yang dilakukan terkait penetapan UMP dan UMK, karena formula penetapan upah minimum menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Bila mengikuti PP nomor 78 kenaikan upah pada tahun 2021 sebesar 3,77 persen, namun yang terjadi kenaikan upah pada tahun 2021 hanya sebesar 0,58 persen.

"Kenaikan upah pada 2021 hanya 0.58 persen itu kami maklumi karena alasan pemerintah dalam suasana pandemi, aksi buruh pun hampir tidak ada, akan tetapi bila kenaikan upah tahun 2022 tetap mengacu pada PP nomor 36 tahun 2021, jelas para buruh menolak," kata perwakilan buruh yang hadir dalam FGD itu.

Perwakilan FSPMI Batam, Ramon mengatakan, pihaknya selalu tidak mendapatkan salinan berita acara tentang pengupahan baik dari Dewan Pengupahan Kota (DPK) maupun dari pihak terkait dari Pemko Batam.

Ia menambahkan, pada dasarnya upah itu tidak mengalami kenaikan, akan tetapi hanya menyesuaikan, bila merajuk pada inflasi dan tingginya harga kebutuhan pokok, dan meminta kepada pihak Badan Pusat Satatistik (BPS) untuk memberikan tanggapan mengenai besaran kenaikan upah dari Gubernur Kepri.

"Ini bukan kenaikan upah, tetapi hanya menyesuaikan, kami minta pendapat dari BPS, layakkah kenaikan upah yang diputuskan Gubernur itu. Kepada pihak DPK tolong beri kami salinan tentang pengupahan," ucap Ramon.

Ketua BPS Kota Batam, Rahmat Siswanto mengatakan, ada dua pandangan dasar dari pemerintah sebagai dasar perhitungan yaitu, pertama mengenai kesulitan hidup (inflasi) dan produktivitas (pertumbuhan ekonomi). Dari dasar perhitungan ini dan marajuk pada PP 36 tahun 2021, angka kenaikan upah tahun 2022 yang didapatkan sebesar 0,85 persen, ini termasuk batas bawah, semestinya ada solusi karna batas atas perhitungan ini yaitu 2,07 persen itu bisa diambil di tengahnya.

"Sebesar apa kenaikan yang disetujui itu tergantung Gubernur," ungkap Rahmat Siswanto.

Baik pimpinan sidang maupun anggota dari Komisi IV menyampaikan, apapun hasil dari diskusi ini akan diteruskan kepada pihak terkait. DPRD Batam sifat hanya memberikan rekomendasi, hal yang paling tepat bila berbicara tentang kewenangan, yaitu DPRD Provinsi Kepri, akan tetapi pihak DPRD Kota Batam akan mengkomunikasikan dengan DPRD Provinsi.

"Ini forum diskusi, semua pendapat dan saran akan kita tampung dan di komunikasikan kepada pihak terkait untuk mencari solusi. Namun kita juga menghargai pendapat dan keputusan Gubernur, karena itu hak prerogatifnya Gubernur," terang Mustofa.

Editor: Gokli