Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masyarakat Anambas Rasakan Dampak Positif CSR SKK Migas
Oleh : Fredy Silalahi
Selasa | 26-10-2021 | 09:56 WIB
A-Kunjungan-Wisatawanl-di_Pulau-Pangeran.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Kunjungan wisatawan lokal di Pulau Pangeran, Desa Belibak Kabupaten Anambas. (Foto: Fredy Silalahi)

BIJAKNYA masyarakat yang diiringi niat ingin maju, pasti selalu menemui jalan yang baik. Hal ini bisa dibuktikan oleh Kelompok Nelayan Teladan (Tebang dan Ladan) di Kecamatan Palmatak, Kepulauan Anambas. Bagaimana perjalanan mereka itu? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM di Anambas, Fredy Silalahi.

Bermula pada tahun 2007 lalu, Kelompok Nelayan yang awalnya beranggotakan 43 orang mendapat tawaran pengembangan program masyarakat dari salah satu perusahaan dibawah naungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

"Pada saat itu kami menyampaikan, kalau untuk membantu masyarakat, jangan beri uang tunai, tapi kami ingin bantuan untuk mengembangkan profesi kami sebagai nelayan," kata Azianto, Koordinator Kelompok Nelayan Teladan, Senin (25/10/2021).

Tidak lama kemudian, tenaga ahli yang diutus perusahaan melakukan kajian ilmiah di Desa Tebang dan Ladan. Mayoritas masyarakat di Tebang dan Ladan merupakan nelayan budidaya, sehingga para nelayan budidaya meminta bantuan bibit atau benih ikan kerapu.

"Jadi pada saat itu muncul program keramba apung hoschare mini dari perusahaan SKK Migas. Para nelayan budidaya pada saat itu menerima bantuan perlengkapan keramba, yang meliputi mesin generator (untuk keperluan listrik), pompa dan bibit (benih) ikan kerapu," terang Azianto.

Untuk benih ikan kerapu yang didatangkan dari Situbondo dengan ukuran 3 cm, maka ukuran ikan sekecil itu belum bisa diserahkan langsung kepada masyarakat. Sehingga dilakukan pendederan (proses pembesaran sementara).

"Ikan dengan ukuran sekecil itu, sangat rentan dan persentase hidupnya 50:50. Dalam proses ini, kami berdiskusi dengan para anggota kelompok nelayan. Dan keputusannya, saya ditunjuk untuk proses pembesaran hingga ukuran 12 cm hingga 15 cm. Ini butuh proses dan waktu dalam perawatannya, termasuk dengan pakannya," jelas Azianto.

Sebelum berkecimpung jauh tentang pembibitan ikan, sejumlah kelompok nelayan budidaya tersebut juga mendapat pengembangan ilmu dari perusahaan, dengan memfasilitasi para nelayan budidaya magang di Batam serta mendatangkan tenaga ahli dari Batam ke lokasi budidaya.

"Jadi di sana kita dibekali ilmu untuk memelihara dan membesarkan ikan kerapu, termasuk dalam pemberian pakan benih ikan. Dan ilmu itu juga kita salurkan kepada teman-teman yang berhalangan hadir pada saat itu. Ketika para tenaga ahli tiba di sini, mereka langsung survei lokasi dan mutu air serta mensosialisasikan cara perawatan ikan hidup. Dan kualitas air di Anambas secara umum cocok untuk budidaya," ucapnya.

Seiring berjalannya waktu, Kelompok Nelayan Budidaya tersebut mengembangkan sayap dengan bertambahnya anggota dari desa Candi dan Belibak, yang beranggotakan 83 orang.

"Setelah ada sejumlah anggota kelompok yang menerima hasil, perusahaan kembali melakukan pengembangan masyarakat di Candi dan Belibak. Pada saat itu proses ekspor masih berjalan lancar," ujarnya.

