Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Aktivitas Lego Jangkar Kapal di Galang Baru Dinilai Liar
Oleh : Gokli/Dodo
Rabu | 06-06-2012 | 16:18 WIB
lego_jangkar.jpg Honda-Batam

Ilustrasi.

BATAM, batamtoday - Warga Pulau Abang dan Galang Baru menilai aktivitas lego jangkar kapal-kapal besar di perairan Galang Baru adalah liar karena, menurut mereka, tidak memiliki dasar hukum dan mengganggu aktivitas nelayan.

Ketua Perpat Galang, Suherman, mengatakan, selain mengganggu aktivitas nelayan, lego jangkar kapal di Pulau Batam sudah ditentukan tempat khusus, sehingga keberadaan kapal di laut tersebut dianggap liar.

Hal ini juga sudah sering diprotes oleh warga terutama ke pihak yang menangani lego jangkar yakni PT Bias Delta namun sama sekali tak pernah digubris.

Suherman juga menuding Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Batam turut bermain dalam aktivitas lego jangkar kapal yang dinilainya ilegal itu. 

"Warga nelayan Pulau Abang dan Galang Baru tak pernah mendapat kompensasi dari lego jangkar. Aksi protes kami tak pernah digubris, sehingga kuat dugaan HNSI turut bermain dalam hal ini," ungkapnya.

Ditambahkannya, puluhan kapal yang lego jangkar di perairan Indonesia harus membayar pajak ke pemerintah dan juga masyarakat nelayan sekitar tempat lego jangkar tersebut harus mendapat kompensasi. Namun, hal ini sama sekali tak pernah mereka rasakan. Sampai pada akhirnya, ada sebuah kapal menabrak Jembatan VI Barelang sebagai akses utama masyarakat.

"Kami minta PT Bias Delta turut bertanggungjawab dengan nasib nelayan di Pulau Abang dan Galang Baru karena selama ini mereka yang menikmati hasil lego jangkar kapal tersebut," katanya.

Sementara itu, Anto selaku Ketua RT.03 Galang Baru meminta pembangunan jembatan ini cepat dilakukan dan masalah lego jangkar kapal segera disosialisasikan kepada warga. 

Dia mengatakan, sebelum kapal-kapal tersebut berada di laut Pulau Galang Baru, penghasilan nelayan bisa mencapai 100 sampai 150 kilogram ikan per hari. Akan tetapi, setelah kapal tersebut ada penghasilan merosot dan hanya bisa mendapat paling banyak sekitar lima sampai enam kilogram per hari.

"Keberadaan kapal tersebut membuat penghasilan nelayan merosot. Tapi HNSI, yang katanya sebagai organisasi nelayan, dalam hal ini tak ada tindakan," ujarnya.

Anto juga menegaskan Jembatan VI Barelang yang merupakan akses utama masyarakat agar secepatnya diperbaiki. Jika hal tersebut tak cepat terselesaikan, maka warga Pulau Abang dan Galang Baru siap melakukan aksi protes ke PT Bias Delta, Pemko Batam maupun ke BP Kawasan dan HNSI.

"Kami tak mau lagi tinggal diam, kalau jembatan ini tak secepatnya diperbaiki kami akan datangi pihak-pihak terkait tersebut dengan melakukan aksi protes," tutupnya.