Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Pembunuhan Demokrasi dan Lahirkan Otoritarian Baru
Oleh : Putra Gema Pamungkas
Jum\'at | 14-01-2022 | 17:04 WIB
A-TABA-ISKANDAR-LAGI.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kepri, H. Taba Iskandar. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Gagasan yang disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, bahwa kalangan pengusaha menginginkan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi dari 2024 hingga 2027 mendatang, adalah bentuk pembunuhan demokrasi.

Demikian ungkap Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kepri, H. Taba Iskandar menanggapi gagasan tersebut. Selain dapat membunuh demokrasi, gagasan Bahlil tersebut mengarah pada lahirnya rezim otoritarian baru. Alias, orde baru kulit baru.

Karena wacana tersebut diduga kuat adalah hasil dari konspirasi antara saudagar dengan politisi busuk, bukan politisi kebangsaan. "Wacana ini adalah hasil dari persekongkolan atau konspirasi antara oligarki dan kapitalis, pemegang modal yang ingin melanggengkan kekuasaannya, " tegas Taba Iskandar, Jumat (14/1/2022).

Para saudagar tersebut, lanjut mantan Ketua DPRD Kota Batam itu lagi, yang selama ini menikmati privilege atau hak istimewa dan keuntungan dari pemerintahan Jokowi menginginkan agar kondisi tersebut terus langgeng.

"Sebaliknya, bagi para politisi busuk, dengan memperpanjang masa jabatan pemerintahan Jokowi, mereka pun juga akan dapat menikmati manisnya kekuasan. Mereka menginkankan agar kekuasaan mereka itu bisa terus menerus bertahan, bahkan mungkin kalau bisa sampai tujuh turunan," paparnya lagi.

Lalu, apa bedanya wacana ini dengan argumentasi yang digunakan orde baru untuk melanggengkan kekuasaannya hingga 32 tahun. Sama. Kalau orde baru menggunakan diksi demi stabilitas, maka wacana yang disampaikan Bahlil itu memakai diksi demi pemulihan ekonomi nasional, setelah terpuruk akibat dihantam pandemi Covid-19 selama 2 tahun.

"Saya bisa membaca arah keinginan mereka itu, yaitu membangun opini publik dengan menggunakan hasil-hasil survey yang menyasar responden tertentu. Padahal, konstitusi sudah mengatur, masa jabatan pemerintahan seorang presiden di Indonesia itu maksimal 10 tahun," ungkap Taba Iskandar.

Di situlah presiden harus dapat membuktikan kemampuan dirinya, bisa memimpin dan membangun Indonesia. Jika sudah habis masa 10 tahun, beri kesempatan kepada anak bangsa Indonesia yang lain untuk juga ikut membangun negeri ini.

"Jangan mengklaim bahwa hanya kelompok Anda sendiri saja yang merasa mampu membangun negara ini. Bisa jadi, dengan dipimpin oleh orang lain, Indonesia akan lebih maju dan damai," pungkasnya.

Editor: Dardani