Selama proses budidaya ikan hidup, Kelompok Nelayan itu juga mengalami jatuh bangun. Dan yang terberat pada saat itu ketika Pemerintah Pusat mengeluarkan keputusan moratorium (penutupan ekspor ikan hidup). Dalam posisi itu, tidak sedikit kelompok nelayan beralih profesi, karena sejumlah anggota merasa menunggu yang tidak pasti. Sementara modal tertanam pada perawatan ikan hidup.

"Sempat ada moratorium kurang lebih 2 tahun, bagi sejumlah anggota nelayan ini menunggu yang tidak pasti. Dan kalau diibaratkan, selama 2 tahun itu, para nelayan sudah bisa sedikitnya 2 kali panen. Tetapi karena sebagian tidak sabar, mereka memilih alih profesi sehingga anggota kelompok juga berkurang. Karena tidak dipungkiri, modal perawatan ikan hidup ini lumayan besar," jelasnya.

Selain itu, kendala yang dialami para nelayan budidaya selama masa pandemi covid-19 yaitu, berkurangnya volume ekspor. Dimana, pada saat belum masa pandemi, kapal pengangkut ikan hidup milik perusahaan dari Hongkong, bisa beroperasi sedikitnya 8 kali dalam setahun.

"Berkurang karena kapal pengangkut ikan hidup dari Hongkong tidak beroperasi seperti dulu lagi. Sehingga banyak kelompok yang merasa rugi, karena yang diangkutpun tidak banyak hanya 15 ton," kata Azianto.

Azianto mengakui, saat ini dirinya lebih mendalami proses pendederan. Pasalnya, tidak semua anggota kelompok mampu memelihara bibit ikan kerapu mulai dari ukuran 3 cm. Sehingga kini tujuan dari kelompok nelayan kian meluas.

"Terbentuknya kelompok nelayan ini didasari dengan niat ingin maju dan meningkatkan pendapatan setiap anggota. Kita juga tak ingin stagnan (jalan di tempat), akhirnya kita bercita-cita agar bibit ikan kerapu selalu tersedia di Anambas, sehingga lebih membantu masyarakat khususnya nelayan budidaya," terangnya.

Selama proses budidaya ikan hidup, para nelayan juga menemukan sejumlah ikan yang memiliki kualitas dijadikan induk untuk bibit unggul. Dan itu memakan waktu selama 6 tahun. Meski masih tahap belajar, dari banyaknya telur ikan hanya terdapat 25 ekor yang berhasil menjadi benih.

"Selama ini kita belajar proses pemeliharaan, kini kita dihadapkan dengan tantangan untuk memelihara telur menjadi benih, dan dirawat hingga ukuran 12 hingga 15 cm. Ini dilalui selama 6 tahun terakhir," ucapnya.

Atas dasar itu juga, kini kelompok nelayan keramba apung bisa meningkat menjadi balai benih ikan hidup jenis kerapu. Sejalan itu juga, pendapatan para kelompok nelayan juga meningkat.

"Keberhasilan itu juga cukup membantu meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya nelayan budidaya ikan hidup. Dalam 7 tahun terakhir, secara akumulasi omzet dari Balai Benih Ikan ini sekitar Rp 4,8 miliar dengan mendistribusikan sebanyak 185.263 ekor bibit ikan kerapu," ucapnya.

Selain itu, Azianto mewakili nelayan binaan Medco E&P Natuna Ltd (Medco E&P) hadir diajang Forum Kapasitas Nasional 2021 di Jakarta, memamerkan kesuksesan bisnis kerapu diacara yang berlangsung Kamis (21/10) – Jumat (22/10) ini. Sebanyak 11 Perusahaan dan 14 UMKM binaan CSR dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama hadir dalam Forum tersebut. Azianto tampil mewakili UMKM Balai Benih Ikan dari Kabupaten Kepulauan Anambas.

Azianto menjelaskan bahwa saat ini program KJA telah berkembang menjadi Balai Benih Ikan di Anambas. Sebelumnya mereka merupakan nelayan harian yang tergantung akan kondisi laut.

"Lokasi Anambas yang strategis mempermudah pembeli dari luar negeri, salah satunya dari Hongkong untuk membeli ikan kerapu budidaya dari nelayan. Kondisi pemasaran ini mendorong masyarakat untuk melakukan budidaya ikan kerapu. Saya juga menyampaikan kepada perusahaan untuk memberikan perhatian lebih kepada UMKM serta nelayan budidaya, sehingga manfaat bantuan dari perusahaan bisa semakin luas dirasakan masyarakat di Anambas," ujar Azianto.

Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Perikanan, Pertanian dan Pangan (DPPP) Kepulauan Anambas, Alam menguraikan, jumlah nelayan budidaya di Anambas yang terdata pada tahun 2020 sebanyak 1.507 orang yang meluas di 10 kecamatan di Anambas.

"Kecamatan yang banyak nelayan budidayanya ada di Siantan Tengah, Siantan Timur dan Palmatak. Karena mereka berada di posisi yang strategis dan lokasi pemasaran juga cukup dekat," ujar Alam.

Terkait kebutuhan benih ikan, Anambas membutuhkan sekitar 20.000 hingga 40.000 ekor benih ikan kerapu setiap tahunnya. "Kita lagi menggagas agar kebutuhan benih ikan hidup ini terpenuhi. Karena para pengelola Balai Benih Ikan sudah memiliki pengalaman," terangnya.

Sejatinya, Pemerintah Daerah dalam hal ini sangat mendukung program pengembangan masyarakat yang diinisiasi oleh SKK Migas dan KKKS. Namun Pemerintah Daerah berharap program pengembangan tersebut bisa merata ke seluruh kecamatan. Sehingga visi-misi Pemerintah Daerah meningkatkan perekonomian masyarakat yang sejalan dengan program CSR perusahaan SKK Migas dan KKKS.

"Kita cukup mengapresiasi program tersebut, dan kita berharap program pengembangan itu bisa dirasakan masyarakat yang lebih luas lagi," ujarnya.

Selain berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat sektor perikanan melalui program pengembangan masyarakat, SKK Migas dan KKKS juga sukses meningkatkan perekonomian masyarakat pada sektor pariwisata di Anambas. Salah satunya pengembangan destinasi wisata di Pulau Pangeran, Desa Belibak, Kecamatan Palmatak.

Kepala Desa Belibak, Marzuki menceritakan bahwa dirinya bertekad mengembangkan sektor pariwisata di desanya. Karena Desa Belibak sudah memiliki modal utama dari sisi pesona dan sejarah budaya Pulau Pangeran.

Selain semangat dari Kepala Desa, program pengembangan sektor pariwisata itu juga cukup didukung oleh masyarakatnya serta didukung juga oleh SKK Migas dan KKKS.

"Sejak awal menjabat Kepala Desa, saya hanya bercita-cita ingin memajukan desa ini. Seiring berjalannya waktu, saya mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sehingga saya semakin semangat untuk melakukan pengembangan desa wisata di Pulau Pangeran ini. Terlebih lagi, ketika kami melayangkan penawaran kepada SKK Migas dan KKKS, langsung mendapat respon positif. Tim ahli dari utusan perusahaan juga langsung turun ke lapangan, kira-kira apa yang dibutuhkan masyarakat," jelasnya.

Dan tepat pada tahun 2018 lalu, Desa Belibak yang mengandalkan pesona dan sejarah budaya Pulau Pangeran diresmikan menjadi desa wisata. Dan mulai saat itu juga, Pulau Pangeran menjadi incaran wisatawan lokal maupun mancanegara.

"Sebelum pandemi, Pulau Pangeran memang ramai dikunjungi oleh wisatawan baik itu lokal maupun mancanegara. Dan pada saat itu, desa wisata ini dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Belibak," jelasnya.

Namun pada September 2021, Pemerintah Desa Belibak sepakat untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk memaksimalkan pengrlolaan. Dan pada saat itu diputuskan hasil bagi sekitar 65 : 35.

"Walaupun BUMDes ini baru berjalan 1 bulan, tetapi sudah menghasilkan pendapatan desa sebesar 25 juta. Karena kami sepakat, untuk pembagian pendapatan itu, 65 persen untuk pengelola dan 35 persen untuk desa," terangnya.

Selain menyumbang PADes, keberadaan desa wisata Pulau Pangeran juga cukup membantu perekonomian masyarakat. Pasalnya, sejak desa wisata diresmikan, banyak masyarakat memilih membuka warung dengan menjual berbagai minuman dan makanan.

"Kita juga mengatur tata letak dan posisi warung, agar tidak sembarangan membuka warung. Saat ini sudah ada 13 warung yang buka. Memang pengunjung yang lebih ramai itu pada hari Sabtu dan Minggu atau hari libur, tetapi ini sangat membantu perekonomian masyarakat," jelasnya.

Marzuki menerangkan, pelayanan khas di Desa Wisata Pulau Pangeran yaitu, adanya kelompok BUMDes yang menyambut para tamu dengan tarian dan kompang. "Jadi inilah kita depankan, selain menjual pesona alam, kita juga memperkenalkan budaya, sehingga budaya ini juga tidak hilang termakan waktu," ucapnya.

Sementara, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Anambas, Masykur cukup mengapresiasi program pengembangan desa wisata di Desa Belibak. Pasalnya selain membantu pembangunan infrastruktur wisata di Desa Belibak, Perusahaan SKK Migas dan KKKS juga menurunkan tenaga ahli dari Umar Kayam Jogjakarta untuk memberikan edukasi tentang pelayanan terhadap wisatawan.

"Selain membantu pembanguban infrastruktur, perusahaan juga menurunkan tenaga ahli untuk memberi bekal kepada masyarakat di Belibak tentang pelayanan di tempat wisata. Jadi masyarakat mendapat banyak manfaat, tidak hanya support SDA tetapi SDM juga. Kami harap program seperti ini tetap berlanjut kepada desa lain," terangnya.

Sementara, Bupati Kepulauan Anambas, Abdul Haris menyampaikan terimakasih yang besar kepada SKK Migas dan KKKS yang beroperasi di Anambas. Selain menyumbang PAD melalui dana bagi hasil, SKK Migas dan KKKS juga berkomitmen memajukan perekonomian masyarakat melalui CSR program pengembangan masyarakat.

"Kami harap, kita tetap sejalan untuk memajukan Anambas ini. Karena tidak dipungkiri, Anambas sebagai daerah penghasil Migas, masih butuh support dari pihak swasta dalam pembangunan daerah," jelasnya.

Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, Rikky Rahmat Firdaus mengakui, pihaknya berkomitmen pada pada pengembangan program masyarakat dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah penghasil.

"Kami sangat konsen dalam program pengembangan masyarakat dan membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Apalagi Anambas memiliki banyak potensi, khusunya di bidang perikanan dan pariwisata. Bidang pariwisata Anambas tak kalah indah dengan Bali dan Raja Ampat. Kita juga selalu berupaya sebagai support kepada Pemda dan masyarakat setempat. Dan komitmen kami ini juga disepakati oleh teman-teman dari KKKS," tegasnya.

Rikky menguraikan, pada prinsipnya SKK Migas dan KKKS memiliki 5 pilar pengembangan yang meliputi, ekonomi, infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan lingkungan. "Dan ini memiliki proses, waktu dan tahapan dalam penerapannya," terang Rikky pada saat Webinar Hulu Migas dan Lomba Karya Jurnalistik Kepri 2021 dengan tema Efek Berganda Industri Hulu Migas Bagi Pembangunan Daerah Kepulauan Riau.

Editor: Dardani